Setelah melalui perdebatan yang cukup alot akhirnya Surya bisa keluar bandara. Pria itu akhirnya membatalkan keberangkatannya bersama sang kakek ke Jakarta. Kresna sudah menyerah. Apapun yang pria tua itu katakan tak lagi mampu mengubah keputusan Surya. Cucu kesayangannya itu tetap membatalkan rencana keberangkatannya demi bisa melihat keadaan Tari.
Kresna hanya mampu mengelus dada. Kini, cucunya sepertinya sudah tak terselamatkan. Semoga saja semuanya masih bisa ia kendalikan. Kecerobohan dan ulah Surya benar-benar membuatnya khawatir. Ia hanya berharap hal-hal buruk tak akan terjadi.
"Kita ke rumah sakit sekarang, Ga!" Surya memberi peruntah pada Dirga yang sedang berkonsentrasi pada jalanan di depannya.
"Suami Ibu Mentari sudah beberapa waktu yang lalu meninggal, Pak. Mungkin saja saat ini jenazah sudah disemayamkan di rumah duka." Ucapan Dirga terdengar masuk akal. Namun Surya tak menyahut.
"Saya akan menghubungi teman saya untuk memastikan hal tersebut," lanjut Dirga. Pria itu kemudian melakukan panggilan saat di depan mereka lampu lalu lintas berwarna merah. Beberapa menit kemudian Dirga menutup panggilan.
"Suami Ibu Mentari masih di rumah sakit. Keluarga masih menyelesaikan administrasi, namun bisa dipastikan tak lama lagi mereka semua akan pulang."
"Kita langsung ke rumah sakit saja. Toh kita juga akan melewati rumah sakit itu sebelum ke rumah Tari. Kalau saat kita tiba di sana ternyata mereka sudah pulang kita akan menyusul ke rumah Tari."
Dirga mengiyakan perintah Surya dan tiga puluh menit kemudian mereka telah tiba di rumah sakit. Pemandangan pertama yang Surya lihat begitu melihat Tari adalah kacau. Wanita itu tampak menunduk dengan bahu yang berguncang. Kedua mertua Tari duduk tak jauh dari Tari. Wajah mereka sembab. Bahkan ibu mertua Tari terlihat sesekali menyeka air matanya. Kedua anak Tari tampak bergelayut pada asisten rumah tangga mereka. Wanita itu sepertinya berusaha menghibur anak-anak Tari agar tak merasakan kehilangan seperti semua orang yang ada di tempat itu.
Surya berjalan mendekat. Anak-anak Tari yang terlebih dahulu ia datangi karena mereka berdiri tak jauh darinya. Tasya yang menyadari kedatangan Surya segera menghambur. Bocah itu seketika memeluk kaki Surya yang akhirnya membuat pria itu berjongkok menumpukan tubuh pada lututnya.
"Om, Katanya Budhe Ratmi, Papaku meninggal." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut bocah berusia lima tahun itu. Surya seketika merasa kehilangan napas. Turut merasakan kehilangan yang gadis kecil itu rasakan.
"Dek! Nggak boleh bicara sama orang asing." Rasya, sang kakak memperingatkan. Bocah berjarak usia dua tahun di atas Tasya itu mendatangi adiknya.
"Ini Om Surya, Mas. Temannya mama sama papa. Yang kemarin-kemarin bawain kue sama donat." Tasya membela. Senyuman seketika tercetak di bibir Surya.
Mendengar jawaban adiknya Rasya seketika tersenyum kikuk. "Maaf, Om. Aku nggak tahu."
"Nggak apa-apa."
"Om, Papa kalau meninggal nggak bisa pulang ya? Padahal papa sudah lama nggak pulang-pulang. Tasya nggak bisa main lagi sama papa." Tasya kembali berucap dengan wajah sendu namun terselip kebingungan di sana.
"Mama dari tadi nangis. Kakek, nenek, Om Rihan juga. Aku juga tadi ikut nangis sama Kak Rasya. Tapi katanya Budhe Ratmi kita nggak boleh nangis. Biar papa nggak sedih." Surya segera memeluk gadis kecil itu. Pria itu mengangkat tubuh Tasya dalan gendongannya. Sedangkan tangannya yang bebas meraih Rasya, membawa anak itu untuk duduk di kursi tunggu tak jauh dari mereka berdiri.
Surya mulai membuka mulut. Mengajak kedua anak Tari untuk berbicara. Memberi mereka penjelasan yang mudah dimengerti tentang ayah mereka juga berusaha menghibur mereka. Terbesit rasa malu pada dirinya sendiri. Beberapa waktu lalu ia dengan mudahnya mengatakan kepada Tari akan membesarkan anak-anaknya jika kelak mereka bersama. Namun kini, melihat kesedihan di wajah mereka ia merasa rendah diri. Akankah ia mampu memberikan kebahagiaan kepada dua bocah ini? Tak ada yang bisa menandingi rasa cinta juga kasih sayang seorang ayah kandung yang selalu mendampingi mereka semenjak mereka lahir ke dunia.

YOU ARE READING
ANOTHER SUNSHINE
RomanceSejak duduk di bangku kuliah, Surya mempunyai sebuah nama yang menjadi matahari kecil dalam hidupnya. Jalan hidup yang berliku membuatnya tak bisa meraih sang mentari dan menjadikannya sebagai belahan jiwanya. Belasan tahun berlalu, takdir kembali m...