08. Kabar Bahagia?

1.3K 138 0
                                    

Dimas baru saja menyelesaikan meeting dan kini sudah kembali ke ruangannya. Ruangan bernuansa modern bercat abu - abu. Dimas tengah memeriksa berkas ketika pintu ruangannya dibuka menampilkan sosok wanita baya dengan gamis dan jilbab lebarnya yang masih cantik diusianya yang tidak lagi muda. Beliau adalah Zarra — Ibu Dimas.

" Assalamu'alaikum Dim, apa kabar kamu nak?" sapa Zarra—Ibu Dimas. Dimas beranjak menuju ibunya.

" Wa'alaikumussalam, bu. Alhamdulillah Dimas sehat, Ibu gimana kabarnya? Maaf Dimas sama Jihan jarang ke rumah." balas Dimas memeluk ibunya hangat. Kemudian Dimas mengajak ibunya duduk untuk di sofa.

Zarra menghela napas memang anak dan menantunya ini sangat jarang berkunjung ke rumah sampai dia yang harus datang mengunjungi mereka sendiri. Namun Zarra memaklumi hal itu karena memang anak dan menantunya ini sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

" Iya ... Gak papa ibu maklum kok. Tapi ya usahain dong seminggu sekali ke rumah, ibu kan kangen kalian." Dimas senang mendengarnya Ibunya berkata demikian, memang sejak dulu hanya Ibunya yang mendukung hubungan Dimas dan Jihan.

" Iya bu ... InsyaAllah nanti Dimas usahain kalau gak sibuk."

" Kamu ini ngomongnya usahain mulu kalau gitu kapan ibu dapat cucu dari kalian, kamu jangan sibuk terus Dim." Zarra menjeda," Ibu sama ayah memang nggak mempermasalahkan Dim, toh semua udah di atur sama Allah. Tapi ibu sedih setiap kali ke rumah eyang pasti mojokin Jihan, kamu tau sendiri kalau Eyang masih gak suka sama Jihan apalagi Jihan belum bisa ngasih eyang cicit." kata Zarra.

Memang kini bahkan setelah tiga tahun usia pernikahan mereka, satu - satunya orang yang belum merestui pernikahan mereka adalah Eyang. Namun Dimas masih tidak tahu alasan dibaliknya, setiap kali Dimas bertanya Eyang-nya selalu enggan menjawab.

" Ibu harap kamu punya banyak waktu sama Jihan, ibu pengen liat senyum cerianya menantu kesayangan ibu kalau lagi ngumpul sama keluarga. Ibu harap do'a kalian segera di kabulkan sama Allah."

" Aamiin ... Makasih bu, makasih udah selalu dukung Dimas sama Jihan." Zarra mengangguk, dia hampir melupakan tujuan utamanya menemui sang putra.

" Oh iya ibu hampir lupa, ibu kesini itu mau ngasih undangan dari tante Kanya. Kamu jangan lupa datang, kamu tau sendirikan tante kamu yang satu itu gimana?" Dimas tertawa pelan, tante-nya yang satu itu memang unik. Dimas kemudian mengangguk menerima kartu undangannya.

Zarra berdiri dan Dimas pun ikut berdiri, Zarra mengusap lembut lengan putranya.

" Coba kalian konsul lagi ke dokter, atau kalian bisa coba bayi tabung. Kalau kalian juga masih mau adopsi anak ibu gak masalah, toh nantinya juga bakal jadi cucu Ibu. Luangkan waktu kamu lebih banyak sama menantu ibu. Ibu pamit, Assalamu'alaikum."

Dimas terdiam sesaat menatap kepergian Ibunya, senyum terbit di wajahnya begitu Zarra sudah menghilang dibalik pintu.

" Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

***

Dimas pulang ke rumah dengan hati yang berbunga - bunga senyum tak lepas dari wajahnya. Perkataan Ibunya masih terngiang di kepalanya dan kalau Jihan tahu istrinya itu pasti sangat bahagia. Keinginan mereka untuk mengadopsi anak akhirnya dapat terwujud.

Dimas memakirkan mobilnya di garasi, setelah mematikan mesin mobil Dimas menuju rumahnya dan masuk ke dalam. Sepertinya istrinya sudah pulang karena tadi Mang Nanang supir pribadi Dimas yang menjemputnya sebab Dimas ada meeting dengan klien sehingga tidak bisa menjemput Jihan.

" Assalamu'alaikum sayanggg ... Mas pulang. " salam Dimas namun tak ada sahutan.

Dimas mencari keberadaan Jihan, dia menuju kamar mereka namun Jihan tidak berada di sana, Dimas turun ke bawah menuju dapur berharap Jihan berada disana namun tidak ada juga. Dimana istrinya bukankah Jihan sudah pulang? Lalu kenapa tidak berada di rumah.

PULANG [SELESAI] Where stories live. Discover now