"MAMA?!" Pekik Vitha saat mendapati mamanya tergelatak begitu saja di lantai kamarnya. "Mama kenapa?" Isak Vitha. Dia langsung mengeluarkan ponselnya. Nomor telepon Gery yang ia tuju. Sayang Gery tidak merespon. Vitha panik. Setelah beberapa kali gagal menghubungi Gery, Vitha menelepon temannya yang lain.
"Makasih ya, Bud."
"Sama-sama. Lu kayak ke siapa aja." Vitha mencoba tersenyum. "Tapi sorry gue nggak bisa lama. Lu nggak apa-apa kan kalau gue tinggal?" Vitha mencoba tersenyum.
"Nggak apa-apa. Sekali lagi makasih ya." Budi mengangguk dan menepuk lembut pundak Vitha lalu beranjak meninggalkan Vitha.
"Mba Vitha, ibunya sudah bisa dijenguk." Ujar suster yang muncul dibalik pintu ruang IGD. Vitha buru-buru masuk.
"Ma....." Sapa Vitha berlinang air mata. "Vitha kan udah bilang, Mama jangan capek-capek."
"Maafin Mama ya, Nak. Udah bikin kamu khawatir, susah kayak gini."
"Mama jangan banyak pikiran. Yang penting sekarang Mama sembuh dulu."
"Iya. Mama pengen cepet sembuh. Apalagi akhir minggu ini ada catering snack box acara ibu Lurah."
"Udah, Mama jangan mikirin dulu catering. Biar Vitha aja yang handle."
"Kamu kan kerja, Vit."
"Akhir pekan kan acaranya? Akhir pekan Vitha kan libur. Jadi bisa Vitha kerjain."
"Vit..."
"Udah...pokoknya Mama jangan banyak pikiran, banyak makan sama istirahat aja biar cepet sembuh ya." Marni mengangguk.
Sembari menunggu ibunya di ruang perawatan, Vitha searching seputar snack box. Karena menurut ibunya, ibu lurah menyerahkan sepenuhnya isian snack box, yang terpenting harus enak dan cantik. Sedang asyik searching, tiba-tiba ada pesan masuk. Dari Gery.
Ada apa, Non?
Belasan kali miss call, hanya kirim pesan ada apa. Vitha mendesah pelan.
Mama masuk rumah sakit
Balas Vitha. Lama hingga akhirnya tanda terbaca pun terlihat.
Tante Marni sakit? Di rumah sakit mana?
Vitha membaca pelan pesan Gery. Dalam hati dia berharap lelaki itu datang menemani nya sore ini. Terlebih Gery memang bertanya rumah sakit tempat mamanya dirawat.
Rumah sakit Kasih Bunda.
Setelah pesan itu terkirim dan terbaca tidak ada lagi balasan dari Gery. Harapan Vitha pun pupus karena jam dinding kamar tempat mamanya dirawat inap telah menunjukkan pukul 10 malam.
# # #
"Kamu...." Lelaki itu nampak mengingat-ingat. "Putrinya ibu...." Vitha tersenyum sekilas. "Tumben kamu yang belanja, ibunya lagi sibuk ya?!"
"Mama lagi sakit, lagi dirawat malah."
"Dirawat dimana? Sakit apa?"
"Kasih Bunda. Biasa penyakit orangtua."
"Semoga cepet sembuh ya."
"Aamiin, makasih."
"Mau belanja?" Vitha mengangguk. "Mau saya bantuin?" Vitha tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
"Nggak apa-apa, biar aku sendiri aja. Permisi." Pamit Vitha sembari beranjak.
"Chris, Papi mau ngomong." Sudut mata Vitha menangkap Cici di meja kepala kasir mengacungkan telepon ke arah lelaki itu. Chris? Ohh namanya Chris.
# # #
Sepulang kantor Vitha langsung ke rumah sakit. Beberapa hari ini Vitha terlihat sibuk. Terlebih hari ini sampai jam istirahat pun ia pakai pergi ke pasar. Maklum besok ia harus menggantikan ibunya memproses pesanan catering.
"Kamu...?!" Tunjuk Vitha saat mendapati Chris keluar dari ruang perawatan mamanya.
"Baru pulang kerja?" Tanyanya, Vitha mengangguk. "Jadi tadi itu kamu lagi istirahat?" Lagi-lagi Vitha mengangguk. "Salut..." Vitha tersipu.
"Ngapain disini?" Tanya Vitha.
"Jenguk ibu. Ya udah kalau gitu saya pamit. Kamu jangan lupa jaga kesehatan juga ya." Pesannya sambil berlalu. Vitha mengangguk.
"Ma..." Sapa Vitha sembari menutup kembali pintu ruangan.
"Ehh Vitha." Sahut Marni. Tatapan Vitha bertumpu pada parsel cukup besar di ruangan tersebut.
"Ini dari dia?" Vitha menunjuk ke arah pintu yang kini tertutup itu.
"Iya, baik ya?! Sayangnya mau dijadiin mantu, dianya..."
"Ihhh Mama..."
"Kenapa?"
"Udah ah jangan dulu bahas masalah itu apalagi bawa-bawa dia. Masa iya aku sama dia."
"Terus kapan Mama boleh bahas itu? Terus harus bawa siapa? Gery?"
"Naaah kan mulai..."
"Ya abis siapa lagi? Mama perasaan nggak pernah mergoki kamu deket sama cowo selain Gery. Tapi kamu bilang nggak mungkin sama Gery."
"Ya emang, karena kita kan cuma temenan. Tapi nggak dia juga kali, Ma. Ahh beresiko banget."
"Kenapa?"
"Aku emang nggak baik-baik amat, tapi bolehkan aku minta lelaki yang seiman?" Hening hingga akhirnya...
"Assalamu'alaikum..." Salam seseorang dibalik pintu yang kini terbuka sedikit demi sedikit.
"Ehh Nak Gery, masuk." Ujar Marni. Vitha menoleh.
"Masuk, Ry." Vitha mempersilakan Gery masuk.
"Gimana kondisi Tante sekarang? Maaf Gery baru bisa jenguk Tante." Gery berjalan mendekat lalu menyalami Marni.
"Nggak apa-apa. Tante juga udah mendingan kok."
"Iya mau kesini tuh ada aja halangannya. Mulai dari yang kerja tiba-tiba nggak masuk, vape store ramai."
"Gebetan minta jalan." Sindir Vitha. Gery menatap Vitha, Geli.
"Apaan sih?!"
"Tapi bener kan?" Ada nada jengkel di nada suara Vitha. Bukan asal tuduh, dari informan yang dapat dipercaya. Tepat dimana Gery ditelepon Vitha saat mamanya pingsan, Gery sedang kencan dengan gebetannya.
"Ahh elo..." Gery salah tingkah. Vitha berusaha tersenyum, masam.

YOU ARE READING
Cinta Luar Biasa
RomanceKadang kita mencintai tanpa dicintai dan juga dicintai tanpa mencintai. Tapi bagaimana jika semesta berkendak kita bersama? Bisakah seiring tanpa saling mencintai? Atau perpisahan lebih baik? Disclaimer : Cerita hanya khayalan belaka. Jika terdapat...