19: Naya's Feeling

278 65 0
                                    

"Dandy."

"Aku sama dia cocok darimananya?" Tanpa Tifa dan Nurul ketahui, diam-diam Naya bertanya dengan serius walaupun dia tutupi dengan nada suara seolah bercanda. Dia penasaran pendapat kedua temannya mengenai Dandy.

"Kalian berdua itu memang cocok. Kamu aja yang selalu denial sama perasaanmu sendiri. Dandy itu kelihatan tulus ke kamu, Nay. Kamu sendiri yang bilang dia pernah bilang suka ke kamu, kan? Sampai sekarang kalau aku lihat dia masih suka sama kamu tuh. Cinta bahkan, bukan suka lagi!" Jelas Tifa, dia menjawab serius. Berharap penjelasannya dapat menyadarkan Naya, "Dandy kurang apa? Malah kelebihannya banyak! Ganteng, gak kalah dari Kak Wahyu. Taat beragama juga loh."

Nurul mengangguk menyetujui, "Aku dengar dari Dwiki, Dandy itu orangnya gak pernah kasar. Terus dekat sama keluarganya, gak bandel! Idaman banget, cocok sama kamu pokoknya."

"Nay, sekarang itu bukan waktunya mikirin gengsi, malu atau apalah itu! Kamu sudah gede. Enam belas tahun bentar lagi tujuh belas. Biarpun aku di sini baru kenal kamu pas di SMA, tapi aku pengen kamu bisa ngerasain disayang sama laki-laki yang tulus." Lanjut Nurul.

Naya diam, menyimak penjelasan dari kedua temannya yang terlihat sekali mendukung hubungan antara Dandy dan Naya. Dia mengamini dalam hati. Dandy memang lelaki idaman. Naya tidak bodoh kok, dia sadar Dandy masih memiliki perasaan padanya. Berasumsi tak ada salahnya, kan?

"Kalian berdua gak masalah kalau aku sama Dandy?" Tanya Naya, memotong sebelum kedua temannya menambahkan penjelasan lain.

"Iya lah! Orang gila aja yang ngelewatin emas macam Dandy." Itu suara Tifa, menjawab dengan kobaran api di mata. Naya mendelik mendengar ucapan Tifa selanjutnya. "Nah, kamu Nay! Calon orang gilanya."

Nurul mengacungkan jempolnya dan menambahkan, "Kamu nikah sama Dandy, keturunan kalian bisa dipastiin ganteng dan cantik. Suara Dandy waktu jadi imam sholat Dzuhur di masjid itu Nay, merduuuuu! Suaranya kayak ngajak berumah tangga tahu gak?"

Ya ampun. Naya dan Tifa tertawa keras. Nurul itu memang menggemaskannya natural, tak dibuat-buat. Pantas saja Dwiki suka. Omong-omong, hubungannya Nurul dan Dwiki apa kabar ya? Naya jadi salah fokus. Tifa dan Erfan juga belum pernah mengonfirmasi status hubungan mereka.

"Emang merdu sih." Jawab Naya di sela-sela tawanya, "Tapi, gak berumah tangga juga! Ngaco kamu. Kita masih SMA kali. Umur kita belum legal buat nikah. Peraturan Pemerintah sekarang itu nyebutkan perempuan dan laki-laki boleh nikah kalau sudah umur sembilan belas tahun."

"Iya, iya, murid teladan." Cibir Tifa. "Malah ngomongin Peraturan Pemerintah."

Naya nyengir, "Sorry, sis."

Tifa menaruh kedua tangannya di atas bahu Naya, menatap Naya dengan tegas, sehingga suasana kembali serius, "Yang harus ditanya itu diri kamu sendiri. Di mata seorang Qanaya Isyraqi, Dandy itu gimana? Cocok buat kamu?"

Nurul menyandarkan punggungnya pada dinding belakang perpustakaan, menunggu respon Naya.

"Aku—" Naya menunduk, perasaannya campur aduk. Selama ini, dia tak pernah terlalu terbuka dengan siapapun, kecuali keluarganya. Oh! Maksud Naya kecuali keluarganya dan Dandy. Karena dia pernah bercerita tanpa beban pada lelaki itu saat di Rumah Sakit.

Bersikap terbuka bukanlah perkara mudah bagi Naya. Menceritakan mengenai cerita usangnya dengan Dandy saja perlu dipaksa oleh Tifa dan Nurul dulu baru dia bercerita. Bukannya ingin menutupi sesuatu, Naya hanya sulit mengekspresikan perasaannya. Memendam sesuatu seperti menjadi kebiasaannya sejak kecil.

"Aku masih punya hal lain yang belum aku ceritain ke kalian berdua." Lanjut Naya dengan suara kecil. Dia menghembuskan napas perlahan, menahan perasaannya yang campur aduk.

✔ when you're readyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang