18. Alden & Alaya

22K 2.4K 417
                                    

Alden menatap rindu wanita paruh baya di hadapannya, entah kapan terakhir mereka bertemu, tapi yang jelas saat itu rambut Karin masih berwana hitam, tapi kini terlihat sudah beruban, hampir semuanya.

"Alden, apa kabar sayang?"

"Seperti yang Bunda liat, aku baik."
"Kalo Bunda gimana?"

"Bunda jauh lebih baik setelah bisa melihat kamu lagi."

Alden tersenyum tipis, mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Aku kira Bunda udah lupa sama aku, mangkanya udah ga pernah nongol lagi."

"Mana mungkin Bunda lupa sama anak kandung Bunda sendiri."

"Anak kandung yang terbuang, itu maksud Bunda?"

Karin tertegun, tiba-tiba hatinya terasa sakit. "Maaf kan Bunda Alden."

"Ga papah ko Bun, walaupun Bunda ga ngurus aku, masih ada Alaya yang selalu sayang sama aku. Manjain aku, suapi aku pas makan, nemenin aku tidur. Apa lagi nanti malem mau mantap-mantap 7 ronde."

Sia yang sedang memakan gorengan bakwan buatan Alaya langsung tersedak, bahkan Karin yang tadinya nampak sedih berubah terkejut.

"Gue suntik akhlak juga lo!"

"Orang gue cuma mau jujur sama Bunda ko," Elak Alden ikut ngegas.

Karin pura-pura batuk, meminum teh yang disiapkan Alaya, Istri Alden yang berarti menantunya. "Sudah jangan ribut."

Alden mengangkat bahunya acuh, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan wajah tengil yang ia khususkan untuk Sia.

"Ayah mana Bun?"
"Masih ga mau nemuin aku?"

Karin mengedip beberapa kali, senyum bahagianya merekah. "Memangnya kamu juga mau ketemu sama Ayah?"

"Eum... Boleh, Kenapa ga?"
"Walaupun bukan Ayah kandung, tapi dia udah nikah sama Bunda. Jadi, kata Alaya... Aku harus tetep hormatin."

"Bijaknya Adik bontot gue!" Heboh Sia, langsung menerjang Alden dengan pelukan.

"Lo apaan sih!" Sembur Alden jengkel, melepas pelukannya paksa.
"Jangan peluk gue, karena badan berotot gue cuma milik Alaya!"

"Amit-amit, jabang bayi. Jangan sampe model manusia kaya lo di produksi lagi sama tuhan."

"Iya lah jangan sampe, gue kan limited edition."
"Cuma ada satu di dunia, dan itu udah jadi milik Alaya."

Sia meringis, kembali duduk di samping Karin. "Kasian gue sama Alaya."
"Lo dapet Alaya itu berkah, sedangkan Alaya dapet lo, jatuhnya malah musibah."

Bukannya marah, Alden justru tersenyum sangat lebar. "Musibah yang indah."

Bola mata Sia mendelik, dalam hati ia menyumpahi banyak umpatan untuk Alden.

Karin tertawa pelan, gemas dengan kelakuan Alden yang blak-blakan namun terkesan jujur dan lucu. "Sebenernya Ayah ada di mobil."

"Terus kenapa ga masuk?"
"Ayah mau berubah status jadi supir?"

"Saya suami Bunda kamu, bukan supir."

Alden menatap ke asal sumber suara, berdecak pelan. Setelah sekian tahun tidak bertemu, ternyata Bratajaya masih saja sombong dan angkuh.

"Kamu tidak mau menyalami tangan saya?" Tanya Bratayaja dengan nada khasnya, datar.

"Ga tuh," saut Alden enteng, menyembunyikan tangannya di belakang punggung.

Bratajaya menghela napas, duduk di sisi Karin yang masih kosong.

"Padahal belum di suruh duduk, tapi udah nemplok aja tuh bokong," Sindir Alden dengan suara kecil, menjejalkan gorengan pisang ke dalam mulutnya.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang