PROLOG

28 7 1
                                    

Penulis menyatakan bahwa karya ini murni milik penulis. Apabila ada yang berniat untuk melakukan plagiat, harap mengingat bahwa ada Undang-Undang nomor 28 Tahun 2014, tentang Hak Cipta.

***

Semesta ini terasa tidak adil, ketika kita menghendaki sesuatu maka kita harus kehilangannya. Itulah yang terjadi pada Alea saat ini. Mencintai seseorang yang tidak akan bisa ia miliki. Bagi Alea cinta itu indah hanya saja waktu yang salah menempatkan pertemuan mereka.

“Nungguin siapa?”

Mendengar suara itu Alea terbangun dari lamunannya. Entah sudah berapa lama alea merenungi nasibnya bahkan taman yang tadinya di penuhi banyak orang, sekarang hanya tertinggal beberapa saja.

“Gak ada, gue cuman mau refresing aja disini,” ucap Alea.

“Kalo gitu gue temenin ya.?”

Alea hanya tersenyum menanggapi perkataan Bian. Abian Abigail, seorang pemuda yang telah menyebabkan Alea berpisah dengan orang yang ia cintai. Bukan sepenuhnya salah Bian hanya saja jika Alea tidak mengenal Bian saat itu mungkin sekarang ia telah bahagia bersama pangerannya.

“Gue minta maaf Lea. Andai gue tau kalau rasa suka gue bikin loe jadi kayak sekarang, lebih baik gue pendam sendiri.”

“Udahlah Bian, biarlah kejadian itu berlalu.”

Hening, tidak ada yang mau membuka suara diantara mereka berdua hanya ada suara angin yang berhembus kencang.

Tak lama air mulai berjatuhan, tetapi tidak ada diantara mereka yang ingin berdiri dari duduk nya. Rintik menjadi hujan membuat pakaian mereka basah.

“Alea hujan, ayo kita cari tempat teduh!” perintah Bian tetapi tidak ada pergerakan sedikit pun dari Alea.

“Biarin gue nikmatin air hujan ini” pasrah Alea.

Ada yang aneh, suara Alea Nampak bergetar. Bian menoleh dan memperhatikan Alea, ternyata benar Alea tengah menangis saat ini. Melihat itu pun Bian menjadi duduk kembali, tidak tega rasanya melihat Alea menangis seperti ini. Meski Bian sudah ikhlas tetap saja rasa itu masih ada. Tidak mudah baginya melupakan Alea, karena cinta yang Bian berikan pada Alea sangat besar.

“Kata orang menangis saat hujan itu membuat hati menjadi tenang” ucap Bian.

Alea hanya memandangi Bian tanpa ingin membalas perkataannya.

“Coba deh loe teriak sekencang-kencangnya, keluarin apapun yang loe rasakan saat ini. Gue yakin setelah itu beban loe akan berkurang.”

“Gue gak tau apa yang harus gue lakuin Bian. Dia yang dulu selalu ada buat gue, sekarang terbaring lemah di rumah sakit. Rasanya gak ada kesempatan lagi buat gue bertemu dia. Setelah semua berhasil gue lewatin kenapa sekarang gue harus kehilangan dia?!” teriak Alea.

“gue sayang sama dia Bian! tapi kenapa tuhan juga ingin misahin gua sama dia? Kenapa selalu ada yang menghalangi cinta gue. Apa gue harus mati dulu baru bisa bahagia?!”

Mendengar hal itu Bian langsung menarik Alea dalam pelukannya. Kini Alea menangis dalam pelukan bian, menumpahkan segala rasa yang ia pendam selama ini. Tangis Alea terdengar
Sangat memilukan seperti seseorang yang sudah menyerah menghadapi kenyataan.

“Loe gak boleh ngomong gitu Alea, banyak orang yang sayang sama loe dan gak mau loe kenapa-napa. Sekarang loe tenangin diri terus kita pulang ya?” ucap Bian.

Alea mencoba tenang dan ikhlas atas semua yang terjadi, mungkin ini sudah menjadi jalan hidupnya. Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang ikut mendengarkan percakapan mereka, dia tersenyum mendengar teriakan Alea tentang perasaannya.

“mungin sudah saat nya gue move on kali ya?” ucap Alea

“move on dari siapa?” ucap seorang pemuda yang dari tadi mendengarkan percakapan Alea dan Bian.

ALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang