Three

1.2K 201 10
                                    

Hati-hati typo

*****

Saat di lift, aku berhasil menghubungi Rano. Lil berulang kali ku telepon tapi tak kunjung diangkat. Kini aku berdiri didepan lobby apartemen Bobby, bersandar ke tiang besar yang ada dipojok. Sengaja kupilih untuk menutupi keberadaanku, karena bisa aja melihatku nanti. Ponselku bergetar, aku mengangkatnya dan melihat nama Rano pada layar.

"Halo.."
"Gue di Lobby No, please jangan kasih tau Azka." Pintaku saat mendengar apa yang Rano sampaikan.
"Oke, lo tahan dia disana. Gue naik ojek aja, tahan No please." Aku keluar dari persembunyian, berjalan agak cepat keluar dari lingkungan apartemen yang lumayan jauh dari jalan besar.
"Gue ngga pulang kerumah, gue kerumah tante. Please gue ngga mau ketemu dia No! Gue pasti luluh lagi sama janji-janjinya dia." Aku menarik cairan yang mulai bergumpal dikedua lubang dihidungku.
"Thanks No."

Ku buka aplikasi pengantaran online, memilih opsi motor supaya lebih cepat. Sambil terus berjalan cepat menuju pos utama.

"Alhamdulillah dapat." Mengganti jalan dengan berlari, aku mendekap tasku erat. Untungnya aku pakai kets hari ini.

Lagi-lagi ponsel ditanganku bergetar, nomoe tanpa nama muncul dilayarku. Pasti Azka, aku yakin.

"Eh kenapa Mbak?" Aku mendongak kaget, ternyata aku berhasil sampai dipos utama, pintu utama apartemen.

"Ngga kenapa-kenapa ko Pak, saya ditungguin ojek Pak makanya lari." Jelasku, di Bapak satpam mengangguk mengerti.

"Atas nama Mbak Awa?" Ku lihat Bapak-Bapak dengan jaket ojeknya menghampiriku.

"Iya Pak." Balasku, lalu menerima uluran helm yang disodorkan. "Kalau begitu duluan Pak." Pamitku pada Pak satpam.

Aku naik dengan cepat setelah mengkonfirmasi alamat tujuan sudah sesuai.

Sebenarnya aku bohong, aku bukan pulang kerumah tanteku. Karena Azka tau semua rumah saudaraku, dari pihak Ayah ataupun Mama. Kami berpacaran cukup lama, 5 tahun secara keseluruhan? Kami dekat sejak masuk SMP, tapi memang baru meresmikan hubungan saat tahun akhir. Hubungan kamipun putus nyambung, mungkin kalo dihitung secara benar, kami cuma berjalan 4 tahun kurang. Saat putus jaman SMA dulu, aku sempat berpacaran dengan lelaki lain, dan Azkapun begitu. Sempat menjalin kasih dengan gadis lain juga. Tapi kami akhirnya memutuskan kembali. Rasanya terlalu sulit melepaskan Azka yang udah begitu dekat denganku bahkan keluargaku. Nyatanya seburuk apapun perilaku Azka diluar sana, aku masih menyayanginya.

7 tahun terlewat, tapi ngga banyak perubahan positif yang terjadi, Azka malah semakin jauh. Berulang kali, mungkin ribuan kesempatan udah aku berikan. Tapi nyatanya sampai sekarang kesempatan itu ngga pernah digunakan Azka dengan benar. Aku menekan egoku kuat-kuat, untuk bertahan dan mendampingi Azka. Tapi semua sia-siakan?

"Mbak." Aku mendongak kaget. "Mbak nangis?" Aku menghapus sisa airmata di pipiku kasar.

"Ngga Pak, saya kelilipan. Kenapa Pak?"

"Ini dari sini kemana ya Mbak? Masuk gg nya aja?" Aku melihat sekelilingku, mengenali gang yang berada didepanku.

"Iya Pak, lurus aja. Nanti berenti di lapangan aja. Ngga jauh ko Pak dari sini." Motor yang ku naiki kembali berjalan, tak berselang lama. Aku bisa melihat lapangan yang sedikit ramai, padahal sudah jam 11 lewat. Tapi masih terlihat ramai.

"Nah disini aja Pak." Motornya berhenti, aku turun dan melepaskan helm.

"Sudah pakai Paypay ya Pak, terima kasih." Si Bapak tersenyum, aku beranjak dari hadapannya.

Melewati beberapa anak muda yang berkumpul dilapangan, aku berjalan agak cepat memasuki gang yang lebih kecil. Tanganku membuka lock ponsel, ku hubungi salah satu recent log panggilan. Aku menunggu harap-harap cemas panggilan yang masih terdengar nada tunggu.

end | Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang