awal

190 10 0
                                    

Let's start psychí

Let's start psychí

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sakit. Perih. Malu.

Tiga kata yang sedang dialami seorang siswi perempuan. Di jadikan bahan tontonan di tengah lapang dengan pakaian yang basah dan sudah tidak beraturan. Juga dengan beberapa lebam dan luka di sekujur tubuhnya.

Lee Jiera.

Anak kutu buku, culun, tidak memiliki teman satupun dan tidak ada yang mau berteman dengannya.

Dia selalu dijadikan tempat pelampiasan amarah semua temannya. Selalu di perintah ini itu dan dipaksa memberikan jawaban saat ulangan.

Selalu terkena hukuman karena teman-temannya melimpahkan semua kesalahan padanya.

Konyolnya, sang guru percaya dengan ucapan omong kosong itu walau sudah mengetahui fakta yang sebenarnya.

Lucu bukan?

Jiera tidak mempunyai siapapun. Dia sendiri. Keluarganya sudah tidak ada.

"Kan gue udah bilang, kerjain tugas kita sekelas. Lo udah bisa ngelawan ya? Denger gue gak sih anak haram?!"

Itu Minju Kim. Dia itu anak terkenal, ada di kelas yang sama kaya Jiera.

"Ma-maaf."

Sret!

Rambut Jiera di tarik paksa, Jiera ngedongak dan menutup matanya erat. Mencoba menahan perih yang menjalar di kulit kepalanya.

Plak!

"Besok pagi gak beres, lo tau sendiri akibatnya!"

Jiera di tinggal sendiri. Di biarkan begitu saja. Mereka yang menonton malah tersenyum dan tak sedikit yang sudah memotretnya.

Setelah itu mereka semua meninggalkan Jiera sendiri. Bahkan satpam yang melihatpun tidak ada rasa iba sedikit hanya untuk membantu Jiera berdiri.

Jiera menghela napas, dia merapihkan isi tasnya yang sudah berserakan di mana-mana dan memaksakan bangkit. Pusing seketika menerjang, kepala Jiera benar-benar terasa sakit.

"Hey, lo gak papa?"

Jiera mendongak menatap sosok lelaki tidak berseragam yang berdiri di depannya.

Jiera menggeleng lalu mengucek matanya. Dia tidak mempercayai semuanya. Mana mungkin ada orang yang merasa iba padanya?

Sudah hampir 2 tahun Jiera bersekolah, tidak ada satupun yang pernah menanyakan keadaannya. Meskipun guru sekalipun, tidak ada yang merasa iba terhadapnya.

Rasa iba mereka lenyap ketika menatap tumpukan kertas yang di sodorkan.

"Lo baik-baik aja kan? Gue bantu ya?"

"Lo siapa?"

Pertanyaan yang Jiera balas dengan pertanyaan. Sedikit bodoh memang.

"Gue bakal ngasih tau nanti, sekarang kita ke ruang kesehatan dulu. Lo butuh obatin diri lo."

[1] psychí - Huang Renjun [END]Where stories live. Discover now