Kota Penjara

32 1 0
                                    

1

Mata itu terbuka perlahan tatkala lagu yang ia dengarkan berhenti terputar. Ia menghela nafas dan kembali menekan tombol replay pada lagu yang sudah 1 jam ia dengarkan berulang-ulang. Ia melirik pada ponselnya, mengecek apakah jam penerbangannya sudah dekat. Belum, masih ada setengah jam lagi.

"Mbak, ngantuk?" suara disampingnya menanyai dirinya. Ia menoleh dan melepaskan earphone yang terpasang.

"Kenapa?"

"Mbak ngantuk?" tanya suara itu lagi. Ia menggeleng.

"Sedikit sih...but I'm okay." Lelaki bermata tajam -Adimas Nurain- yang merupakan adik kandungnya hanya mengangguk dan kemudian sibuk kembali dengan ponselnya. Ia menghela nafas.

"Kita datang kecepatan."

"Atau bapak memilihkan tiket yang jamnya terlalu lama dan memaksakan kita datang 3 jam lebih awal?"

Keduanya terkekeh. Ya, ayah mereka sangat insecure dengan terlambat check-in atau pun tertinggal pesawat hingga memaksakan keduanya harus datang 2-3 jam lebih awal atau mereka akan mendengarkan amarah ayahnya yang sangat mudah tersulut. Nadira -perempuan itu- menatap bandara yang nampak ramai dan semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

"Kakek kita masih belum ada kabar? Ndeh beum ngabarin?" Nadira menatap pria berkacamata disampingnya. Adimas menggeleng.

"Belum, coba telfon?" Adimas memberi saran. Nadira menghela nafas dan mencoba untuk menelfon adiknya namun tidak ada jawaban. Nadira menggeleng.

"Negative."

"Well...shit happens.."

Keduanya tertawa kembali. Diam menyelimuti hingga Adimas menoleh pada Nadira.

"Mbak serius pacaran dengan mas Dani?" Nadira diam dan menaikan bahunya. Adimas hanya menghela nafas.

"Mbak, jangan kebiasaan deh. Mbak semenjak putus dengan William jadi suka main-main dengan perasaan orang. Kita sekeluarga kaget mbak pacaran dengan mas Dani."

Nadira menatap adiknya dan terkekeh.

"William itu orang Prancis, mau gimana pun kita LDR. Wajar ujungnya dia selingkuh dengan perempuan lebih baik dan mereka berdua juga bakal tunangan tahun ini."

"Mbak masih dendam dengan William?"

"Sedikit sih, padahal dia sudah bikin mbak bisa move on dengan Kenno, tapi malahan dia yang memberikan lebih banyak luka. Sudah dendam dengan laki-laki seperti ayah, trauma degan laki-laki, bisa memaafkan gara-gara Kenno, tapi dia malah meninggalkan mbak ketemu Tuhan duluan, terus ketemu William, pacaran 8 bulan, eh ternyata dia sudah selingkuh sebulan dengan perempuan dari Paris. Mbak akhirnya dendam deh dengan laki-laki, mbak jadi suka tarik-ulur perasaan laki-laki sampai ibu khawatir..hahahahaha."

"Ditambah lagi mbak sudah jadi langsing setelah turun berat badan dari 116 Kilogram dan sekarang mbak jadi 80 Kilogram, kan? Jadi makin gampang didekati laki-laki?"

"Ya, kayak gitu. Jadi menyenangkan aja ngeliat banyak laki-laki yang suka sama mbak terus mbak tarik ulur. Seneng aja, gitu. Ngebayangin coba aja William mbak gituin. Terus agak tobat setelah ketemu Aditya, eh doi beda agama. Ya udah tobat deh, ketemu dengan Dani dan dia sabar ngedekatin mbak. Ya udah deh kita pacaran." Nadira terkekeh sembari menatapi ponselnya dan membalas pesan dari pacarnya. Dimas hanya menghela nafas.

"Mbak..let me tell you...karma itu ada, hati-hati. Mbak sayang gak sama mas Dani?"

Nadira terdiam. Dia menatap adiknya. Nadira menaikan bahunya.

A World Without EndsWhere stories live. Discover now