9. Saat Itu, di UKS

263 47 5
                                    

Dua minggu telah berlalu

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Dua minggu telah berlalu. Bagi Alena semua kesehariannya tidak ada yang berbeda, hanya saja hubungan pertemanannya dengan Jevano kembali canggung. Padahal waktu itu Jevano sendiri yang bilang jangan ada kecanggungan di antara keduanya. Berbeda dengan Revano yang kini terlihat semakin akrab dengan Alena.

“Alena.”

Panggilan seseorang membuat Alena menghentikan langkahnya yang baru saja memasuki gerbang sekolah. Itu Jevano, firasat Alena mengatakan itu benar Jevano, walau Ia ragu mengingat hubungan keduanya sangat canggung saat ini.

“Gua Jevano. Pulang dari sini, ikut gua. Ada yang mau gua omongin.” Ucap Jevano, Alena hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari ajakan Jevano.

“Alena, jangan canggung.” Pinta Jevano, Alena menatap ke arah Jevano dengan wajah yang bingung. “Canggung?”

“Iya, jangan canggung."

"Nggak kok, kenapa harus canggung?" Tanya Alena. "Gapapa, kalau gitu gua duluan deh. Cepet masuk ke kelas, bentar lagi masuk." Ucap Jevano lalu menepuk pelan kepala Alena kemudian pergi meninggalkannya.

Alena merona. . .

“Canggung sih nggak terlalu, tapi kendaliin deg-degannya itu loh susah, paham gak sih dia?!” Kesal Alena menatap Jevano yang kini sudah menghilang dari hadapannya.


***


Alena kini buru-buru merapihkan alat tulisnya yang masih berserakan di atas meja. Ia dengar Jevano sedang berada di UKS dan menanyakan tentangnya kepada Keenan tadi, maka sekarang Alena ingin menghampiri laki-laki itu.

“Alena, kita masih ada satu pelajaran lagi loh.” Ucap Jenar.

“Izin, bentar doang.”

“Tapi, Na..”

“Lagipula pak Rudi jarang dateng kalau di jam terakhir, bentar doang please.” Pinta Alena.

Jenar dan Zoya saling bertukar tatap kemudian mengangguk. “Yaudah sana, titip salam buat Jevano juga, gws.”

Alena mengangguk lalu berlari kecil ke UKS dan masuk setelah mengetuk pintu. Hanya ada Jevano yang kini tengah memejamkan matanya, penampilannya terlihat sedikit berantakan.

Segera Alena menghampiri Jevano dengan langkah sunyi agar Jevano tidak terusik.

“Kalau lu mau nyari ribut, jangan di sini.” Ucap Jevano, Alena mengernyitkan dahinya bingung.

“Ini gue, Van.” Ucapan Alena membuat Jevano kini membuka matanya dan merubah posisi menjadi terduduk. Alena mendekat sedangkan Jevano tersenyum tipis.

“Sorry, gua pikir siapa tadi.” Alena hanya tersenyum sebagai jawaban.

“Gua seneng lu ke sini.” Ucap Jevano memecahkan keheningan. "Emangnya ada apa?" Tanya Alena.

“Kayaknya waktu gua tukeran sama Revano, dia sering ribut ya?” Tanya Jevano yang kini bertanya balik kepada Alena. “Mungkin, tapi yang gue tau baru sekali.” Jawab Alena, Jevano terkekeh.

“Pantes.”

“Danial ngapain emang? Kok sampe lu di UKS gini?” Tanya Alena, Jevano menggelengkan kepalanya pelan. “Gapapa, tadi dia sempet ngajak ribut, tapi keburu keciduk guru. Kalau UKS sih, gua ngantuk aja.” Jawaban Jevano membuat Alena memukul pelan lengan Jevano.

“Ngeselin, tau gitu gue ikut pelajaran terakhir.” Ucap Alena, Jevano hanya tertawa kecil kemudian terdiam dan menatap dalam Alena dengan senyum tipisnya itu.

“Alena.” Panggil Jevano. “Hm..”

“Lupain gua ya?” Pinta Jevano, Alena menatapnya bingung.

Jevano menceritakan semua tentangnya kepada Alena yang kini duduk di sebelahnya. Dari masa lalunya, dan alasan Ia sering bertukar posisi dengan kembarannya.

Saat itu, di jam pelajaran terakhir tepatnya di UKS, Alena mendengar semua tentang Jevano yang selama ini membuatnya penasaran. Semua rasa ingin tahunya terjawab oleh cerita Jevano kala itu. Tak ada rasa ingin tahu lebih jauh, namun Jevano tetap menceritakan kisahnya tanpa henti. Bahkan tak jarang di sela-sela cerita, Jevano tersenyum dan tertawa.

Saat itu pula, Alena kembali merasakan jatuh cinta, melihat Jevano yang menceritakan semua kisah hidup kepadanya. Di matanya, Jevano hanyalah anak kecil yang benar-benar menggemaskan dan tak ingin Ia tinggalkan oleh alasan apapun.

“Bagi gua, hidup gua ini dulu sempurna, sebelum gua tau ternyata gua punya hal ini dalam hidup gua sendiri.” Ucap Jevano mengakhiri ceritanya. Alena hanya bisa terdiam dan matanya kini berkaca-kaca.

Keduanya saling terdiam untuk beberapa saat, sampai Jevano kini menarik dalam nafasnya lalu bangkit dari duduknya kemudian memilih untuk berdiri di hadapan Alena menatap gadis di depannya ini.

“Gua udah kasih tau lu untuk berhenti suka sama gua. Sekarang lu bisa nilai sendiri kan alasannya? Jauhin gua, Alena.” Ucapan Jevano membuat Alena tidak dapat menahan air matanya.

“Dari awal waktu gue udah yakin kalau gue suka sama lu, tujuan gue mau liat lu senyum, ketawa dan bahagia, walau gue cuma bisa liat lu dari jauh, Van.” Balas Alena, Jevano hanya terkekeh.

“Itu semua cuma perasaan sementara, kita masih terlalu dini untuk tau itu semua. Sekarang lebih baik lu lupain gua. Gak ada yang harus lu pertahanin lagi.”

Alena menggelengkan kepalanya tak setuju, “Ini hidup gue, kenapa lu jadi ngatur? Hak gue mau suka sama lu atau gak. Sekalipun lu meminta gue untuk menjauh, lu gak bisa memaksa gue untuk lupain perasaan ini. Gak bisa, Aiden.” Jelas Alena dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

“Dari awal gua udah yakin lu ini emang keras kepala ya. Nyesel gua ketemu sama lu. Seharusnya gua gak tau lu, lu penganggu dalam hidup gua.” Ucap Jevano tanpa merasa bersalah. “Gak peduli. Jangan paksa gue untuk nurutin permintaanlu yang konyol itu.” Ucap Alena.

Jevano mengusak rambut frustasi akan ucapan gadis di depannya ini. Ia tidak ingin munafik bahwa Ia juga menyukainya dan bahkan bisa dikatakan bahwa Jevano membutuhkan Alena untuk berada di sisinya, namun Ia tak ingin egois, Alena juga berhak bahagia.

“Jauhin gua, Alena.” Lirih Jevano sembari menatap gadis di depannya ini dengan sedih.

“Jauhin gua biar lu bahagia.” Lanjut Jevano. Alena kini berdiri di hadapan Jevano kemudian mendekat dan menundukan kepalanya sebelum kini menatap dalam Jevano. “Gue gak mau berhenti juga ada alasan, Van. Semua tentanglu yang buat gue bertahan.” Ucap Alena tulus.

"Gue cuma mau liat orang yang gue suka itu bahagia, gue mau liat lu senyum. Gue juga mau lu tau kalau lu gak sendirian di dunia ini, intinya gue khawatir, gue takut semua kebahagiaan di dirilu hilang gitu aja. Lu gak boleh sedih, lu harus selalu bahagia!" Lanjut Alena yang kini menangis, Jevano hanya menatap Alena dengan mata yang kini sudah memerah.

"Tapi gua gak akan bertahan lama, Alena.."

***
9. Saat itu, di UKS

AidenOnde histórias criam vida. Descubra agora