♪ : BAB 52 [a]

1K 163 116
                                    

Rasanya menenangkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rasanya menenangkan. Bahu yang saling melekat, jemari yang saling terikat, langkah kaki seirama, walau nyatanya hati sudah lama terpisah. Jalan takdir memang begitu adanya. Masing-masing harus tetap bahagia walau tidak dengan bersama.

♪♪♪

Rion tersenyum lebar sambil menyodorkan helm pada seorang perempuan yang baru saja keluar dari pagar rumahnya. Walaupun hujan pukul enam sempat membuat Rion patah semangat, beruntung satu jam kemudian hujan mulai berhenti. Bersama pespa kesayangannya, akhirnya penantian Rion terbayarkan sudah. Perempuan di hadapannya menerima helm tersebut dengan cengiran lebar sembari berjingkrak kecil. Bawahan dress yang ia gunakan ikut bergerak kesana kemari, memamerkan sedikit bagian betisnya.

"Kirain kita nggak bakalan ketemu lagi," ujar Judith dengan senyum sambil memasangkan helmnya ke kepala. Dikuncinya bagian pengaman dekat dagu, kemudian naik ke kursi belakang Rion dan refleks mencium aroma wangi yang menguar dari pria itu. "Udah lama banget ya aku nggak naik pespa ini, helm kodoknya juga masih sama aja."

"Sengaja aku simpen, kalau-kalau kamu dateng."

"Seniat itu?" tanya Judith mencoba memajukan kepala dari arah kanan Rion. Perempuan itu hampir saja memeluk lengan mantannya, tetapi buru-buru ingat dan perlahan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha. "Kamu coba bawa perempuan lain dong di kursi belakang. Masa masih ngarepin aku?"

Di sela tawa Judith yang terdengar begitu manis, ada tangis dalam hati yang sedang Rion simpan seorang diri. Pria itu hanya berusaha menguburnya, dia ingin menikmati hari ini sebaik mungkin tanpa harus menjerumuskan dirinya sendiri dalam luka kesedihan. Karena Rion tahu betul, dia hanya memiliki waktu selama 48 jam bersama Judith dan setelah itu sang perempuan kesayangannya akan kembali ke rumahnya. Ralat, 48 jamnya sudah mulai bergerak. Kini sudah pukul 8 dan hanya tersisa 40 jam lagi.

Rion mencoba menoleh ke belakang, dia berdehem sebelum bersuara. "Lun, kamu bilang semalem mau kasih aku 3 permintaankan selama 48 jam kita bareng-bareng."

Judith mengangguk, "Iya. Kamu mau pakai sekarang?"

"Aku minta permintaan pertama."

"Apa?"

Rion melirik ke bawah, tepatnya pada tangan Judith yang bertumpu di atas pahanya sendiri. "Peluk pinggangku selama kita muter-muterin kota mau, ya, Lun?"

Di kursi belakang, Judith menggigit bibirnya sedikit khawatir. Dia tidak mengira kalau permintaan Rion akan dipakai secepat ini. Tetapi demi profesionalitas, Judith tidak mengeluarkan suara melainkan langsung memeluk pinggang Rion dengan erat. Dia bahkan menyenderkan pipinya pada kemeja hitam yang Rion kenakan hari ini. Menghirup lagi wangi pria itu untuk ia simpan dalam kepalanya. "Ayo jalan, Waluku."

Rion tersenyum, dia mengangguk dan mulai menyalakan mesin. Pelan tapi pasti, pespa hitam itu mulai berjalan pada aspal yang di permukaannya masih terdapat sisa air hujan. Mereka sama-sama menikmati udara dingin yang kembali disuguhkan oleh Yogyakarta. Jarang-jarang bisa begini, pikir Rion.

Just Like YesterdayWhere stories live. Discover now