Hallo, Jogja

170 28 26
                                    

Seorang gadis terus berjalan menunduk, Ekor matanya tak berhenti menatap awas ke sekeliling.

Beratnya koper yang sejak tadi dia geret tidak menyurutkan langkah kakinya. Dari ekor matanya, dia melihat sebuah bangku panjang yang sudah diduduki beberapa orang, dengan langkah cepat dia berjalan ke sana, duduk di kursi paling pinggir dan meletakkan kopernya tepat di sebelahnya.

Gadis itu mengeluarkan handphonenya, melihat baik-baik foto yang ada di lockscreennya lantas menggulirnya, menghantarkan ia ke beberapa panggilan tak terjawab-yang memang dengan sengaja tidak dijawab- panggilan itu berasal dari nomor yang sama.

“ngapain sih ni orang ganggu terus perasaan” gadis itu menggerutu sendiri.

“permisi, mbak. Saya duduk disini ya” gadis itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari handphone-nya hingga satu panggilan mengagetkannya lagi.

“gak usah gue angkat deh, ntar gue dipaksa balik lagi” gadis itu menarik jarinya yang tadi hendak menekan tombol untuk menerima panggilan, lalu dengan ragu mendekatkan jarinya lagi ke layar, begitu terus dalam waktu beberapa detik. Tanpa disadari lelaki yang duduk di sebelahnya sedang memainkan game dengan apiknya hingga pergerakannya menyenggol lengan gadis itu yang secara tak sengaja membuat gadis itu memencet tombol hijau untuk mengangkat panggilan.

“SHIT!!...” gadis itu mengumpat pelan, lantas mengarahkan tatapan tajamnya ke arah lelaki yang masih sibuk bermain game.

“sialan banget ni anak…awas aja lu ya!!” ucapnya dalam hati. Secara terpaksa dia mendekatkan layar handphone ke telinga dan suara keras yang sangat ia kenali langsung menyambar pendengarannya.

“Kamu kemana sih?! Gak kasian sama orang tua?! Apa susahnya sih ikut Mama ketemu mereka? Kamu mau Mamanya malu? Mau Mama diledek? Hah?!” gadis itu memutar bola matanya, malas sekali harus menyahuti omelan sang Mama.

“kamu dimana? Biar Mama yang jemput kamu langsung!”

“kenapa sih, Ma? Mama gak kasian sama Letta? Ini hidup Letta, Ma. Letta bisa urus sendiri, Letta gak suka dipaksa. Tau gini Letta gak usah angkat telepon Mama, kalau Cuma buat dipaksa!” dia mematikan sambungan telepon secara sepihak, memasukkan lagi ponselnya dalam saku celana.

“yang merah tuh yang impostor, yakin gue…” Gadis yang bernama Letta itu menatap lagi lelaki yang sejak tadi tak henti hentinya berbicara sendiri ke layar ponselnya.

”Mas,bisa diem gak sih?!gara gara Mas nih, saya jadi terpaksa angkat telpon Mama saya!” ketusnya sambil memberikan laki laki itu tatapan mematikan, lelaki itu justru hanya memandang sekilas wajah Letta lalu memalingkan wajahnya lagi.

“Mbak ini harusnya seneng dong di telpon Mamanya, kok malah kesel sih, aneh banget jadi orang” lelaki itu berbicara tanpa memandang wajah Letta yang sudah menatapnya serius.

“Mas mah gak tau apa-apa. Mama saya tuh lagi cosplay jadi macan, marah marah mulu bawaannya” Letta melihat kedepan, ke arah rel kosog.

“pantes aja Mbaknya begini” lelaki yang sedang memakai hoodie itu melipat tangannya di depan dada, dia sudah tak memainkan ponselnya lagi.

“maksud, Mas?” lelaki itu tetap melihat ke depan

“ya Mbak juga marah marah tadi, pasti nurun dari sifat Mamanya Mbak yang suka marah-marah” belum sempat Letta menjawab, pengumuman yang menandakan kereta akan tiba sudah menggema di seluruh ruang.

“duluan, Mbak” ucap lelaki tadi langsung berdiri pergi, orang orang juga langsung berdiri menunggu kereta sambil berdempetan. Letta dengan malas memegang lagi koper besarnya, menggeretnya hingga ada dalam barisan orang orang yang tak sabar naik kereta.

Saat kereta berhenti dan beberapa orang sudah sibuk berebut naik tanpa memperdulikan omelan orang yang ingin turun. Sebagiannya lagi-termasuk Letta- memilih menunggu sebentar sampai penumpang lain sudah turun.
Tangan Letta masih setia menggeret kopernya memasuki kereta, matanya melihat ke kanan dan ke kiri, mencari nomor bangkunya

“nah, itu dia” senyum sumringah muncul ketika Letta berhasil menemukan tempat duduknya. Susah payah dia mengangkat kopernya yang sangat disayangkan begitu berat akibat banyaknya make up yang ia bawa.

“saya bantu” tanpa menunggu konfirmasi, sebuah tangan gagah lebih dulu mengambil alih kopernya, mengangkat kopernya dan meletakannya di tempat barang di atas mereka.

“loh, Mas yang tadi kan?” Letta menatap tak percaya dengan lelaki yang membantunya ini. Lelaki itu memilih duduk di bangku yang ternyata sebelahan dengan letta.

“saya masih muda, Mbak. Masa di panggil Mas” Letta ikut duduk di sebelahnya.

“ehm…Mas, saya boleh gak duduk di tempat Mas, saya mau liat pemandangan gitu” dengan canggung Letta memberikan senyuman dan mata memohon menatap lelaki itu, tanpa mengucapkan apapun lelaki itu berdiri dari duduknya menandakan dia berbesar hati merelakan pemandangan yang akan dia lihat nantinya.

“Makasih, Mas” buru buru Letta mengambil alih tempat duduknya, takut lelaki tadi berubah pikiran.

“Natta” setelah duduk dengan nyaman, lelaki itu akhirnya membuka suara juga.

“hah? Gimana?” ucap Letta terheran. Lelaki itu mengulurkan tangannya yang justru membuat Letta menatap lekat uluran tangan itu.

“daripada manggil mas, mending panggil saya Natta” oh, ngajak berkenalan ternyata.

“Letta,Mas. Eh… Natta maksudnya” Letta dengan riang gembira menyambut uluran tangan itu, saat uluran tangan mereka terlepas, saat itu juga lenguh klakson kereta terdengar, menandakan kereta berangkat.

Selamat tinggal Jakarta, hallo Jogja.

*****

Halooo semuanyaaaa, berhubung cerita ku yang sebelumnya masih ku revisi dan kutulis ulang, jadi aku mau gantiin dengan yang ini.

Cerita ini insyaallah gak akan gantung kaya yg kemaren kemaren kok, karena ini udah ada lumayan lama di catatan hp aku.

Jangan lupa dukung cerita ini dengan vote dan comment kalian ya 💜

Terimakasih sudah menyempatkan membaca cerita ini, salam sayang dari author yang masih harus banyak belajar 💜

LOADING MATCHWhere stories live. Discover now