5} Banyak Jalan Menuju Roma

9 4 0
                                    

Suara musik disco menggema di seluruh penjuru ruangan, suaranya memekakkan di telinga pendengarnya. Lampu berwarna-warni ikut menghiasi seluruh ruangan. Ruangan itu seakan ingin meledak, puluhan orang menari-nari sambil membawa segelas minuman. Tak terkecuali dengan June dan Jenie. Sudah rutinitas mereka untuk datang ke bar seperti ini setiap hari.

"Mau nambah?" tanya June kepada Jenie yang duduk di sampingnya.

Jenie menyandarkan kepalanya ke punggung sofa dan meletakkan minuman berwarna merah itu ke meja yang ada di depannya. "Udah, ini aja cukup buat malam ini," jawab Jennie sambil menyunggingkan senyum manisnya.

June menarik tangan Jenie menuju panggung yang ada di depan mereka. Sepasang kekasih itu menari dengan begitu lincah di hadapan banyak orang. Musik yang awalnya beraliran rock, kini beralih menjadi musik yang sedikit menenangkan. Sorak-sorai penonton semakin lama juga semakin riuh.

June menjadi lebih semangat. Dirinya meminta salah satu temannya yang juga ada di situ untuk mengambilkan dompetnya. Ya, June memang seperti ini menghamburkan uangnya hanya untuk kebahagiaan duniawi.

"Mau ke mall?" tawar June dengan sedikit keras di telinga Jenie.

"June, ih! Kita udah di luar club, Sayang. Nggak perlu teriak," timpal Jenie dan mengakhiri kalimatnya dengan kekehan.

"Iya, iya. Cium dulu dong kalau udah di luar. Habis ini kita belanja," ucap June sambil menunjukkan senyum miringnya.

Tentu Jenie menuruti ucapan kekasihnya. Mereka saat ini berada di ruang parkir, jadi suara musik dari club sudah tak terdengar sama sekali. Mereka berdua menuju mobil untuk segera berangkat menuju mall. Mereka tidak minum alkohol hingga mabuk, mereka hanya minum minuman ringan. Bahkan June dan Jenie hanya pernah mabuk dua kali. Itu saja saat mereka mendapat suatu masalah keluarga.

Malam yang dingin, jalanan yang mulai sepi. Menemani perjalanan sepasang kekasih itu. Satu per satu kendaraan yang ada di jalanan, June lewati. Dinginnya angin yang berhembus tak dapat menembus kulit June dan Jenie.

Untungnya masih ada mall yang buka semalam ini; pukul 22.00. Saat June dan Jennie berjalan, mereka menjadi perhatian beberapa orang yang juga mengunjungi mall. Tentu perilaku dan penampilan June tak jauh berbeda; June memenuhi tangannya dengan tato, menindik tengilanya, memakai celana jeans yang sobek, dan juga badannya yang kurus. Sedangkan Jennie mewarnai rambutnya dengan warna ungu dan memakai pakaian yang begitu ketat dan pendek.

Malam ini berakhir dengan June dan Jennie pulang tepat pukul dua belas malam.

***

Hari yang tidak pernah diinginkan June seumur hidupnya, kini datang. Uang tabungan dan juga uang yang setiap hari ayahnya berikan habis tak tersisa. Walaupun ayah June merupakan pemilik salah satu perusahaan terbesar, tetap saja uang yang dihasilkan bukan milik June melainkan milik ayahnya. Begitu juga dengan teman dan kekasihnya. Mereka tentu meninggalkan June begitu saja. Uang sudah tidak ada, kekasih dan juga teman ikut meninggalkan.

Saat ini June hanya bisa berdiam diri di apartement-nya. Tenaganya sudah habis ia kerahkan untuk berteriak dan juga menghancurkan barang-barangnya. Keadaan tempar tinggalnya sudah tak beraturan; benda-benda kaca pecah, sudah tak di tempatnya lagi, keadaannya sudah seperti kapal pecah.

Puluhan telepon dan juga ratusan pesan yang June kirim ke Jenie sama sekali tak yang di respon. June yang hanya pengangguran, sudah tak tahu akan kemana arah hidupnya. Selurih orang yang mendengar berita ini, malah ikut mencaci maki June.

Penyesalan yang menurut June hanya akan sia-sia. Dia mencoba menipu dirinya sendiri bahwa ini bukanlah kesalahannya dan dia juga tak ingin menyesali semua ini. Padahal dirinya juga sadar bahwa dirinya sedang mengalami penyesalan berat saat ini.

"Argh!" June mengacak-acak rambutnya sendiri sambil membanting tubuhnya di atas tanjang tidurnya. Bahkan air matanya sedikit mengalir saat ini.

Tentu orang tua June sudah mendengar kabar ini. Mereka sengaja tak ingin membantu June untuk saat ini. Ini adalah pelajaran hidup untuk bekal masa depan June.

***

Ah, leganya. Itu hanyalah cerita masa lalu dari seorang June Arkena. Saat ini June juga sudah menjadi pemilik lahan sawah yang begitu luas. Bahkan uang yang ia dapat setiap kali panen sudah hampir mencapai miliyaran rupiah.

Perjuangannya tak mudah untuk bangkit. June sudah mencoba berbagai profesi mulai dari pedagang kaki lima, buruh tani, juga wiraswasta.

Tapi, June juga paham. Ini adalah hidup. Dia juga selalu senang saat mengingat masa lalunya. Itu menjadi kenangan tersendiri untuk hidupnya. Walau orang taunya merupakan pemilik perusahaan besar, tak tentu anaknya juga akan mewarisi harta itu. Banyak sekali jalan menuju kesuksesan.

Kenangan Untuk Berjuang-[Kumpulan Cerpen]Onde histórias criam vida. Descubra agora