●●●●●●●●●●Sunghoon merebahkan tubuh pada ranjang tempat tidurnya, menghela napas untuk ke sekian kalinya. Pikirannya kacau mulai dari tiga hari yang lalu. Ditambah lagi dia sekarang sesang sendirian di rumah. Tidak ada mamanya, papanya, adiknya maupun Jongseong.
Tiga hari lalu pengambilan rapor untuk kelas sebelas di sekolahnya, awal mula pikiran kacaunya.
Peringkat Sunghoon ada di urutan ke sembilan dari total tiga puluh dua siswa, turun empat peringkat dari hasil yang sebelumnya dan itu membuat kepalanya mau pecah.
Sunghoon itu bukan tipe yang suka belajar giat, dia hanya berusaha memahami semua pelajaran yang diajarkan saat itu juga sampai tuntas, tidak suka mengulang materi yang sudah diajarkan. Jadi saat kemarin ulangan, dia hanya belajar sedikit-sedikit, tidak menyangka kalau soal yang diberikan ternyata benar-benar berbeda dari apa yang sudah dia pelajari, zonk.
Walaupun hanya satu pelajaran, tapi efeknya benar-benar besar, mengingat kelas Sunghoon adalah kelas dengan isi anak-anak ambisius.
Sunghoon tidak takut mama atau papanya marah, sama sekali tidak karena dia tidak pernah dipaksa untuk dapat peringkat tinggi, tapi dirinya sendirilah yang merasa begitu terpuruk. Dia merasa begitu kecolongan. Bisa-bisanya lebih memilih main PS ketimbang mengulangi materi yang menurutnya sudah dia kuasai padahal tidak. Sunghoon merasa sangat amat menyesal.
Sunghoon menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan dengan posisi tengkurap, dia pusing sekali.
Moodnya benar-benar hancur, dan dia dari kemarin merasa kangen sekali dengan pacarnya yang sedang liburan dengan teman-teman sekelasnya selama lima hari di daerah pegunungan sana, dan hari ini sudah terhitung hari ketiga.
Sunghoon tidak mau merengek. Tapi dia benar-benar membutuhkan afeksi dari Jongseong sekarang juga. Dengan sangat amat jujur dia merindukan Jongseong.
Pikiran-pikiran jelek yang bergerumul acak dalam otaknya mampu membuatnya lemas, tidak bertenaga. Perasaan yang dari kemarin tidak enakㅡmenyesal, galau, marahㅡ yang dia rasakan benar-benar sudah mencapai puncak, membuat kepalanya terasa berputar.
Sunghoon menangis, dan tanpa suara.
Hanya air mata yang tiba-tiba merembes keluar dari pelupuknya dengan deras, akibat kemarahan yang sudah tidak terbendung.
Sunghoon tidak mau merengek, sungguh. Karena ini semua sudah pasti salahnya. Dia sendiri yang membuat semuanya kacau, goals yang dia sudah buat mulai dari awal masuk SMA harus berakhir tidak tercapai.
Semester ini benar-benar payah, iya, dia yang payah. Pikirnya seperti itu.
Dadanya sesak, bisa-bisanya dia bertingkah seperti ini.
Isakan pertama akhirnya keluar, disusul dengan isakan-isakan lain yang terdengar menyakitkan.
Sunghoon itu tidak cengeng, dia cowok kuat dan semua orang mengakui itu, bahkan dirinya sendiri.
Tapi dengan kejadian seperti ini yang membuatnya benar-benar hancurㅡapalagi atas perbuatannya sendiri, dia sudah sangat merasa gagal akan janjinya kepada mama kepada diri sendiri. Sunghoon tidak bisa mempertahankan peringkat lima besar padahal dia ingin sekali.
Sampai tiba-tiba ponselnya berbunyi, panggilan telepon dengan bunyi berbeda dengan nada dering lainnya. Jongseong.
Sunghoon semakin menangis saat sadar bahwa dia benar-benar butuh Jongseong di sini, tapi kondisi yang saling berjauhan begini sama sekali tidak memungkinkan, dan Sunghoon benar-benar merasa benci. Maka dengan begitu dia tolak panggilan itu, kemudian mematikan ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
where the sea sleeps • jayhoon
Fanfiction"Kapan jadiannya, sih?" Tanya seseorang dengan raut wajah penasaran. "Gue sama Jongseong?" Sunghoon menunjuk wajahnya sendiri. Anggukan dia terima. "Oh, dari pertama kali ketemu juga udah jadian, kata bunda sih pas gue umur 3 bulan." Cerita random t...