7. JANJI BARA

2.2K 348 28
                                    

Lintang membiarkan air shower membasahi tubuhnya yang kotor. Malam kelam, sudah ia lalui dengan Bara. Berdua, di apartemen cowok itu yang sukses kini jadi tempat paling Lintang benci. Mati-matian Lintang untuk bisa pulang, melawan rasa sakit di area ‘bawahnya’ yang terus menderanya. Setelah berhasil pulang, Lintang langsung mengurung diri di dalam kamar mandi.

Sudah hampir 1 jam penuh, ia terus memeluk lututnya. Menangis diantara lutut dengan kepala tenggelam. Air shower yang dingin, tidak sama sekali membuat Lintang mau bangkit.

“Hiks ... aku bodoh!” Sumpah serapah, untuk dirinya sendiri itu sontak keluar.

Lintang memukul-mukul kepalanya, menjambaknya sesekali sambil menangis tergugu. Lintang merasa jadi gadis paling bodoh, karena menyerahkan semuanya pada Bara.

“Gimana kalau papah sama mamah tau? Hiks ....”

Lintang mendongak, menatap langit-langit kamar mandi yang terlihat begitu bersih. Bahkan, sekarang Lintang tidak pantas disebut gadis bersih. Ia sudah kotor. Mantan gadis, itu sebutan yang pantas untuknya sekarang.

Semalaman penuh Bara menjamah tubuhnya dengan bengis, dan yang bisa Lintang lakukan hanyalah diam. Membiarkan Bara meluapkan nafsunya.

“Pah, mah, maafin Lintang. Lintang gagal jaga diri Lintang,” ucap gadis itu parau.

🖤🖤🖤

“Nih minum.” Cakra menyodorkan sebotol air mineral pada Bara yang baru saja sampai di markas PASMARS.

Bara mengambilnya dengan baik, dan langsung meneguknya. Wajah Bara yang terlihat kusut, jelas menimbulkan tanya pada ketiga temannya itu.

“Lo kenapa, dah?” tanya Elgo langsung. Ia menatap Bara serius.

“Lagi ada masalah, ya?” tebak Satria asal.

“Ck,” Bara berdecak frustasi. Ia duduk di kursi dengan tidak nyaman. “Gue kelewat batas, bro!”

Sontak, mata ketiga temannya itu membulat. “Apanya anjir? Lo kelewat batas sama Lintang? Iya??!” heboh Cakra membuat beberapa anggota PASMARS lain menoleh sebentar.

“Jangan kenceng-kenceng, bego!” tegur Bara kesal.

“Eh seriusan Bar, yang bener ceritanya. Jangan bikin kita penasaran yaelah!” Elgo berdecak kesal, tingkat kekepoannya sudah membumbung tinggi.

Bara berdeham, memegangi botol air mineral itu dengan setengah minat. Bara benar-benar masih dihantui bayang-bayang semalam. Malam persetan dirinya dan Lintang. Bara mengingat semua. Dan Bara merasa, sedikit bersalah. Ia tidak merasa bersalah sepenuhnya, karena Lintang juga ikut andil. Jika saja Lintang tidak merangsangnya, tidak mungkin Bara melakukan hal ‘lebih’. Tapi, tidak dipungkiri, tujuan Bara memang menjurus pada hal ‘lebih’ itu.

“Semalam, gue ajak ke kelab. Terus gue kasih dia minum, dia mabuk. Dan gue, bawa dia ke apartemen. Dan ... persetan terjadi,” jelas Bara dengan bahu merosot.

“Astagfirullah, itu kalau Lintang hamil gimana??” panik Satria.

“Lo pakai pengaman?” Elgo bertanya kepo.

“Enggak. Boro-boro pakai pengaman, semua terjadi mendadak El,” jawab Bara jengah.

“WOY ANJIR PERTANYAAN GUE BELUM DIJAWAB BAR!” seru Satria jadi emosi.

“Pertanyaan yang mana?” tanya Bara masih sabar.

“Yang, kalau Lintang hamil, gimana?” Satria mengulang pertanyaannya lagi.

“Gue enggak tau, Sat. Gue bingung. Tapi semoga aja, dia enggak hamil deh.” Bara bersuara lemah, mukanya semakin kusut.

“Temui Lintang, Bar. Kasih dia janji bohongan lah, biar tuh cewek mulutnya enggak ember. Bisa bahaya tuh, kalau seorang Bara Aldian Adiwijaya merawanin cewek. Cepet!” saran Cakra.

“Kalau bokap lo tau, kena hukum pancung lo, Bar!” ancam Elgo bercanda.

Tanpa banyak pikir, tanpa sempat mengatakan kata-kata hanya sekedar untuk berpamitan. Bara langsung melenggang pergi. Mengambil jaket denim miliknya yang tersampir di kursi.

🖤🖤🖤

Bara menepikan motornya di depan gerbang besi yang menjulang tinggi ke atas. Rumah Lintang, ya, Bara disini sekarang. Setelah mengirimkan pesan untuk bertemu pada Lintang, Bara langsung menuju kesini. Sesuai dengan saran Cakra.

Tidak lama berselang, suara decitan gerbang bergeser membuat Bara yang masih nongkrong di atas motornya, langsung beranjak bangun dan berdiri tegap. Dilihatnya, Lintang yang keluar.

Bara menarik senyum tipis sebagai sambutan, tanpa mengatakan apapun, Bara langsung menarik Lintang ke dalam pelukan. Lintang bergeming. Tangannya masih menggantung.

“Lupain ya, jangan di ingat-ingat lagi,” kata Bara berbisik.

“Aku takut, Bar ...,” lirih Lintang.
Perlahan, tapi pasti, kedua tangannya naik. Memeluk leher Bara sambil sedikit berjinjit. “Bar, jangan tinggalin aku, ya?”

Bara mengembuskan napas panjang. “Iya, Lin. Gue akan selalu ada buat lo, gue akan ada di garda terdepan di saat lo butuh gue. Apa pun yang terjadi nanti, gue akan tanggung jawab. Oke?”

Lintang mengeratkan pelukannya. Hatinya yang sempat terombang-ambing kini perlahan tenang dengan perkataan Bara.

“Jangan takut, gue akan selalu ada buat lo.” Bara berbisik parau, tangannya bergerak mengusap punggung Lintang beraturan.

“Makasih, Bara ... makasih, hiks.”

Maaf Lin, gue harus ngucapin janji bohong kayak gini

Garis Lintang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang