14. Death

2K 182 7
                                    

Jangan lupa vote dan komen sebelum membaca 🥰
.
.
.
Keadilan, kebenaran, kebebasan, itulah pangkal dari kebahagiaan - Plato

Mereka hanya butuh beberapa petunjuk. Tidak ada yang membuang-buang waktu dalam pengejaran kali ini. Karena malam, udara semakin dingin. Mereka menjalankan rencana yang disusun dalam beberapa waktu saja, tidak perlu menunggu hingga matahari terbit.

Akhirnya, menemukan keberadaan orang yang telah dicari selama seminggu ini.

"Aku minta maaf soal ini, aku benar-benar tidak suka," pria itu menatap Jimin sembari tersenyum. "Maaf atas aksi teaterikalnya."

Dor

"Arghhh!"

"Bajingan kau Sehun!"

Pria itu menembak dirinya sendiri dengan pistol tepat diarahkan dari bawah dagu menembus kepala.

Seulgi yang terlalu dekat terpekik kuat membuat Jimin segera berlari menghampiri Sehun dengan mengabaikan rasa sakit pada tangannya.

"Oh Sehun! Jaga kesadaranmu brengsek! Kumohon Sehun! Siapapun disini tolong bantu aku" Pria itu berteriak meminta tolong dalam kepanikan. Bagaimanapun jahatnya dia. Bagaimanapun gilanya dia. Pria ini telah menjadi bagian yang tak bisa Jimin hapus dari ruang masa lalunya. Mereka telah berteman dalam waktu yang tak bisa dibilang singkat.

Saat itu Seokjin dan anggotanya tiba di lantai dua. Mereka mendekati ketiganya. Jimin sedikit menyingkir menyerahkan Sehun pada anggota kepolisian. Dia segera meminta seseorang melepas Seulgi yang terikat di kursi. Pria itu segera menerima pelukan erat Seulgi membuat tubuhnya limbung seketika.

"Jimin."

Satu hal yang Jimin rasakan saat mendengar suara gemetar Seulgi. Dadanya juga sesak merasakan pelukan Seulgi. Wanita itu tidak hanya gemetaran, tapi dia benar-benar ketakutan. Rapuh dan begitu hampa.

Jimin hanya bisa memeluk Seulgi dengan satu tangannya. Dia merasa mati rasa pada lengan kanannya.

"Ssshh kau aman bersamaku sekarang."

Berapa banyak kata yang ingin Jimin sampaikan, nyatanya tak membuat air mata Seulgi berhenti.

"Kau harus diobati Jimin," saat itu Irene berlari mendekati Jimin tapi pria itu kemudian menggeleng. Seulgi masih memeluknya begitu erat. Wanitanya sangat ketakutan. Dia hanya membutuhkan Jimin, bagaimana bisa pria itu melepaskan pelukannya dalam kondisi seperti ini, kondisi Seulgi bukanlah hal yang terlihat lebih baik.

Irene berjalan pelan mendekati Jimin. Sementara pihak kepolisian mengurus Sehun dan membawa tubuh pria itu turun. Beberapa melakukan penyelidikan di dalam ruangan. Irene dengan hati-hati mengeluarkan peralatan obatnya. Dia hanya bisa menahan luka Jimin. Dia bukan dokter bedah, bukan pula dokter UGD. Irene lebih pandai meresepkan obat untuk orang sakit jiwa. Namun dia harus memberi pengecualian tentang Sehun. Dia benar-benar di luar batasan Irene.

Jimin mengangguk pelan atas perhatian yang diberikan Irene. Berterima kasih tanpa harus mengeluarkan suara.

Jemari kokohnya yang bebas terus mengelus rambut Seulgi.

"Jangan menangis lagi sayang. Aku sudah bersamamu. Semua akan baik-baik saja," Jimin setengah ragu, benarkah semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya ingin menenangkan Seulgi. Jimin merasakan sesak ketika mendengar isakan Seulgi.

'Seperti inikah yang kau rasakan puluhan tahun lalu? Andai aku bertemu lebih dulu denganmu, akankah mengubah semuanya?'

Jimin menciumi pucuk kepala Seulgi. "Kita turun sekarang. Semua menunggu kita. Biarkan polisi mengurus semuanya."

𝙇𝘼𝘿𝙔 𝙍𝙊𝙎𝙀 [𝙈] ✔Where stories live. Discover now