Part II - Assembling

38 2 3
                                    

'Jalanan yang lurus tidak selalu aman dari mara bahaya. Jalanan yang lurus tidak selalu membawamu ke tempat yang ingin kau tuju. Ada kalanya seseorang tersandung meskipun tak ada siapapun atau apapun di sisinya. Ada kalanya seseorang harus berjalan, berlari, menanjak, menukik, berbelok, terbang, maupun terjun bebas. Meskipun jatuh di tempat yang indah, kau tetap harus memilih satu di antara sekian banyak cara untuk dapat bangkit. Kau harus memilih dengan pikiran yang bijak agar tidak kembali terluka..'

***

Bel tanda istirahat makan siang telah berbunyi dua menit yang lalu. Koridor yang tadinya sunyi menjadi sangat berisik sekarang. Para siswa di Miran berhamburan menuju tempat beristirahat favorit mereka. Dari pintu kelas di ujung lorong, beberapa siswa berjalan sembari melepaskan jas laboratorium mereka dengan tergesa-gesa, kemudian berlari sambil tertawa bersama teman-temannya. Sebagian siswa menuju ke cafeteria dan sebagian lainnya pergi mengisi bangku-bangku taman meskipun cuaca sedang dingin. Adapun sisanya lebih memilih menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah di dalam kelas yang hangat. Kegiatan belajar mengajar masih akan berlangsung sampai matahari condong di arah barat nanti. Para siswa dan guru tak ingin kehilangan waktu beristirahat dan waktu makan siang mereka yang berharga.

Yoo Kangmin, Si TS, masih duduk tenang di kursinya. Ia terdiam sembari menatap earphone-nya yang hanya tinggal sebelah kiri saja. Rambutnya bergerak lembut ditiup angin musim gugur sebelum siswa laki-laki yang duduk di depannya menutup jendela.

"Tidak bisakah kau membiarkannya tetap terbuka?" tanya Yoo Kangmin pada siswa berkacamata yang baru saja akan beranjak. Jarak mereka hanya satu meter jadi nada bicara Yoo Kangmin rendah. Sangat berbeda dengan saat ia memperkenalkan dirinya dengan lantang tadi pagi.

"Oh?" siswa berkacamata itu tertegun. Ia justru balik bertanya, "Apa kau tidak kedinginan?"

"Tidak," jawab Yoo Kangmin singkat diiringi senyuman tipis.

"Ah, baiklah. Akan kubuka," kata siswa berkacamata itu menyanggupi. Ia lantas membuka kembali jendela di sisi mereka.

"Siapa namamu?" tanya Yoo Kangmin sesaat setelahnya.

"A-aku?" siswa berkacamata itu terkejut. Ia mengalihkan rasa canggungnya dengan membetulkan letak kacamatanya yang sebenarnya tidak bergeser sedikit pun. "Aku.. Lee Jungjae. Namaku Lee Jungjae."

"Ah, aku mengerti, Jungjae-ya. Salam kenal," ujar Kangmin ramah.

"Ah, y-ya. Salam kenal," kata Jungjae dengan nada bicara yang masih canggung. Kangmin yang mengetahui hal itu tidak menggubrisnya. Ia memahami bahwa berkenalan dengan orang baru benar-benar membuat seseorang merasa canggung.

Setelah memperhatikan Kangmin yang duduk diam diterpa angin musim gugur, Jungjae bertanya karena terlalu penasaran, "Kenapa kau memakai masker?"

"Flu. Aku mendapatkannya saat pertama kali tiba di Korea. Sekitar tiga hari yang lalu. Tapi ini akan segera sembuh," Kangmin menjelaskan. Jungjae manggut-manggut tanda mengerti.

"Tapi.. Apa benar kau tidak kedinginan?" tanya Jungjae lagi. Kali ini dengan nada khawatir.

"Jungjae-ya, aku sangat menyukai musim dingin. Jadi, ini bukan apa-apa," ujar Kangmin dengan nada enteng. Dapat diketahui bahwa siswa baru ini melempar senyum meremehkan dari balik masker yang ia kenakan.

"Kalau bukan apa-apa, seharusnya kau takkan terkena flu, 'kan?" Jungjae berkata sembari menekan kacamatanya agar semakin kokoh bertengger di batang hidungnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 27, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Flower in Snow | VERIVERYWhere stories live. Discover now