10. Pernikahan

4.1K 255 14
                                    

Keraton berpesta pora. Dua bulan setelah batalnya pertunangan Sekar dan Kamandanu, hari ini pendopo kembali dihias. Wijaya akan melangsungkan pernikahan dengan salah seorang putri pilihan ratu.

Raden Ayu Prameswari. Putri dari wilayah sebelah yang masih berusia tujuh belas tahun. Gadis itu begitu ranum, juga cantik semampai serta berwajah ayu, sesuai dengan namanya. Sebagai seorang putri, sikapnya sungguh anggun dan bertata krama. Berbeda dengan Sekar yang sesekali masih bertingkah konyol.

Di pelaminan, Wijaya terlihat sangat gagah dengan baju kebesarannya. Matanya melirik berkali-kali, mencari keberadaan sosok Sekar. Namun, gadis itu sama sekali tak tampak.

Sejak batalnya pernikahan, Sekar memang tak terlihat di manapun. Banyak yang tidak tahu bahwa dia dipindahkan ke bagian dapur dan membantu ibunya menajadi juru masak. Gadis itu sudah terlanjur malu dan patah hati yang mendalam, sehingga tak punya keberanian untuk tampil di muka umum.

Pesta pernikahan Wijaya begitu meriah. Penjagaan diperketat berkali lipat lipat, karena raja khawatir musibah yang menimpa Kamandanu akan terulang kepada putranya.

Semua pemuda desa yang cukup usia dan lolos seleksi, dilatih bela diri satu bulan sebelum acara, untuk menjadi prajurit cadangan. Mereka ditempatkan di sepanjang jalan masuk keraton.

Tidak ada pawai di jalan raya seperti yang dilakukan pada pernikahan pangeran sebelumnya. Ratu khawatir jika ada yang berniat jahat untuk mencelakai putranya.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya Prameswari saat melihat suaminya yang kaku, seolah-olah tak memandangnya sama sekali.

"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Wijaya dingin.

"Bersikaplah sedikit ... romantis," ucap wanita itu malu.

Prameswari tak menyangka dari sekian banyak putri, Wijaya malah memilihnya. Padahal secara fisik, dia tak terlalu cantik. Hanya kulitnya bersih tanpa noda. Dalam balutan dodot, dia begitu anggun ditanbah sanggul yang pas di kepala. Namun, wajahnya sedikit murung karena sang suami mengabaikannya sejak tadi.

"Kau ingin aku berbuat apa? Menciummu?"

Tatapan Wijaya membuat wajah itu seketika merona. Prameswari menunduk untuk.menyembunyikan pipinya yang kemerahan.

"Bukan itu maksudku. Tapi--"

"Tunggulah nanti malam. Akan aku membuat kau bahagia hingga pagi," ucap lelaki itu asal.

Prameswari memukul lengan Wijaya, sehingga lelaki itu menangkap jemarinya. Mata mereka bertautan lama. Ada denyar-denyar bergemuruh di dada sang putri. Sayang, itu tidak dirasakan oleh sang pangeran.

Sikap keduanya di atas pelaminan, menimbulkan riuh dan sorak dari semua yang melihat. Mereka pikir, dua insan itu sedang bersenda gurau layaknya pengantin baru. Padahal, Wijaya tak suka jika Prameswari menyentuhnya seperti itu.

Tiba-tiba saja bunyi gamelan terdengar. Lalu iringan penari muncul. Mata Wijaya terbelalak saat melihat sang pujaan hati berada di dalam barisan.

Sekar tampak berbeda dibandingkan penari yang lain. Itu membuat darah Wijaya memanas. Gadis itu hanya memakai kemban yang ditutupi dengan selendang tipis. Bagian depan tubuhnya sungguh menggoda.

Tubuh lelakinya bereaksi. Apalagi Sekar begitu elok memainkan jemari sekalipun matanya hanya menunduk ke bawah. Untuk beberapa lama, Wijaya hanya terdiam mematung menyaksikan pemandangan indah itu.

"Kangmas melihat apa?" tanya Prameswari saat menyadari bahwa tatapan sang suami tertuju ke arah para penari di depan mereka.

"Ndak apa-apa," jawab lelaki itu sekadarnya.

Selir Sang Pangeran [Tamat]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz