5. Meyakinkan Hati

2.7K 187 0
                                    

Saat ini aku sedang berada di salah satu cafe di dekat rumahku, duduk di tepi jendela dengan meja bundar di hadapan, ditemani es coklat cair yang memanjakan tenggorokan.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam wa, sudah datang rupanya"

"Maaf ya lama tadi macet untung bentar doang"

Aku terkekeh mendengar ucapannya, terkadang macet memang semenyebalkan itu bagi kami yang bertempat tinggal di ibu kota, selain panas dan udara yang tak segar macet adalah salah satu musuh kami.

"masih ada untungnya ya" ucapku sambil terkekeh.

"Alhamdulillah, ngomong ngomong ada apa nih ngajak ketemuan di sini ?"

"kamu pesen minum atau makan dulu aja"

Marwa pun memesan minumannya dan beberapa menit kemudian pesanan itu sudah datang aku pun lekas memberi tahu maksud dan tujuanku mengajaknya kemari.

"Wa, kamu belum dapet tawaran untuk mengajarkan ?"

Marwa tampak mengernyitkan alisnya ketika mendengar pertanyaanku"Belum Sya ada apa memangnya ?"

"Kamu mau gak ikut ngajar bareng aku, kebetulan lowongannya untuk dua orang ?"

"Maksudnya Sya ?" tanya Marwa dengan wajahnya yang menampakkan kebingungan.

Aku pun menceritakan kepada Marwa dari awal mula ayah yang mengajakku ke rumah abi dan umi sampai abi yang menawariku mengajar di sana, Marwa tampak mendengarkan dengan sangat serius dan setelah aku menceritakannya tampak raut bahagia muncul di wajahnya.

"Jadi bagaimana ? Kamu mau ?"

"Boleh, tinggalnya di tempat khusus para ustadzahkan ?"

"Iya wa, tapi aku tinggal di rumah abi, aku gak bisa ngebantah apa lagi menyela ucapan beliau"

"Jadi kita tidak satu tempat tinggal ?"

Aku menggelengkan kepalaku, "Iya, tapi nanti aku pasti sering main ke tempat tinggalmu kok"

"Oke aku setuju. alhamdulillah malah, hitung hitung bisa nambah nambah ilmu"

"Bener nih ?" tanyaku bahagia, rasanya beban dipundakku sedikit berkurang saat satu amanah sudah ku laksanakan.

"Iya bener, berangkatnya kapan ?"

"Belum tau nanti aku tanya ayah sama bunda, kamu juga harus nanya dulu sama orang tuamu, jangan langsung ngambil keputusan, apa lagi ini kita tinggalnya disana"

"iyaa Syafa, tenang aja restu mereka itu yang terpenting" ucapnya tersenyum, "Jujur aku gak pernah ngebayangin bakalan ngajar di lembaga pondok pesantren"

Kulihat binar dimatanya yang membuatku tersenyum bahagia.

"Aku juga gak pernah nyangka sebelumnya, bahkan rasanya masih jadi mimpi bisa tinggal di sana"

"Dan tinggal satu atap bersama pria yang sudah kukagumi sejak lama" batinku.

ya, aku tidak pernah menyangka dan membayangkan sebelumnya, ini layaknya mimpi dan aku enggan untuk bangun, walau malu itu masih bergelanyut dalam diriku.

"Mungkin ini bentuk Allah menyayangi kita, dengan cara mendekatkan orang orang baik di sekeliling kita" ucap marwa sambil mengaduk minumnya.

"InsyaAllah semoga saja" senyumku. "kalau begitu aku pulang dulu ya wa, aku masih harus nanya ke bunda dulu kapan keberangkatan kita ke sana"

"Iya, kamu duluan saja. Hati hati di jalan"

"Siap, pulang dulu ya. Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam"

Aku pun melangkahkan kakiku keluar cafe, menuju mobilku yang terparkir rapi di halaman, rasanya melegakan dan mendebarkan seketika. Sebentar lagi kisah baruku di mulai, kisah yang ku tau terlalu rumit untuk di perjelaskan, karna apa yang aku rasakan kalian tak akan pernah merasakan, dimana saat jantung berdebar hebat hanya sekedar mendengar namanya dan senyum malu malu terukir saat tentangnya terdengar di telinga, itu semua sangat mendebarkan dan menyenangkan.

Sebelum pulang aku singgah di supermarket untuk membeli peralatan yang sekiranya aku perlu di sana, karna saat aku disana aku tidak bisa dengan bebas keluar masuk pesantren, lagi pula aku tidak membawa kendaraan, tidak mungkinkan aku memintar antar orang di sana ? Aku yakin, setelah nanti aku berkata setuju kepada bunda, wanita itu akan dengan cepat menentukan kapan keberangkatan kami, sebelum rencana dadakan itu kembali terulang maka aku perlu menyiapkannya dahulu. aku tidak membeli banyak barang, hanya barang barang pribadi yang sangat perlu aku gunakan saja.

***

Aku menghampiri bunda yang sedang duduk di ruang keluarga lalu mendaratkan tubuhku di sampingnya, bunda yang merasakan pergerakan di sebelahnya pun mengalihkan pandangannya padaku.

"Ada apa ?"

"Ada yang mau Syafa bicarakan sama bunda"

"Mau bicara apa memangnya ?

Kini bunda mengalihkan duduknya menyamping dan menghadap diriku. seperti ini lah bunda, jika salah satu anaknya sedang ingin berbicara dia tidak segan segan untuk memprioritaskan kami dan mendengarkannya dengan serius.

"Masalah tawaran abi dan umi bun"

"Kamu udah dapet jawabannya ?"

Aku mengangguk mantap menjawab pertanyaan bunda, "Sudah, Syafa juga sudah bicara dengan teman Syafa, insyaAllah dia juga setuju ikut gabung ngajar di sana"

"Jadi bagaimana ? Dan siapa yang kamu ajak ?"

"Syafa setuju sama tawaran Abi, Syafa juga ngajak Marwa, alhamdulillah dia juga setuju untuk ikut bareng Syafa"

"Alhamdulillah"

"Bunda juga setuju ?, di sini bunda pasti bakal ngerasa kesepian, abang sering di kantor ayah juga."

"Nak, bunda tentu bahagia jika anak anak bunda berada di lingkungan orang orang baik, di sana juga kamu bisa dapet ilmu yang berguna untuk akhiratmu, bunda tentu setuju."

"Jadi Syafa kapan berangkatnya Bun ?"

"Besok"

"Besok bun ?" kagetku setelah mendengar jawaban bunda, bagaimana tidak kaget sedangkan aku belum mengemasi barang barangku, bahkan Marwa saja mungkin belum bersiap siap sekarang.

"Bun, itu terlalu cepet" jeritku.

"Sya, sebenarnya umi udah terlalu sering nelfon bunda dan menanyakan keputusanmu, di sana tidak ada yang mengajar dan mereka menunggu kedatanganmu, tidak baik membuat orang menunggu terlalu lama, kamu juga sampai di sana pasti perlu perkenalan lingkungan dulu tidak mungkin langsung mengajar"

Aku menghembuskan nafasku pasrah, "Ya udah, Syafa hubungi Marwa dulu ya bun"

Sebelum beranjak aku menyempatkan memeluk bunda, kelak wanita dalam pelukanku ini akan menjadi wanita yang paling aku rindukan saat di sana, walaupun di sana ada umi tapi tetap saja bunda adalah wanita terhebat dalam hidupku, sebelumnya aku belum pernah berjauhan dengan bunda, bahkan saat kuliah pun aku tidak pernah mengekos, itu semua karena bunda yang takut dan sangat menjaga pergaulanku.

Aku melepaskan pelukanku dan berpamitan untuk memasuki kamarku, aku perlu mengabari Marwa sekaligus mengemasi barang barangku.

Setelahku hubungi Marwa yang alhamdulillahnya dia diperbolehkan oleh kedua orang tuanya, akhirnya aku pun meraih koper di atas lemariku, menyimpannya di atas kasur dan membukanya, aku memasuki gamis, hijabku dan barang barang pribadiku yang lainnya, setelah selesai aku pun membaringkan tubuh lelahku di atas ranjang.

Besok adalah hari baruku, kisah pahit manisku akan dimulai sebentar lagi, satu atap bersama gus Abyan rasanya adalah haluku, tapi besok semua itu akan terjadi, aku tidak tau ending dari ceritaku ini, aku juga tidak tau hadiah apa yang akan menantiku di depan, aku hanya berharap tuhan mempermudah langkahku dan menjauhkan aku dari penghambat yang dapat menyesatkan, tuhan pasti tau bagaimana detak jantungku yang bertalu saat ini, yang mengiring waktu agar semakin bergerak maju dan melangkah pasti.

Jangan lupa votenya ya:)
Terimakasih kunjungannya.

Ig:dyana.27

Assalamualaikum GusOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz