8. Lab IPA

127 62 46
                                    

Happy reading🤗

Langit baru saja menjejakkan kakinya memasuki ruang kelasnya setelah kembali dari kantin. Tadi ia meninggalkan teman temannya di kantin karena ia tak berselera singgah disana lebih lama dengan pikiran kacaunya seperti saat ini.

Ia memilih duduk dibangkunya sendirian mencoba berdialog dengan pikirannya. Atau setidaknya ia bisa sedikit meredakan sesak yang memburu di dadanya dengan ketenangan.

Namun tiba tiba saja ketenangannya terganggu dengan adanya sebuah suara. Suara nyaring itu berasal dari ambang pintu. Langit mendengus kasar mendapati seorang cewek ada di sana.

"Langit!!" Langgil cewek itu.

Langit diam tak menjawab. Terlalu membuang waktu jika meladeni cewek yang sekarang sudah duduk di sampingnya. Terlalu membuang waktu.

"Lo gak ke kantin?" Tanya cewek berambut sepinggang itu.

Langit menggeleng malas. Kehadiran cewek itu membuat suasana hatinya semakin kacau. Saat ini ia tidak ingin berdialog dengan siapapun termasuk cewek itu. Yang ia butuhkan sekarang adalah sendiri.

Chaca, cewek yang kini duduk disamping Langit itu sedang mengerucutkan bibirnya karena Langit nampak sangat tidak antusias dengan kehadirannya. Atau bahkan tidak senang dengan kedatangannya.

"Lo nanti dateng kan ke acara ultah mami gue?" Tanya Chaca masih dengan nada sok manis.

"Insyaallah gue dateng." Sahut Langit singkat dan datar tanpa menoleh.

"Bagus kalo gitu."

Dengan lancang Chaca memeluk tangan kanan Langit. Langit yang menyadarinya hanya melayangkan satu tatapan sinisnya. Chaca tak perduli dengan reaksi apapun yang tercipta dari cowok itu. Yang terpenting ia ingin memeluk Langit sekarang.

Chaca berani taruhan Langit tidak akan pernah bisa memarahi dirinya karena ayahnya sudah mewanti-wanti cowok itu agar tidak kasar kepadanya. Ya itu bisa jadi senjata utamanya untuk dekat dengan cowok ganteng di sampingnya.

"Tolong lepasin tangan lo." Kata Langit datar berusaha agar tidak kasar.

"Enggak akan." Sahut Chaca mempererat pelukannya.

Langit bergerak melepaskan tangan Chaca dari tangannya berhati hati takut salah paham. Chaca akhirnya menyerah dan melepas pelukannya. Lagi lagi cewek itu mengerucutkan bibirnya.

"Kapan sih lo suka sama gue?" Tanya Chaca sedikit kesal.

Chaca memang sudah suka dengan Langit sejak awal masuk SMA. Kedekatannya dengan Langit bertambah kala mengetahui ayah Langit adalah rekan kerja ayahnya. Hal itu yang membuat dirinya bisa lebih mudah mendapatkan hati Langit. Tapi nyatanya semua tak berjalan sesuai espektasinya. Langit sama sekali tak pernah menyukainya walau sudah banyak cara dilakukannya agar Langit membalas perasaannya.

"Gue cuma temen lo gak lebih." Balas Langit dingin.

"Gak bisa apa lebih dari temen?"

"Gue gak suka sama lo. Jadi tolong berhenti berharap sebelum lo ngerasa gue lukai."

"Gue gak bisa Lang. Gue suka lo. Gue sayang sama lo. Kenapa lo gak pernah mau buka hati lo buat gue?"

"Gue gak bisa."

"Tapi kenapa Lang? Bukannya selama ini kita deket. Bukannya hati lo masih kosong."

"Atau lo udah suka sama orang lain?"

"Itu bukan urusan lo. Jadi mending lo pergi dari sini!" Geram Langit tapi tetap tidak ada bentakan.

"Gue gak bisa pergi."

Langit AntarexWhere stories live. Discover now