18. [Jordan Dan Adinda]

1.1K 88 1
                                    


2 bulan telah berlalu. Kini Alea benar-benar jadi ibu rumah tangga biasa, seperti yang Alga mau dari dulu. Alea resign setelah Alga menyetujuinya demi kesehatan Alea dan kandungannya.

Bagaimana tidak Alga setujui? Memang ini mau Alga. Lagipula buat apa Alea bekerja kalau gaji Alga sudah lebih dari cukup berkat kenaikan pangkat tepat seminggu setelah Alea resign dari kerjaannya.

Keseharian Alea juga tidak jauh dari ibu rumah tangga lainnya. Bedanya, tidak semua pekerjaan ia lakukan sendiri karena ada pembantu.

Siang sampai sore Alea sibuk berada di bakery Mama atau kadang juga butik Maminya, lalu dijemput Alga untuk pulang bersama.

7 bulanan sudah diselenggarakan beberapa hari yang lalu. Perut Alea tambah besar seiring badannya yang juga sedikit gemuk karena suka sekali makan makanan manis.

Alea duduk di teras sambil memakan kue buatannya sendiri dari resep Mama. Selama kehamilan makanan kesukaan Alea tidak ada yang berubah. Hanya beberapa kebiasaan Alga yang Alea suka. Seperti main basket, main gitar, main game, dan tidur di sofa dengan wajah ditutupi buku kimia tebal.

Semua kebiasaan itu tidak ada yang Alea suka, kecuali bermain basket. Itupun ala kadarnya. Tapi sekarang malah jadi hobi Alea.

Jenis kelamin buah hatinya belum bisa diketahui meski sudah USG beberapa kali. Kata dokter si bayi malu-malu, jadi masih bersembunyi.

"Sehat-sehat ya, Nak. Mama pengin cepetan lihat kamu dalam bentuk manusia, hihi," Alea kembali memakan habis sisa kue yang ada di piring.

Mungkin anak gue cewek. Suka yang manis-manis kayak emaknya.

Ponselnya berdering tanda telepon masuk. Alea mengambilnya dari saku daster.

"Ya, Len?"

"Tolongin gue..... Huuuhhhh..."

Alea segera duduk tegak. "Lo kenapa? Lo sakit?"

"Perut gue mules banget. Jangan-jangan si baby mau out."

Alea berdiri dan sedikit panik. "Aduh... Gimana ya? Jongki belum pulang? Di rumah nggak ada orang?"

"Nggak ada. Gue juga asal nelpon lo. Aduh..... Aleaaa sakitttt..."

"Bentar, tunggu! Gue ke sana sekarang!"

Alea menutup teleponnya, kemudian berlari keluar. Dia tidak peduli dengan daster dan rambutnya yang masih tergerai. Sandal jepit swallow yang sedikit kegedean juga bukan penghalang Alea untuk berlari ke arah jalan raya.

Beruntung taxi lewat tepat setelah Alea sampai di pinggir trotoar.

"Ke jalan braga, Pak. Bisa tolong cepat? Teman saya mau lahiran."

"Baik, Bu. Pelan-pelan aja. Ibu juga lagi hamil tua."

"Ah, iya," Alea mengelus perutnya sambil menggigit jari. Dia kembali membuka ponselnya dan menelepon Helena.

"Gue di jalan. Lo tunggu, ya? Kita bakal ke rumah sakit."

"Ketuban gue pecah."

"WHAT?!!"

Alea menepuk bahu pak sopir dengan gelisah. "Pak, buruan! Teman saya mau brojol, aduh....."

"Gue di teras... Astaga sakitttt....."

"Gue udah dekat! Tunggu!!!"

Gara-gara Alea yang terlihat begitu khawatir dan panik membuat Pak sopir ikut panik juga.

Sesampainya di area rumah Helena, Alea turun dengan pak sopir menghampiri Helena yang sedang duduk selonjor tak berdaya.

"Pak tolongin..."

Our Journey (Hiatus)Where stories live. Discover now