Prologue

325 14 34
                                    


Sore itu, semua personil berkumpul di sebuah ruangan. Kabarnya Yuto ingin mendiskusikan sesuatu bersama semuanya.

"Ada apa, Yuto?"

"Begini.... Aku....." Dia mengambil jeda cukup panjang seolah hal yang akan diungkapkannya merupakan suatu hal yang berat. "Aku merasa... minatku terhadap akting jadi lebih tinggi sekarang. Aku... berniat untuk lebih serius di situ. Jadi... jadi aku... berpikir..." Ia berhenti berbicara cukup lama untuk mengambil napas panjang dan segala keberanian sera tekad yang sudah dikumpulkan. "Kurasa... aku mau berhenti dari JUMP."

Tidak ada yang bisa menandingi keterkejutan seorang Yamada Ryosuke. Ia tidak percaya bahwa sahabatnya, Nakajima Yuto, yang telah meniti karir bersama-sama dengannya dari sejak junior berniat keluar dari grup. Sesaat pandangan matanya kosong. Ia menelan ludahnya sekaligus ucapan Yuto yang terdengar tidak nyata.

Semuanya hening, terkecuali Hikaru yang sesekali berkomentar hal tak rasional. Pilihan katanya membawa tanda tanya dan merusak suasana tegang yang tercipta.

"Aku... sebenarnya tidak ingin kau berhenti, Yuto," balas Ryosuke setelah mampu mendapatkan kembali suaranya. "Bukankah kita ini keluarga? Karena kita bersembilan inilah kita menjadi JUMP. Jika satu saja hilang, kita sudah bukan JUMP lagi."

Semuanya tetap diam menyimak reaksi Ryosuke. Ia begitu mencintai JUMP karena grup itu merupakan rumah keduanya. Kepergian Ryutaro sudah merupakan pukulan besar bagi seluruh personil. Ia tidak ingin ada lagi yang pergi.

"Kurasa walaupun kita 9 orang, kita adalah satu. Bukankah menggapai mimpi bersama-sama lebih baik daripada sendirian?"

Rasa cintanya terhadap JUMP nampaknya tersampaikan jelas kepada setiap anggota. Bahkan Daiki dan Keito sempat menitikkan air mata.

Setelah Hikaru melontarkan satu kalimat yang agak tidak masuk akal, semua kembali diam. Keheningan melanda cukup lama di ruangan kecil itu. Hingga akhirnya Yuto bangkit berdiri dan membungkuk.

"Semuanya, maafkan aku." Lalu pergi.

Satu per satu member lain pun meninggalkan ruangan karena mereka memiliki kesibukan lain setelahnya, dan tinggallah Ryosuke sendiri di sana. Ia melipat kedua tangannya sambil mengawang. Pandangannya kosong dan pikirannya berkecamuk.

Apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar tidak ingin siapapun pergi. Apa aku melakukan kesalahan fatal padanya sehingga ia tidak tahan padaku dan memutuskan untuk pergi?

Entah berapa lama ia termenung hingga tepukan ringan di pundaknya menyadarkannya.

"Kenapa kau belum pulang, Yamada?" tanya teman segrupnya bernama, Arioka Daiki. Sepertinya ia kembali setelah menyadari mobil sahabatnya itu tidak kunjung pergi. Nada khawatir tersemat jelas dalam tuturannya. Ia sengaja menunggu Ryosuke untuk memastikannya pulang dengan selamat. Dirinya tahu betul bahwa Ryosuke adalah tipe orang yang akan terlarut dalam pikirannya jika suatu masalah terjadi.

"Oh, Dai-chan. Aku... akan pulang sekarang," balasnya sambil bergegas menuruni tangga untuk menuju ke mobilnya. Gerakannya tampak tidak terkoordinasi dengan baik.

"Kau tidak apa-apa? Apa kau mau aku temani untuk memikirkan masalah ini?"

Ryosuke menggeleng. "Tidak. Terima kasih, Dai-chan. Aku... lelah."

Saat ia masuk ke kursi kemudi, Daiki berkata lagi, "Hati-hati di jalan. Jangan terlalu dipikirkan. Mungkin Yuto butuh waktu. Siapa tahu dia tiba-tiba merubah keputusannya."

"Kuharap begitu." Ryosuke tersenyum tipis, namun tatapannya mati.

Daiki menjadi semakin cemas. "Hubungi aku jika kau sudah sampai apartemen."

Unlock to LockDonde viven las historias. Descúbrelo ahora