Epilogue

68 10 6
                                    


Nada dering dari sebuah ponsel berbunyi dengan keras untuk kesekian kalinya. Alarm keras kepala itu akhirnya membangunkan Daiki dari tidurnya. Dengan malas, ia menjulurkan tangannya untuk meraba meja di dekatnya berharap bisa mematikan dering alarm yang berisik itu tanpa harus membuka matanya. Namun tangannya justru menangkap sebuah benda keras berbentuk bulat yang sempat ia lupakan.

"Hmm?" Ia terpaksa membuka matanya karena tangannya tidak kunjung bisa menemukan keberadaan alat komunikasi berbentuk balok pipih itu. Akan tetapi, perhatiannya segera teralih pada locket yang tergeletak di atas meja yang sempat dirabanya tadi. "Eh? Locketnya.... tertutup??!!"

Daiki segera bangkit duduk seraya meraih benda tua itu. Sebelumnya ia berusaha mati-matian untuk menutupnya, sekarang ia justru berjuang keras untuk bisa membukanya, namun mustahil. "Kenapa locket ini bisa ada di atas meja? Bukankah ini aku simpan di saku celanaー"

Bagai dihantam oleh serangan kilat bertubi-tubi, pikirannya langsung tertuju pada sosok anak kecil yang sudah tidak ada bersamanya di atas tempat tidur.

"Jangan-jangan Ryosuke..." Tanpa pikir panjang Daiki berdiri lalu berlari keluar kamar untuk mencari keberadaan anak itu, melupakan alarm ponselnya yang entah sejak kapan telah berhenti berdering.

Kumohon jangan sampai Ryosuke.....

Ia tidak berani melanjutkan pemikirannya karena dirinya benar-benar tidak ingin jika sampai harus menemukan tubuh sahabatnya itu terkapar tidak berdaya akibat menyentuh locket aneh itu lagi. Ia sungguh tidak ingin tragedi dua hari lalu terulang kembali.

"Ryosuke? Ryosuke?! Di mana kau? Jawab aku!!" panggilnya sambil mengitari setiap ruangan di apartemen itu. Hatinya berdegup kencang setiap ia membuka pintu atau menengok ke sudut ruangan walaupun pada ujungnya diakhiri oleh helaan napas lega ketika mendapati pemikiran buruknya tidak terwujud.

Tak lama ia mendengar gemericik air dari arah kamar mandi. Daiki berlari ke arah ruangan itu berada lalu mengetuk pintu itu dengan keras yang ternyata terkunci dari dalam.

"Ryosuke?? Ryosuke!! Kau di dalam??"

Tidak ada jawaban yang terdengar selain suara air yang mengalir.

"Ryosuke! Kumohon jawab aku!! Kau baik-baik saja??!!" Rasa panik menyeruak di dalam hatinya. Kami-sama....kumohon!! Jangan sampai terjadi sesuatu pada Ryosuke....

Ketika tetap tidak mendapat jawaban, Daiki menggedor pintu itu semakin kencang.

Beberapa saat kemudian, gemericik air itu berhenti dan Daiki mendengar suara kunci pintu itu berputar.

"Ryosuke...?" panggilnya lagi. Jika Ryosuke sanggup mematikan airnya dan membuka kunci pintunya, Daiki bisa berharap bahwa temannya itu baik-baik saja.

Pintu itu pun akhirnya terbuka.

"Ryosuke! Kau baik-baik saー" Ucapannya terhenti ketika melihat sosok di hadapannya. Matanya spontan membelalak dan mulutnya menganga.

"Dai-chan? Kau kenapa? Tumben sekali kau memanggilku Ryosuke?" ucap Ryosuke telanjang dada sambil menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk. "Apa kau sudah tidak bisa menahan panggilan alammu, Dai-chan? Pakai saja kamar mandinya. Aku sudah selesai."

"Ryoー"

"Hm?" Sahabatnya itu mengangkat alisnya heran dengan sikap Daiki yang tiba-tiba berubah dari kepanikan menjadi keterkejutan. "Kau ini kenapa sih?"

Ryosuke sempat berharap bahwa pria yang lebih tua itu akan membalas ucapannya dengan ejekan seperti biasa. Namun, tanpa diduga, Daiki justru berhambur memeluknya.

Unlock to LockWhere stories live. Discover now