2.0

30.8K 10.1K 6K
                                    

tiga part terakhir, tolong tinggalkan komentar yang baik ya. terima kasih sudah mau baca sampai sejauh ini <3 

happy reading
sampai ke ending
enaknya sambil ngemilin odading
wah rasanya pasti memanjing.

° ° °



































"Mark."



Pintu terbuka sementara seseorang yang berada di dalam ruangan itu seketika menoleh walau hanya sebentar.

"Ya, Haechan? bagaimana?" ia bertanya tanpa menatap orang yang memanggil namanya barusan. Tangannya sibuk memperbaiki senar gitarnya yang sedikit rusak.

Ekspresi hampa terlukis di wajah Haechan. Dirinya memandang Mark tanpa ragu. Kemudian Ia maju satu langkah lebih dekat.

"Kau gagal."

Mark menghentikan aktivitasnya. Ia membuat momen kesunyian sejenak. Sementara Haechan, dirinya menanti kata kata apa yang akan keluar dari mulut Mark setelah ini.

"Gagal?" Mark menautkan kedua alisnya. Ia meletakkan gitar diatas kasurnya. Sekarang ia menatap Haechan, yang berdiri tepat di hadapannya. Hanya ekspresi kosong yang tersirat di wajahnya.

Haechan mengangguk mengiyakan. Kepalanya menunduk. Tak lama, Ia kembali menatap Mark. Wajahnya kini tampak serius.

"Kau gagal untuk targetmu yang kali ini."

Mark membulatkan mulutnya. Kedua bola matanya melotot sebagai bentuk bahwa ia merasa terkejut mendengar hal itu. "Berhenti bercanda, Haechan!"

Haechan menghembuskan napasnya dengan jengah.

"Aku bicara serius. Kau tak akan bisa menemuinya, Mark. Mau bagaimana pun kau memberi pesan untuk Eby, dia tidak akan pernah membalasnya."

"Lebih baik kita cari orang lain. Lupakan Eby."

"Haechan, aku butuh penjelasan!" tuntut Mark dengan suaranya yang mendadak berubah. Menjadi lebih berat dan terkesan menyeramkan.

Haechan kembali menghirup napasnya dalam dalam dan menghembuskannya dengan pelan.



"Eby bunuh diri, sebab Henderynya mati."

"Tidak sesuai dengan perkiraan kita, kau, atau pun aku. Hendery tewas di tempat ketika ditabrak oleh truk itu. Eby yang tidak terima melihat sahabatnya mati, akhirnya ia memutuskan untuk lompat dari gedung sekolahnya."

Tidak ada kata-kata yang terucap dari mulut Mark. Kedua bola matanya melotot sebagai bentuk bahwa ia merasa terkejut ketika mendengar kalimat tadi. Ia masih tidak percaya.

"TIDAK MUNGKIN!" Mark memberontak. Ia menggeram penuh kekesalan. Tak lama setelah itu, ia mulai beranjak dari kursi lalu menjambak rambutnya dengan kasar. Ia berjalan tidak menentu arah. Lalu ia melemparkan semua barang yang ada diatas meja ke lantai hingga berserakan. "BODOH! TIDAK MUNGKIN! AKU TIDAK BISA KEHILANGANNYA!"

Mark marah.

Sementara Haechan hanya fokus menatap benda-benda yang tidak bersalah itu berjatuhan ke lantai. Ia beralih menatap Mark. mencoba mempelajari gerak gerik Mark agar selanjutnya ia bisa mengatakan sesuatu yang tepat. Ia berusaha membuat dirinya setenang mungkin. Meskipun ada perasaan gelisah yang ia sembunyikan.

Mark menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pergerakan pundaknya naik turun. Ia tidak kuat menahan emosi. Ia terlihat seperti orang yang frustasi berat.

"Kau tahu, Haechan? Aku tidak pernah merasa segagal ini. Aku selalu mempersiapkannya secara matang. Aku memperkirakan semuanya dengan detail. Sebisa mungkin tidak ada celah..." lirih Mark.

"Rencanaku tidak pernah berantakan. Kau tahu itu kan?!" Mark sukses terduduk di lantai dengan goyah. Ia terus menjambak rambutnya sendiri dengan penuh kekesalan serta amarah yang meronta-ronta di dalam dirinya.

"Mark, kau tidak apa-apa?" Haechan mencoba lebih mendekat untuk membantu Mark berdiri lagi. Namun dengan cepat ditolak oleh Mark. Ia kembali mundur.

"Eby, satu-satunya pemilik mata hazel. Aku belum pernah memiliki warna itu. Bentuk matanya, aku belum pernah menemukan yang seperti itu! Harus dimana lagi aku mencarinya?!" geram Mark. Ia mengepalkan tangannya ke dinding.

Haechan tetap diam. Ia membiarkan Mark meracau tidak jelas. Ia bahkan tidak peduli dengan Mark yang tengah menyiksa dirinya sendiri akibat kehilangan mangsa nya.

"Lalu sekarang apa....?" ucap Mark dengan nada lemah. Putus asa. Ia mulai kembali duduk dengan tubuhnya yang terkulai lemas. Nada bicaranya seperti orang yang sudah tidak punya harapan lagi. Ia mengangkat wajahnya seraya menutup kedua matanya.

Haechan mendekat dan menepuk pundaknya pelan, mencoba menenangkan. "Kalau begitu, kita cari yang lain. Aku yakin diluar sana ada banyak mata yang lebih bagus di banding Eby."

"Kita cari sama-sama lagi," lanjutnya.

Mark menghela napasnya. Sedari tadi jari-jarinya bergerak gelisah. Ia menggoyangkan kakinya dan memutar tubuhnya dengan kursi putar yang ia duduki.

Setelah itu Mark mengangguk meski wajahnya sangat lesu.  Ia mengibaskan tangannya mengisyaratkan Haechan untuk keluar dari ruangannya. "pergilah istirahat. Besok jadwal kita akan padat. Tidak bisa sempat mengurusi 'hal' ini."

Haechan tersenyum tipis. "kau juga, istirahatlah. Kau sudah berpikir terlalu keras hari ini. Orang-orang suruhan itu, biar aku yang mengatakan pada mereka untuk tidak melanjutinya lagi. "

Haechan segera berlalu dari Mark . Ia mulai berjalan ke arah pintu.





























"Hei, Haechan."

Haechan berhenti tepat di depan pintu ketika mendengar suara Mark memanggil namanya secara tiba-tiba.

"Ya?" tanya Haechan tanpa membalikkan badan.














"Mengapa kau harus berpura-pura selama ini?"



Bot 0.2 | Haechan ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon