1.9

36.1K 9.3K 4.2K
                                    

kalem belum ending ini mah, belum berani publish. mungkin besok. atau besoknya lagi. atau besok besoknya lagiatau besok besok besoknya lagi.

° ° °










Koper yang tadinya berada di samping lemari kukeluarkan lagi dari tempatnya. Aku mengelap bagian luarnya dengan menggunakan kain basah. Setelahnya, kubuka kancing koper yang sedikit macet itu dengan paksa. 

pagi-pagi sekali, dengan begitu panik dan rusuh, aku memasukkan beberapa lembar bajuku ke dalam koper. Menghitung kira-kira berapa baju yang akan muat ke dalam benda dengan ukurannya yang sedang itu. Sesekali mataku mencuri-curi pandang ke arah jam. Masih ada waktu untuk bergegas. Jika tidak, rencanaku akan gagal.

Lalu aku berkeliling ke sepenjuru kamar, memeriksa barang-barang penting apakah ada yang ketinggalan atau ada yang mesti kubawa. 

Setelah sudah selesai berkemas, kulangkahkan kakiku bergegas keluar kamar. Mengunci pintu itu dengan rapat, lalu beranjak turun ke bawah, menuruni tangga seraya menjinjing koperku. Kemudian aku berlari untuk sampai menuju pintu depan. Namun, tiba-tiba aku merasa melupakan sesuatu. Harusnya benda itu berada di genggamanku sekarang.

"Sial!" aku mengumpat.

Bisa-bisanya aku melupakan handphoneku diatas kamar. Mau tidak mau, kuputuskan untuk meninggalkan koperku di ruang tamu. Dengan memutar bola mata, aku kembali berlari menaiki tangga, menuju kamarku lagi. 

Ada dua hal yang membuatku ingin memaki diriku sendiri di hari ini.

Pertama, aku pelupa dan hampir saja meninggalkan handphoneku, padahal aku akan pergi jauh dari sini. 

kedua, aku ketiduran ketika menunggu balasan dari si matahari. Dirinya benar-benar mengirimiku pesan tepat setelah satu jam. 

Dan pesan itu baru kubaca tiga jam setelahnya yang mana pada waktu itu, aku terbangun karena mendengar suara petir yang cukup menggelegar diluar. Saat itu aku gelagapan sendiri mencari handphoneku yang ternyata benda itu berada di atas dadaku sendiri.

 Benar saja, ada banyak sekali pesan yang muncul. Tanpa perlu menebak, aku pun tahu bahwa pengirimnya adalah si matahari.  

Setelah membaca pesannya, perasaanku kacau balau. Jujur saja aku takut salah mengambil langkah. Tapi aku mulai yakin dan menaruh kepercayaan padanya, matahari itu pasti benar benar akan membawaku keluar dari lingkaran teror ini. Lingkaran yang membuat nasibku buruk dan akan menjadi malapetaka untuk Eby.

Pintu kamar kubuka dan dengan cepat aku meraih handphoneku yang berada di atas kasur. Setelah itu kukunci lagi pintu itu, kembali bergegas menuruni tangga lalu menuju pintu depan.





dari sekian rencana yang kubuat, ini yang menurutku akan berhasil mengubah alurnya.















Aku membawa koperku keluar dan segera mengunci pintu rumahku. Detik selanjutnya, aku memastikan lagi kalau aku benar-benar menguncinya. Sebelum beranjak pergi, kulirik arloji di tangan kiriku. Aku masih punya waktu setengah jam untuk memberitahunya. Aku membalikkan tubuhku. Kupandangi rumah bercat abu-abu yang persis di depanku ini. 

Aku memencet bel hingga berbunyi ketika aku sudah sampai tepat di depan rumahnya. Bel pintu terus berdering tapi orang yang ada didalam rumah itu belum membukakan pintunya. Apa dia masih tidur?

Bot 0.2 | Haechan ✓Where stories live. Discover now