3rd | Winter

91 19 0
                                    

Winter menguap meski di tengah kerumunan yang hawanya panas menyengat.

Hari ini fakultasnya demo menyeruakan penolakan kenaikan UKT. Kegiatan tersebut dihadiri ratusan mahasiswa Fakultas Ekonomi yang memilih demo di depan gedung fakultas. Ada yang memimpin demo sembari melantangkan suara lewat toa yang dipegangnya. Winter mendengus, ikutan mengangkat banner sambil ikutan berdemo dengan lipsync, alias bibirnya gerak, tapi tak mengeluarkan suara. Dia lemes dan pengen segera balik ke kosan.

Winter migrain, tapi tetap di sana meski ogah-ogahan. Kegiatan tersebut memang lumrah sekali terjadi di lingkungan kampus Winter lantaran banyak mahasiswa merasa diberatkan dengan nominal UKT yang biasanya dinaikkan secara sepihak. Tapi Jakarta tuh panas. Bukannya apa, tapi kalau kelamaan mereka benar-benar seperti ikan asin dipanasin. Mana Winter tak kenal siapa-siapa selain teman satu kelasnya yang kini sudah maju paling depan melantangkan suara sembari mengangkat banner. Aduh, Winter seriusan migrain. Bisa-bisa dia mencair beneran.

Winter awalnya malas ikut begituan, tapi karena ditunjuk untuk mewakili kelasnya karena dia terlihat jarang berkontribusi, Winter yang masih semeter dua pun terpaksa datang tanpa bisa mengelak. Soalnya, dia sadar posisi. Bisa-bisa dia dicibir sekelas dibilang tidak memiliki jiwa korsa. Hm, setahu Winter jiwa korsa itu punya anak pramuka, dan Winter bukan anak pramuka. Pernah ikut dulu waktu SMP, tapi keluar karena males dibentak-bentak senior dengan alasan menguatkan mental. Makanya Winter merasa mentalnya tempe. Chat dosen perihal menanyakan tugas aja struggle dengan batin sekitaran dua jam padahal hanya mengirimkan kurang lebih dua kalimat. Memang, Winter secemen itu jadi manusia.

Winter menyerah. Dia undur diri setelah melihat banyak orang memilih pergi dari sana. Tanpa pamit pada teman sekelasnya tadi, Winter segera berlari menuju kantin membeli minuman dingin. Pagi tadi dia keramas, tapi rambutnya sudah lepek. Kalau tahu mau demo begitu, Winter pasti menyiapkan topi. Tapi namanya ditunjuk dadakan ya begitu jadinya.

"LO NGGAK LIHAT KUAH LO TUMPAH KE BAJU GUE?"

Winter tersedak minumannya begitu mendengar teriakan lantang di tempat beberapa meter darinya. Orang-orang sejenak menoleh pada keributan itu. Tampak seorang cewek berkacak pinggang nyolot pada cewek yang menunduk takut. Winter penasaran, hampir mendekati dua cewek itu kalau saja tangan seseorang tak menahannya. Itu Karina, teman sekelas sekaligus sekos Winter.

"Plis, jangan ke sana kalau lo nggak mau urusan sama dia."

Winter mengernyit. "Emang dia siapa?"

"Aduh, lo nggak tahu?"

Dengan polos, Winter menggeleng. "Enggak. Emang dia siapa?"

"Aduh, Winter emang kurang jauh mainnya," Karina gemas sendiri. Tapi Winter juga tak salah lantaran dia memang bukan anak aktif semacam Karina yang mengikuti kegiatan ini itu. Winter tak punya kegiatan apa-apa selain rebahan di kasur kosan selepas kuliah.

"Dia Kak Flora. Dia bossy gitu, makanya banyak tang takut sama dia. Karena kabarnya dia orang kaya raya, dia suka ngebully orang."

"Jadi kaya bukan alasan untuk ngebully orang. Apalagi di era seperti ini, Karina."

"Kita tahu itu, tapi itu nggak berlaku buat dia."

"Haduh, akhlakless ya begitu."

Karena Winter memang bukan tipe orang yang seperti drama yang akan menolong orang yang dirundung, Winter pun mengambil duduk bersama Karina di kantin sambil masih mengintip keributan itu. Seriusan tak ada yang membantu, membuat Winter gemas. Tapi Winter tak mungkin juga menolongnya di saat mental dia itu masih tempe. Alhasil, Winter cukup merapalkan doa memohon supaya ada orang yang menghentikan perundungan itu. Karina pun ikutan, menyatukan tangan sambil memejamkan mata. Drama memang, tapi doa dua cewek itu langsung dikabulkan.

Yang datang justru Dery pemirsa, membuat Karina dan Winter cengo luar biasa. Legenda tentang Dery tentu saja sudah mereka dengar lantaran cowok itu terkenalnya tidak main-main. Meski cuma cinta satu malam, kabarnya banyak yang ngantri jadi pacarnya. Miris memang, tapi Dery seterkenal itu di fakultasnya sampai eksistensinya mampu membuat beberapa orang berharap padanya menghentikan perundungan itu. Winter dan Karina kompak menyimak sambil nyengir.

"Gue mau pesen es aja keganggu sama suara lo. Lo bisa minggir, nggak?"

SAVAGE!

"Sumpah beda banget sama Kak Dejun."

"JELAS," Karina hampir mengeraskan suaranya kalau saja Winter tak segera menutup mulutnya. Bisa-bisa selain diserang Flora, orang-orang bakal mencibirnya.

"Gimana ya, lo tahu Tiara, kan?"

"Of course, yes. Dia sekarang dapat Kak Dejun, kan? Emang ya mujur banget nasibnya. Sekali suka cowok dapat model Kak Dejun ya gue mau, Rin," Winter fangirling-an membuat Karina nyengir.

"Tapi gue sama Kak Dery juga mau aja sih," Karina haha hihi membuat Winter muak dan merauo muka cewek itu dengan gemas.

"Standar dia kayaknya tinggi. Pacaran aja gonta-ganti nggak jelas, duh," cibir Winter.

"Tapi pasti seneng tuh yang udah pernah pacaran sama dia, hehe," Karina emang udah hilang akal.

"Ganteng sih. Meski bejat gaya pacarannya, dia orang yang baik."

"Kok lo tahu?"

"Buktinya dia nolongin cewek itu."

Saking serunya bergosip, mereka lupa ada drama yang sedang berlangsung. Cewek bernama Flora itu termundur begitu Dery menyeruak di antara mereka. Orang-orang yang tahu ada Dery di sana pun lega jadinya. Karena sepertinya cuma Dery yang bisa menjinakkan Flora.

"Kenapa bisa gitu?"

"Kak Flora tuh suka sama Kak Dery sejak semester satu, tapi Kak Dery ya ogah lah. Meski Kak Dery pacarannya main-main gitu, mikir-mikir kali pacaran sama nenek lampir tukang menindas orang."

"Nah bener banget. Atau jangan-jangan cewek yang dibelain Kak Dery itu gebetannya, ya."

Karina cengo beberapa saat, tapi lanjut menoleh ke tempat Dery berada untuk mengecek. "Kayaknya enggak. Cewek itu polos banget. Kak Dery tipenya yang agak-agak savage gitu."

Winter menoleh pada Karina. "Lo intel?"

Karina melengos. "Ya bukan lah."

Winter manggut-manggut. "Lagian orang awam kayak gue aja tahu Kak Dery itu playboy. Pernah tuh gue ketemu dia hari Senin di gerbang sama cewek A, hari Kamis udah boncengan sama cewek B. Hadeh."

"Nah lo tahu sendiri."

Mereka asyik bergosip sampai tak menyadari Flora sudah pergi dari sana meski hanya menerima dua kalimat dari Dery. Mukanya memerah tanda malu. Saat melewati meja Winter dan Karina, dua curut itu pura-pura mengecek hape. Padahal hape Winter jelas-jelas mati karena low baterai. Tapi namanya juga akting. Dan Dery seriusan memesan minuman dengan santai. Cewek yang dibully tadi sudah pergi sambil menunduk. Winter dan Karina berharap cewek itu aman untuk seterusnya.

"Oh ya, kemarin gue ketemu Kak Dery," kata Winter sembari memasukkan hapenya ke tas punggungnya. Iya, di saat orang-orang pada gaul pakai totebag, Winter tetap menyukai tas punggung warna ungu dengan gantungan BT21.

Sembari melepaskan mulut dari sedotan minumannya, Karina menyahut. "Di mana?"

"Di makam tempat kakak gue."

- Behind the Sunflower -
🌻


catatan ines:

Sebenarnya pengen nih cerita bersih dari bacotan di author note, tapi kayaknya gabisa, wkwk. Aku gatel pengen ngomong, eh ngetik kamsudnya.

Jadi, cerita ini emang udah aku tulis dan kurang dua sampai tiga part lagi kelar. Kalau rutin publish sebenarnya bakal bisa cepet selesai kalian baca, tapi aku anaknya kadang pelupa sehingga lama nggak update. Atau bisa juga emang lagi males buka Wattpad karena buntu inspirasi. Maap banget kalau aku slow update soalnya akhir semester begini tugas anak kuliah banyaknya naudzubillah. Nanti pasti diup kok. Meski agak lama, insyaallah aku orangnya nggak php, wkwk. So, stay tuned ya, yorobun. Jangan lupa like, komen, dan subcribe, eh follow maksudnya. Heheh.

Dah itu aja.

Adios.

[2] Behind the Sunflower | HENDERY & WINTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang