Awal cerita

659 33 40
                                    

Awas Typo bertebaran
.
.
.


Hari semakin gelap, sunyi dan sepi. Tak ada seorangpun diluar sana. Aku sendirian. Meratapi nasib yang kian membesar. Sulit untuk berbagi dengan yang lain. Karena aku, orang yang sulit berinteraksi dengan yang lain.

Hanya satu orang yang bisa mengerti aku. Dia Raka Sanjaya, namun semuanya berubah semenjak ada orang baru. Sekarang aku sendirian, tak ada orang yang peduli.

Sikapku semakin dingin, bagaikan kutub Utara. Cuek, dan bodo amat. Sekarang aku tidak peduli, mau orang mandang gimana, mau berpikiran seperti apa. Aku tidak peduli.

Aku orang biasa, sama seperti kalian punya hati. Namun, hatiku sudah tertutup dengan sikap egois kalian. Aku ingin seperti kalian, namun itu tak bisa.

Dulu aku ceria, selalu tersenyum dan selalu semangat. Sekarang aku berbeda. Aku bukan yang dulu selalu kalian anggap berlian. Namun, sekarang aku bagaikan sampah yang kalian buang.

Aku, Raya Renatan. Seorang gadis berumur lima belas tahun, yang kalian buang dengan mudah bagaikan sampah. Berbagai cara aku kembali, namun kalian membuangku beberapa kali.

Cukup sudah aku muak dengan segalanya. Hidupku penuh penekanan. Awalnya aku takut, namun dengan keberanianku semuanya mudah.

***

"To-tolong ...," ucapku bergetar. Aku memeluk lutut dengan erat.

Aku berada di hutan, entah kenapa aku berada di sini. Aku terus mengingat-ingat apa yang terjadi denganku. Kenapa aku bisa di sini.

Flashback

"Natan kemari, Nak," panggil bibiku, sambil mengaduk-aduk gelas berisi air.

"Ya ... Ada apa, Bi?" Aku melihat bibi tersenyum kepadaku, lalu menyodorkan air.

"Ini minumlah, tenang bukan racun. Ini ramuan untuk kamu, agar kamu sehat kembali. Kan kemarin kamu sakit," ungkap bibiku, tangan kirinya mengusap-ngusap rambutku.

Aku sedikit ragu, kemudian aku mengambil minuman dari tangannya. "Baiklah, ..." ucapku pasrah.

"Anak pintar, kalo sudah belajar kamu langsung tidur. Jangan malam-malam, gak baik untuk kesehatan kamu!" Bibi langsung meninggalkanku di dapur.

Mataku mulai ngantuk, kepalaku sedikit pusing. Aku berkata dalam hati, "Mungkin benar kata Bibi, aku harus segera istirahat." Aku berjalan sempoyongan. Tanganku memegang kepala.

Aku tak berdaya, aku ingin makan, namun aku tak kuat berjalan. Aku memaksakan diri untuk bisa berdiri, aku terjatuh.

Kepalaku mulai pening, aku takut, air mataku mulai membasahi pipi. Tanganku memegang kepala, kini mataku mulai buram, dan aku pingsan.

***

Aku membuka mata perlahan-lahan, aku melihat sekeliling ruangan sederhana yang didominasi warna coklat.

"Aku di mana?" ucapku dalam hati. Aku panik, langsung membuka selimut. Alhamdulillah ... ternyata masih lengkap.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sesosok wanita paruh baya tersenyum kepadaku. Ia berjalan ke arahku, duduk di tepi ranjang.

Ia terus memandangiku, aku takut. Tanganku memegang kuat selimut. Air mataku mulai mengalir, sekujur tubuh lemas.

Ia menggerakkan tangannya, seolah tangannya berbicara. Aku tidak mengerti apa yang di maksud wanita paruh baya itu. Tangannya berhenti, ia beranjak dari kasur.

KehidupankuWhere stories live. Discover now