3. Ayah, adalah durinya

67 11 2
                                    

Dari ribuan luka yang orang lain berikan. Nyatanya, satu luka dari keluarga sendiri jauh lebih menyakitkan.

***

Ke dua mata Senja melebar. Tangannya mengepal erat penuh marah, ada gemuruh penuh sesak di dada Senja, saat melihat Ibu nya tengah ditendang. Padahal, tubuh wanita itu sudah terkapar tak berdaya di lantai.

"Apa yang Anda lakukan?" Nada suara Senja begitu dingin. Tatapan matanya menajam, seakan mampu menghunus siapa pun yang dia tatap.

Sedangkan pria bajingan itu, malah terkekeh mencemooh.

"Senja, anak ayah. Sadarlah Nak, wanita ini tidak berguna," kekeh Burhan.

Kakinya terus saja menendang punggung Nuri-Ibu Senja. Padahal, wanita itu sama sekali sudah tak berdaya.

"Pria bajingan seperti Anda tidak pantas disebut sebagai seorang ayah," ujar Senja penuh amarah.

Senja segera mendorong pria itu ke sudut tembok, hingga membuatnya terjatuh. Dia mulai mengguncang pelan tubuh Ibunya. Pipi wanita itu penuh lebam, matanya bengkak, ada bekas air di sudut matanya yang membiru.

"Ibu, ini Senja."

Senja menepuk pelan pipi Ibunya, berharap wanita itu bangun dan memberikan senyum hangat padanya. Namun, mata Ibunya masih saja tetap terpejam. Sebenernya apa yang pria bajingan itu lakukan pada Ibunya?

"Senja, ini ayah. Apa kamu tidak merindukanku nak?" Burhan menyeringai lebar, seperti iblis.

Senja mendengus, "bahkan, seluruh dunia pun tahu. Bahwa, saya menyesal memiliki ayah seperti Anda!"

Di sudut tembok pria itu terus tertawa, sembari meracau tidak jelas. Sedangkan Senja, dia terus berusaha membangunkan Ibunya.

Senja mengambil minyak aroma terapi di dalam tas, mengoleskan sedikit ketelunjuknya, lalu dia arahkan ke hidung Nuri.

Wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata. Dia sedikit meringis, sebab sudut bibirnya terkoyak. "Senja, kamu ... gak apa-apa Nak?"

Senja tidak menggubris pertanyaan Ibunya, dia malah mengedarkan pandangan ke arah tubuh wanita itu, dengan tatapan khwatir.

"Kita ke rumah sakit ya. Senja takut ibu kenapa-napa."

"Ibu, baik-baik aja. Kamu gak perlu khawatir berlebihan."

Ekor mata wanita itu menangkap sosok Burhan, yang tengah menatap ke arah mereka tanpa ekspresi. Bahkan, tatapannya nampak begitu kosong. Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya. Ada darah di sudut kening pria itu.

Senja menolah ke arah pandang Ibunya. Tatapan itu. Tapan penuh cinta, hangat, dan tersirat akan kasih sayang yang begitu tulus. Tidak nampak sedikitpun rasa kecewa, atau amarah.

"Biar aku obati luka ibu,"ujar Senja.

"Senja, apa yang kamu lakukan?"

"Memangnya apa yang Senja lakukan Bu?" Bukannya menjawab, Senja malah membalikan pertanyaan.

Tatapan Nuri menuntut. "Kamu apakan ayahmu?"

HAMPIR RAMPUNG [ OnGoing ]Where stories live. Discover now