Bagian 22

61 17 1
                                    

Ada sejumlah alasan untuk bangkit dari atas kasurnya pagi itu. Sejumlah alasan yang menggerakkannya untuk keluar dari kamarnya, pergi meninggalkan tempat persembunyiannya, dan alasan yang sama untuk pergi keluar rumah pagi itu. Rita tidak dapat menghadapinya sendirian lagi. Ia telah sampai pada titik dimana ia nyaris kehilangan akal sehatnya dan yang tersisa hanya keputusan untuk menyerah.

Rita akan menemui David. Ia tidak mengenakan pakaian mewah kali ini: hanya setelan sweter dan jeans hitamnya. Riasan tipis di wajahnya juga tidak mampu menutupi bengkak pada kedua matanya dan lingkaran gelap di wajahnya. Ia merasa acuh tidak acuh dengan tampilannya, tujuannya jelas, Rita hanya ingin menemui laki-laki itu dan berbicara padanya. Mungkin ia akan meminta semacam perlindungan yang akan membuatnya merasa lebih tenang, mungkin David akan membantunya melupakan Jim secara perlahan. Mungkin segalanya akan baik-baik saja setelah ini. Mungkin, setelah semua masalah itu pergi dan pihak kepolisian menyerah untuk memutuskan bahwa itu hanyalah kecelakaan biasa, hidupnya akan kembali normal. Ia dapat mengajukan perceraian sepihak dan hidup bersama David. Ia tidak sabar menunggu kelahiran bayinya - ia tidak sabar untuk mengetahui apakah bayi itu laki-laki atau perempuan dan seperti apa rupanya? Apakah bayi itu akan memiliki mata berwarna biru cerah seperti David? Atau hidung mancung yang mungil seperti Rita? Ataukah bayi itu jutsru memiliki senyum indah seperti Jim? Rita menyingkirkan bayangan itu dengan cepat, secara impulsif menginjak pedal gas lebih kencang dan nyaris menabrak mobil di depannya jika ia lupa menginjak rem.

Bayangan itu menghantuinya sepanjang perjalanan. Ada begitu banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Rita tidak dapat menentukan mana yang akan menjadi takdirnya. Apapun itu, tekadnya sudah bulat.

Seorang psikoterapis yang pernah berbicara dengannya mengatakan bahwa waktu-lah yang akan menyembuhkannya. Wanita empat puluh tujuh tahun itu memberitahunya bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melupakan trauma seiring bertambahnya usia. Mungkin itu juga akan terjadi padanya. Perlahan-lahan, benang kusut akan tergulur, kematian Jim terlupakan dan masalah akan lenyap. Perlahan-lahan ia akan mendapatkan hidup normalnya kembali.

Rita mengendara dengan perasaan membuncah di sisa perjalanannya. Mobilnya mendekati apartemen David ketika ia melihat pria itu berjalan di sudut trotoar jalan, mengenakan jaket hitam tebal, sepatu kets berwarna putih dan tampak bersisian dengan seorang wanita. Rita mengarahkan mobilnya lebih dekat, kemudian menghentikannya jauh di depan mereka. Melalui kaca spionnya ia menyaksikan wajah David yang tak asing. Seringai lebar muncul di wajahnya dengan kedua matanya menatap aspal di bawah kakinya, sesekali terarah pada wajah wanita di sampingnya.

Sementara wanita itu: wanita berambut pirang, bertubuh kurus dengan kemeja biru tipis dan celana jins berwarna pucat, berjalan di sampingnya dengan lengan yang melingkari pinggangnya, tampak cerah dalam balutan pakaiannya dan tersenyum lebar. Rita menyaksikan mereka berbelok di tikungan, kemudian ia mengarahkan mobilnya dengan cepat, memutar setir dan mengikuti kemana pasangan itu pergi. Mereka berakhir di dalam bangunan tinggi. Ketika keduanya menghilang di balik pintu, Rita memutuskan untuk memarkir mobilnya secara sembarang kemudian keluar untuk mengikuti mereka.

Bangunan tiga lantai itu cukup padat. Orang-orang berlalu lalang di sekitar, liftnya juga padat, jadi Rita memutuskan untuk menaiki tangga. Perpustakaan letaknya di lantai dua, dan di dalam ruangan itu ada banyak sekat-sekat pembatas. Lebih sedikit ruang yang terbuka. Orang-orang berkeliaran, seorang petugas perpustakaan disibukkan oleh para pengunjung dan melalui sekat-sekat rak buku yang terpajang tinggi, Rita mencari-cari. Ia menerobos kerumunan, mendorong satu dua orang yang menghalangi jalannya hingga mendapat pelototan sengit dari mereka kemudian langkahnya terhenti tepat di ujung lorong, di belakang sekat rak paling kiri dari tempatnya. Saat itu ia menyaksikan dua pasangan itu berhadap-hadapan, David memandangi wanita itu, tersenyum sambil berusaha menunjukkan isi halaman dalam buku yang digenggamnya. Wanita yang sama, menatapnya sejenak kemudian tertawa geli. Ada sesuatu yang bernar-benar mengganggu Rita: kedekatan mereka yang tidak wajar. Dan dari cara David menatap wanita itu, Rita tahu – siapapun akan tahu, laki-laki itu berusaha menggodanya, persis seperti yang dilakukan David padanya.

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang