Bagian 26

58 13 1
                                    

Ada banyak hal yang mengekor di kepalanya saat itu. Dalam beberapa malam saja Louise telah menyusun banyak rencana. Ia menghabiskan sebagian harinya dengan mendengar suara dentingan ranting pohon ketika mengetuk kaca jendelanya, atau suara berderap tikus loteng berkeliaran di langit-langit kamarnya. Atap itu akan rubuh ketika ia tidak mampu lagi menopang air hujan atau timbunan salju saat musim dingin. Kini taman di belakang rumahnya sekacau badai. Hamparan rumput hijaunya memanjang, daun-daun kering yang disingkirkan kembali berserakan di sekitarnya. Sementara itu jalanan memanjang dan kosong, kabut tebal yang menyelubungi pohon-pohon tinggi jelas menyembunyikan kekosongan yang mengakar di setiap sudut jalan.

Pagi itu Mr. Lawrence terlihat baru saja usai mengepakkan barang-barang dan peralatan berburunya ke dalam van berwarna oranye. Musim berburu telah tiba dan kini akan ada banyak van-van yang melintas melalui rumahnya, bergerak menuju kedalaman hutan dan menetap disana untuk beberapa malam. Tenda-tenda akan dibangun, perangkap dipasang, api unggun dinyalakan untuk membuat hewan-hewan gentar. Ada desas-desus kuno yang mengatakan hutan itu berpenghuni, banyak kejadian mengerikan terjadi disana: penyiksaan, mutilasi, pelecehan seksual juga penculikan anak yang telah menghilang selama sepuluh tahun. Hingga saat ini kasusnya tidak pernah terungkap. Hutan itu, sebagaimana tampilannya, menyembunyikan segala misteri di dalamnya.

Louise mengingat ia dan Ed dalam suatu malam pernah mengendarai vannya menuju hutan. Ed membawa senjata, memastikannya terisi penuh oleh amunisi. Kemudian mobil mereka memasuki jalur terjal yang melandai menuju tempat tanpa arah. Papan penunjuk jalannya menghilang, posko keamanan tidak dihuni, pagarnya juga telah rusak dan berkarat. Mereka kehilangan arah di tengah perjalanan. Kemudian, mereka terpaksa menghabiskan waktu di dalam mobil menunggu langit gelap berlalu dan sinar matahari muncul.

Pada malam hari suara-suara di hutan begitu memekakan. Kumbang-kumbang melompat-lompat di atas semak, berkerumun dan menciptakan suara berdengung yang membuat Louise terjaga di sepanjang malam. Ed menumpuk kayu bakar untuk membuat api unggun, namun mereka kehabisan bahan untuk menyalakan api itu hingga mereka terpaksa harus menunggu dalam kedinginan yang terasa menyiksa. Hewan-hewan yang berkeliaran pada waktu malam membuat Louise takut. Ia mulai membayangkan mereka mengetuk-ngetuk kaca jendela mobilnya, atau membenturkan tanduknya pada bumper dan yang terburuk membuat mobilnya mengalami kebocoran bahan bakar. Ed sebaliknya, laki-laki itu tidak begitu mengkhawatirkan kemunculan hewan buas sama sekali. Ed mengatakan padanya selama mereka tidak menimbulkan suara bising, atau mengganggu makhluk hidup disana, mereka tidak akan terancam bahaya.
Pagi tiba lebih lama. Di balik kabut tebal yang menggantung dibawah dahan-dahan pohon, Louise menyaksikan seorang wanita, berambut kecoklatan, tubuh ramping yang dibalut dengan sweter berwarna ungu cerah, dan memiliki tinggi kira-kira seratus enam puluh atau seratus tujuh puluh senti, melintas melalui undakan bebatuan yang miring dan lenyap di balik tanah tinggi. Louise melintasi kabut itu, mempercepat langkahnya untuk mengejar di wanita, namun wanita itu telah menghilang. Kini suara letusan yang besar terdengar. Suaranya semakin jelas ketika Louise mendekati tiang pembatas dan menandakan jalur bebas. Tiga orang pria, masing-masing bersenjata, sedang mengarahkan laras senapannya pada seekor kijang yang baru saja melintasi dua pohon besar di ujung, kemudian bersembunyi di balik semak tinggi saat menyadari seseorang tengah mengintainya.

“Permisi!” kata Louise saat menghampiri mereka. “Permisi!!”

Dua diantara laki-laki itu berbalik menatapnya, mereka tampak heran dan kebingungan saat menyaksikannya.

“Apa kalian tahu dimana jalan keluarnya?”

Pria ketiga menurunkan senapannya, berbalik menghadap Louise. Kini ketiga pria itu saling bertukar pandang, mereka seolah tengah berusaha menyiratkan sesuatu dalam tatapan itu. Kemudian dua di antaranya bergerak maju mendekati Louise, pria itu masih memandanginya. Louise bergerak mundur, seketika mengurung niatnya untuk bertanya.

“Lupakan saja!” katanya sebelum berbalik dan pergi dengan cepat.

Louise sedang berlari melintasi jalanan berbatu ketika ia menyaksikan pergerakan seseorang di balik semak-semak tinggi, persis di antara dua pohon besar yang berdiri bersisian. Louise menyaksikan si wanita berambut coklat itu berdiri memunggungi seseorang di belakangnya: kali ini laki-laki berambut gelap yang sulit dikenali wajahnya karena kabut tebal. Louise berusaha mendekati mereka sebelum menyadari bahwa si pria tengah menurunkan celananya, kemudian mengarahkan bagian tubuhnya pada si wanita dari belakang dan mendesaknya dengan kasar.

Si wanita mengangkat wajahnya. Tatapannya bertemu dengan Louise, wajahnya memerah, namun pasangan itu tidak menghentikan aksinya, alih-alih terus memandanginya. Untuk kali kedua Louise mengurung niatnya, ia kembali pada Ed secepat mungkin. Laki-laki itu baru saja mengepak barang-barang mereka ke dalam bagasi ketika Louise muncul.

“Kemana saja kau?” tanya Ed begitu Louise sampai di hadapannya.

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Louise memilih untuk membantu Ed mengepakkan barang-barang mereka dan meminta Ed untuk mengendara cepat meninggalkan hutan. Mereka berputar-putar selama dua jam, nyaris kehabisan bahan bakar. Kemudian Ed mendapat ide konyol yang membantu mereka untuk keluar dari hutan itu, yaitu dengan mengikuti arah cahaya matahari.

Mereka dapat bebas pada akhirnya, namun kejadian itu tidak pernah terlupakan. Terkadang, Louise suka menatap ke dalam hutan dan bertanya-tanya kejadian buruk apa yang mungkin akan menimpanya jika ia tidak lari secepat mungkin dari tiga orang pria bersenjata itu. Atau apa yang mungkin akan terjadi jika Louise tinggal lebih lama dan menyaksikan dua pasangan yang tengah bercumbu di hutan itu? Karena persis satu pekan setelah kejadian itu berlangsung, Louise menyaksikan mobil-mobil polisi bergerak menuju hutan, awak media tidak mau ketinggalkan momen. Beberapa helikopter dikerahkan dan berita di televisi meliput kejadian nahas yang menimpa seorang wanita berambut coklat dengan sweter berwarna ungu, identitasnya belum dapat dipastikan tapi diduga wanita itu bernama Eshter Gilbert, dia ditemukan tewas akibat hantaman batu besar yang menghancurkan tengkoraknya. Jasad Eshter ditemukan tenggelam di dasar rawa, tubuhnya terhisap oleh lumpur hidup.

Polisi tidak membawa kasus itu cukup serius ke meja hijau. Keluarga Esther memiliki latar belakang buruk. Esther sendiri adalah pelaku prostitusi, tidak ada orang yang cukup serius menegakkan hukum untuk pelaku prostitusi. Louise di sisi lain menjadi saksi mata yang tersembunyi, nyaris tak terdeteksi. Penyelidikan itu bahkan sudah ditutup sebelum polisi berhasil mendatangi dan mengetuk pintu rumahnya. Kemudian, kasus Eshter lenyap dalam hitungan bulan. Terkadang Louise membayangkan seorang polisi akan mengetuk pintu rumahnya dan bertanya apa yang disaksikannya hari itu: seperti apa pria yang dilihatnya bersama Eshter kali itu. Bajingan itu kemungkinan besar adalah seseorang yang mencelakai Eshter. Sekarang dia berkeliaran bebas menghirup udara segar dan tidak ada seseorang yang akan menghukumnya atas tindakannya.

Bahkan setelah bertahun-tahun kejadian itu berlalu, Louise masih mengingatnya, terkadang ia suka memejamkan mata dan mulai menebak-nebak pelakunya. Jika dipikir-pikir, Louise telah melakukan itu sepanjang hidupnya: ia menyaksikan setiap kejadian di sekitarnya tanpa menduga-duga bahwa kejadian itu akan menyeretnya pada suatu insiden besar. Kali ini pasangan Foster di seberang taman menyita perhatiannya. Sudah genap sepekan sejak kematian Jimmy Foster, genap sepekan Rita berkeliaran di dalam rumah besar itu sendirian. Louise suka mengamatinya setiap malam tanpa tahu apa yang benar-benar terjadi di dalam sana. Terkadang ia terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Louise sering mendengar suara teriakan-teriakan dalam mimpinya dan ketika ia terbangun, semuanya memudar: langit masih gelap, jalanan masih kosong, dan lampu taman berkedip dua kali dalam sedetik. Pintu-pintu rumah Rita Foster masih tertutup rapat. Namun ada yang mengganggunya malam itu, lampu dapur dinyalakan, Rita terlihat mondar-mandir di sana, mencari-cari sesuatu. Kemudian Louise bergerak turun dari ranjangnya, ia membuka lemari dan mengeluarkan kotak ponsel berwarna hitam milik Rita di dalam sana. Seandainya Louise memiliki keberanian untuk mengetuk pintu rumah Rita dan mengatakan yang sebenarnya, Louise akan melakukannya. Tapi ia belum siap, ia tidak ingin mendapat permusuhan dari Rita.

--

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang