S e P u L u H

173 30 1
                                    

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, merasakan tubuhnya remuk dan puas di saat yang bersamaan.

Tertidur di sebelah ranjang dengan pandangan yang berangsur menjernih menampilkan wajah suaminya, ia tersentak hebat ketika berhasil menangkap keberadaan utuh pria itu.

"AHHH!"

Brugh...

Pria itu segera menoleh pelan seperti telah menduga sejak lama, meski demikian kedua bola matanya tidak menunjukkan sorot benci seperti biasa. Ia melihat ke dalam mata istri kecilnya yang sudah terjatuh membenturkan bokongnya di lantai.

Amicia meremas ujung selimutnya sembari mengingat-ingat. Ia mabuk semalam. Minuman aneh itu lebih mematikan dari obat tidur, bahkan rasa tajamnya yang asin masih membara di dalam dinding tenggorokannya yang belum pernah digelontori cairan pendosa. Ia menatap pria itu takut sambil bersembunyi di pinggiran ranjangnya.

"Aku ingat aku bersamamu kemarin malam..."

"Ya." Balas Harry singkat.

Amicia menelan ludah. "Apa yang kita lakukan?"

Harry membuang wajahnya ke atap, berniat untuk sedikit menyaring kisahnya.

"... Kau mendorongku ke danau."

Amicia meraup nafas dalam sembari menutupi mulutnya syok. Ekspresinya berubah dengan sangat cepat.
"B-benarkah?! Astaga, maafkan aku!"

Harry termenung menatap ke luar pintu balkon yang mengarah ke laut bebas, namun karena ia sedang tidur ia hanya dapat melihat langitnya. Tempat ini sangat menakjubkan.

"Jangan meminta maaf..." Harry mulai bangkit dengan gagah dari atas kasurnya. Berdiri di pinggiran pagar balkon dan menunduk untuk memandangi tebing berbatuannya.

Amicia perlahan berdiri untuk melihat kemana pria itu pergi, masih menggenggam selimutnya di depan dada.

Keheningan pria itu membuatnya khawatir. Lelaki itu seolah sedang menyembunyikan sesuatu— meskipun setiap harinya pria itu tidak pernah menceritakan apapun padanya...

"Harry, kau tidak apa?"

Tidak ada jawaban.

Amicia masih berdiri di sana, menunggu sepatah kata keluar dari mulut pria itu. Jam menunjukkan pukul lima pagi, seharusnya mereka bangun lebih siang kecuali Amicia yang tidur lebih awal karena mabuk.

Suasana mulai berubah canggung bagi Amicia, sejak pria itu menatapnya usai ia membuka mata ia tahu bahwa ada sesuatu yang janggal. Mungkin ia tidak ingin diganggu.

"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi--"

"Kemana?" Pria itu berbalik cepat.

Amicia terperangah melihat tingkah pria itu sekarang. "Apa aku baru saja mendengarmu bertanya?"

Harry segera berbalik, menyesali keputusannya.

Entah bagaimana hal itu terlihat lucu di mata Amicia, gadis itu tertawa kecil. "Kau aneh. Aku harap aku bisa melihatnya lebih sering."

Entah sejak kapan gadis itu menjadi seorang penggoda atau hanya Harry yang merasa demikian— keduanya menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda.

Dengan sedikit canggung gadis itu kembali melarikan diri ke arah pintu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Harry mengatakannya dengan lebih santai agar tidak kentara. Walau pria itu bersuara ke arah udara, Amicia masih dapat mendengarnya dari dalam kamar.

Sejujurnya ia juga bingung, ia tahu ia tidak harus meninggalkan Harry.

"Mungkin aku akan ikut olahraga pagi bersama yang lain— ah! Aku ingat Mrs. Smith bilang akan ada semacam les tari di bawah!" Ia mengangkat telunjuknya.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Where stories live. Discover now