T i G a P u L u H S e M b i L a N

121 22 2
                                    

Kicauan burung bersenandung ria di udara bebas. Musim dingin telah berlalu dan bunga-bunga mulai bermekaran. Entah dimana makhluk-makhluk kecil itu bersembunyi, namun suara itu membuat Harry terbangun dan mendapati tangan kirinya sudah digenggam oleh Amicia.

Wanita itu menatap lurus ke arah langit-langit ruangan, dari nafasnya yang berhembus teratur dapat disimpulkan bahwa wanita itu belum menyadari kehadirannya.

Harry tersenyum tipis mengamati proporsi wajah sang istri yang menurutnya sempurna. Hidungnya yang kecil dan mancung terlihat menggemaskan dari samping, bulu matanya lentik dan bibirnya masih menggoda seperti biasa meski sedikit pucat. Bayi mereka pasti terlalu bersemangat di dalam sana.

Harry bangkit dan membuat Amicia menoleh, namun pria itu terlebih dahulu mengunci tatapan di hadapannya dengan menopang kedua tangan di sisi tubuhnya. "Selamat pagi, sweetheart."

Amicia masih belum terbiasa meski pria itu sering melakukannya— bertatap muka seperti ini— dengan suara serak khas bangun tidur dan mata sayup-sayup terbuka dihiasi manik hijau yang mengintip dari kelopak matanya.

"S-selamat pagi." Ujarnya sedikit gagu.

"Kau tidak apa?" Masih menahan bobot tubuhnya di atas wanita itu, namun Amicia hanya diam seolah bingung harus menjawab. "Kau ingin aku menggendongmu ke kamar mandi?"

"Kurasa tidak... Aku tidak ingin mandi pagi ini." Amicia menjawab dengan suara parau.

Bibirnya tersenyum tipis. Harry tidak ingin terlihat terlalu cemas di hadapan Amicia, hal itu justru akan membuatnya gelisah.

"Baiklah, aku akan segera kembali." Harry bangkit dari kasurnya.

Mata Amicia mengikuti langkah Harry yang memasuki kamar mandinya. Ia masih ingat ketika ia pernah bersembunyi ketakutan di dalam sana sementara mengira Alyona telah diculik.

Sudut bibirnya terangkat, waktu berlalu begitu cepat. Kecelakaan itu justru membuat pandangannya terhadap Harry berubah seratus delapan puluh derajat.

Amicia beranjak dan mencoba duduk, namun hal itu justru menambah nyeri di punggungnya. Ia meringis sakit, lalu kembali berbaring di atas kasur. Karena Harry sangat teliti dengan ritualnya yang satu itu maka Amicia harus bersabar lebih lama— tapi apa ini? Kepalanya terasa pening. Pandangannya mengabur dan ia seperti ingin tidur.

...

Bunyi hembusan nafas yang keluar masuk terdengar, namun kali ini lebih keras dan terasa asing. Mata birunya terbuka secara perlahan, di sekelilingnya sudah ada Maddi, Mrs. Rudolf, dan Harry yang berdiri di sekitar ranjangnya.

"Huh..." Tanya Amicia linglung. Sedikit menggeliat, barulah ia merasakan pergerakan dari selang-selang yang terhubung di beberapa titik tangannya dan wadah oksigen yang ditaruh pada mulutnya. Tubuhnya mulai memberontak, semuanya beranjak dan segera menahan tubuh Amicia.

"Tenanglah, Mrs. Styles... Ini hanya oksigen."

Amicia menggeleng, meskipun memang benar ia tidak merasakan apapun selain perasaan mengganjal, namun itu sudah cukup membuatnya kalang kabut.

Tiba-tiba saja tangan Harry menangkup sebagian wajahnya dan di situlah ia mendapati manik hijaunya yang sedang memohon. "Bertahanlah, kau akan baik-baik saja."

Amicia melamun sejenak, tenggelam ke dalam serbuk emas yang bertaburan di lingkar hijau emeraldnya, lalu ia mengangguk pelan. Kini Amicia sudah mulai sadar dan bisa berpikir. Sepertinya bukan masalah yang rumit karena pundak Mrs. Rudolf hanya menjadi sedikit kaku dan selebihnya tidak ada hal yang patut dikhawatirkan.

"Kami akan melepas semuanya setelah kau tersadar penuh, oke?" Mrs. Rudolf berkata dengan secercah nada naik yang biasa ia berikan pada anak-anak.

Amicia mengangguk pelan, sedikit takut dengan benda-benda yang menempel di kulitnya. Jantungnya berdebar sekarang, namun tidak seperti sebelumnya ketika ia belum melihat wajah Harry tadi.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Where stories live. Discover now