11

15K 2K 39
                                    

“Selamat pagi, Yang Mulia!”

Alarice disambut oleh sapaan sekelompok pelayan tepat ketika dia membuka mata dan tengah menikmati sinar matahari pagi yang menembus jendela.

Para pelayan mondar-mandir di kamarnya, sibuk membersihkan segala sudut dan memastikan tidak ada setitik debu pun. Setelah membersihkan kamarnya dengan cermat, mereka mulai membantu Alarice membersihkan dirinya.

Sesi mandi pagi yang memakan waktu lebih dari satu jam dimanfaatkan Alarice untuk kembali menutup matanya. Dia tertidur di dalam bak mandi, sementara para pelayan menggosok dan memijat otot-otot tubuhnya yang kaku.

‘Ya. Ini dia keuntungan menjadi seorang putri.’ Alarice tertawa puas di dalam hati.

Setelah mandi, seorang koki membawa berbagai jenis makanan ke dalam kamar. Alarice yang merasa luar biasa lapar tanpa basa-basi langsung menandaskan berbagai jenis makanan yang tersaji di atas meja.

“Yang Mulia, apa Anda ingin minum teh dan camilan sesudah makan?” tanya Lula perhatian setelah melihat Alarice menghabiskan sup asparagus pada mangkuk terakhir.

“Ya.”

Satu set peralatan menyeduh teh tiba dalam sekejap di kamarnya. Lula menyeduh teh hijau kualitas terbaik yang baru saja diberikan oleh permaisuri segera setelah berita mengenai Alarice yang sudah siuman beredar pagi ini.

“Yang Mulia Permaisuri mengunjungi Anda setiap hari selama Anda tidak sadarkan diri, Yang Mulia.”

“Oh ya? Mengapa dia tidak datang hari ini?”

“Um… itu.” Lula sedikit ragu untuk menyampaikannya, “Lord Alexander menyebarkan berita bahwa Anda masih mengalami syok berat dan belum bisa bertemu dengan orang lain selain orang-orang terdekat Anda dan para pelayan.”

“Oh.”

Alarice hanya memberikan respon singkat. Seluruh perhatiannya sekarang terpusat pada berbagai jenis kue yang dari tampilannya saja sudah terlihat sangat lezat. Alarice mengambil salah satu dari sekian banyak kue yang menumpuk. Tanpa membuang waktu, dia menggigit sepotong kue cokelat dengan selai berwarna merah merekah di atasnya.

“Wow, apa ini?” Mata Alarice berbinar saat rasa manis dan segar melebur jadi satu di lidahnya.

"Itu adalah selai ceri khas kekaisaran," jawab Lula sembari tertawa kecil melihat reaksi takjub Alarice. Lula menambahkan,  “Yang Mulia Kaisar memerintahkan koki pribadinya untuk membuat semua makanan penutup kesukaan Anda.”

Koki pribadi kaisar?

Alarice menyeringai lebar. Kapan lagi dia bisa mendapatkan perhatian  eksklusif dari seorang kaisar dan permaisuri suatu kekaisaran besar?

Mengunyah roti gulung stroberi yang sangat lembut, Alarice merenung dan teringat dengan Alfabio. Dia bertanya-tanya bagaimana cara Alfabio mengatasi para bangsawan yang meminta agar Alarice mendapatkan hukuman penggal. Dewi Rubella hanya memberikan informasi singkat yang tidak jelas. Jadi, Alarice harus mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi selama dirinya tidak sadarkan diri.

Tiba-tiba, bayangan Alfabio yang berargumen dengan para bangsawan dan mencoba bernegosiasi dengan mereka muncul di pikirannya.

“Aish, tidak mungkin.” Alarice menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan tentang Alfabio yang membujuk para bangsawan satu persatu.

Alfabio adalah tipikal manusia yang langsung menghunuskan pedangnya saat mendapat respons yang tidak dia inginkan. Mungkin dia akan memenggal kepala bangsawan-bangsawan yang berani memprotes dan mengabaikan perintahnya.

Empress of CateriaWhere stories live. Discover now