#3. Nana

435 30 24
                                    

𝑯𝑨𝑷𝑷𝒀 𝑹𝑬𝑨𝑫𝑰𝑵𝑮
~~~
Vomment!

***

        "Raa! Sudah? Cepat. nanti keburu panas." Panggil Ibu dari bawah. "Iya Bu. Sebentarr!" Sahutku. Tak lama aku turun menyusul ibu yang sudah menunggu di teras.

       "Bu?" Panggilku. Ibu yang sedang memainkan gadget canggihnya, menoleh. "Oh? Sudah siap ra? Astaga, kamu cantik sekali." Ibu memelukku gemas. 

    Aku pasrah saat ibu mencubit pipiku, "Iya dong, siapa dulu ibunya." Jawabku. "Haha, siapa yang mengajarkan kamu seperti ini raaa. Makin gemas sajaa." Ibu mengeratkan pelukannya. Tak lama ia melepaskan pelukannya. "Yuk Ra." Ibu menggandeng tanganku.

     Kami tidak naik kendaraan saat berangkat. melainkan berjalan kaki diatas trotoar oranye. di samping kami terdapat jalan raya yang dilewati oleh kendaraan melayang. Walau tidak ada roda, tapi lebih dari cukup untuk dikenali bahwa kendaraan yang lalu lalang dari tapi mirip dengan mobil kodok di kotaku. 

      Sepanjang perjalanan, Ibu memberi tahuku gedung-gedung yang ada di kota ini. Mulai dari pusat perbelanjaan, sampai perpustakaan umum. Aku baru menyadari kalau kota ini dominan berwarna oranye dan kuning. aku menyukainya. seperti melihat sunset.

     Ibu mengajakku ke suatu tempat. seperti pameran atau pasar malam. Satu dua kali, kami berhenti untuk membeli beberapa jajanan. Bentukan makanannya aneh aneh. mulai dari seperti tentakel gurita, sampai sate ikan apel. awalnya aku tidak tertarik untuk memakan itu. tapi ibu memaksaku untuk mencobanya. tapi dugaanku salah. rasanya enak sekali. Ada rasa gurih-gurih manis. aku memakannya sampai 3 tusuk. Ehehe:D

     "Bu, aku haus," rengekku.
kami sekarang sedang duduk di bangku berbentuk batu panjang di pinggir taman. Ibu yang sedang memakan tentakel gurita, celingukan mencari stand yang menjual minuman. "Yuk kesana." Ibu menarikku. 

       "Yo! Mata!" Sapa si penjual. "Ya. Tolong buatkan aku 2 buah sari buah. pakai soda dan esnya jangan terlalu banyak ya." Pesan Ibu. "Ya. Kamu tidak ada basa basinya ya. yaudah deh, Na, buat 2 sari buah pake soda dan es." perintah penjual itu pada orang yang dibelakang. "Iya." jawab singkat orang yang dibelakang. 

       Kami duduk di kursi yang disediakan. penjual tadi juga ikut duduk. "ya. Dia siapa Ta?" tanyanya. "Oh, Dia Raib, anakku." Jawab ibu singkat. aku menoleh. memangnya tidak apa-apa nih? 

      "Ooo, yang kamu ceritakan dulu ya. Halo nak, aku Jo. dan dia Nana. Anak semata wayangku." Jo memperkenalkan dirinya dan anak cowok yang mengantar pesanan ibu tadi. "Halo tante mata. hai cantik." Dia mengedipkan sebelah matanya padaku. Hiiih. Playboy cap buaya.

      "Oh? Um, Makasih. tapi namaku Raib bukan cantik." aku menjabat tangannya yang terulur.

       "Ngomong-ngomong kamu siapanya tante mata?" dia duduk di sebelahku. "Dia anaknya tante mata yang diceritakan dulu." jelas paman Jo. "Loh? bukannya dia di klan jauh sana ya? kok bisa kemari?" tanya Nana heran. "Ya karena dia putri lah. eh? kamu putri?" Paman Jo menyadari sesuatu. Aku yang menyimak percakapan sambil minum mengangguk. "Aku memiliki buku kehidupan. Tapi aku tidak tahu kenapa ia bisa mengenaliku seperti itu." jelasku. Paman Jo dan Nana mengangguk. Kami bercakap-cakap ringan hingga minumanku habis.

      "Ra, ke kota yuk. aku temani. boleh kan Tan?" Ajak Nana. Aku sih mau-mau aja. Ibu juga mengizinkan. ya, kami jadi pergi. 

      "Heh buaya! jangan kamu modus sama anaknya Mata ya! Raib jangan mau dimodusin dia. buaya dia tuh." ingat Paman Jo. "Papa ngaca papa. papa juga ngemodusin tante Mata kan. Jadi gausah sok-sokan ngelarang Nana deh. Yuk Ra." Nana menarik tanganku meninggalkan Ibu dan paman Jo berdua. 

     Kami pergi ke taman kota. lebih besar dari taman yang dipakai untuk pameran tadi. 
"Duduk dulu Ra." Nana menunjuk tempat disampingnya. aku menurut.

     "Hei, kita belum berkenalan secara pribadi kan? kenalkan, Aku Nana. Sebenarnya sih Najae min. Tapi kata papa kalo Najae itu sulit untuk diucapkan, jadi dipanggil Nana aja agar mudah." jelas Nana. Aku mengangguk. "Aku Raib. Aku keturunan klan bulan seperti ibuku, tapi aku besar di Klan bumi. kamu pernah diceritakan tentang ini oleh Tante Mata?" tanyaku. 

      Nana mengangguk. "Jujur, saat Tante Mata mengatakan kalau dia memiliki anak perempuan yang kira-kira sepataranku. aku penasaran. bagaimana rupanya. Ternyata seperti bidadari." Nana menatapku dengan tatapan yang berbeda. Tatapan yang sama ketika Ali menatapku dengan serius. 

      Aku memalingkan wajah menghindari tatapannya. "A-apasih. memangnya kamu sudah pernah melihat bidadari? jangan kebanyakan gombal loh. itu sama aja bohong." elakku. Nana tertawa. "Kamu lucu kalau tersipu seperti itu Ra. Sepertinya aku harus sering-sering gombalin kamu supaya aku bisa melihat wajahmu seperti ini." 

      "Idih." Aku mendecih.
"Ahahah. Kamu benar-benar lucu Ra. Karena kamu itu lucu, aku akan mentraktir kamu makan siang. kamu belum makan siang bukan? Ayo." Nana sudah bangun. "Memangnya sekarang jam berapa?" tanyaku. Nana mengeluarkan gadget-nya. "Pukul setengah 12 siang. Ayo. Nanti tokonya keburu ramai." Aku bangun dan pergi mencari makan siang dengan Nana. 

       Kalau dilihat-lihat, Nana itu sangat manis. dengan alis tebalnya yang tegas, itu menjadi salah satu pesonanya. Aku meliriknya dan melihat dia dengan rambut pirangnya yang tertimpa sinar matahari. Dia terus bercerita banyak hal. Aku mengangguk-ngangguk sambil sesekali curi pandang. Kurangnya cuma dia playboy:)

       satu kali aku terciduk saat melihatnya.
"Ciee liat-liat. suka ya? aku tau kok kalau aku ganteng. Mau jadian?" dia menawarkan hal itu seperti menawarkan sebungkus permen. enteng banget. "A-apasih. enggak ya. aku gak suka kamu. aku cuma menjalankan sopan santun saat mendengarkan orang bicara." Elakku. "Ututu gemasss. sini pelukkk." Nana merentangkan tangannya dan mencoba memelukku. Aku reflek berteleportasi untuk menghindarinya.

GEDUBRAK.

        Nana terjatuh. "Aduhh... Kejam banget sih kamu Ra." 
"Peduli amat." aku meninggalkan Nana yang sedang menjeplak di trotoar Oranye dan segera berjalan. "Eh eh, tungguin Raa." Nana segera bangun dan menyusulku.

/Klan bumi, Rumah Ali.

       Alif dan Reza bengong melihat pintu gerbang besar yang menghalagi jalan ke rumah Ali. "Ini rumah lu Li?" Tanya Alif. Ali mengangguk dan mendorong pintu gerbangnya.

       "Ayok. Masuk. ngapain lagi kalian cengo diluar kaya gembel gitu." Panggil Ali. "Eh sialan lu manggil kita gembel. tang mentang sultan." Umpat Alif. Ali memutarkan bolamatanya. "Cepat." Perintah ali sekali lagi. dengan segera Alif dan Reza segera menyusul Ali yang sudah jalan deluan.

       "Waah. Kaya kali bah kau. Kenapa kau kayak anak nolep selama ini?" Tanya Reza. "Kalian bakal tau waktu masuk ke baseman gue. asal kalian tau ya, kalian adalah orang biasa ke 3 dan 4 yang gue izinin masuk ke baseman gue." Jawab Ali. "Waw, gue merasa tersanjung. memangnya sebelum kita siapa aja yang boleh masuk?" tanya Alif. mereka sedang menuju baseman Ali.

      "Selain gue, pastinya Seli dan Raib. Cuma orang-orang tertentu yang mengetahui isi baseman ini." Ali membuka pintu basemannya.

        Tepat seperti dugaan Ali, mereka dengan segera terpesona dengan isinya. "Waw... Keren bangettt!!!" Teriak mereka.

Bersambung...

.

.

.

Halo Hai
Jeje balik lagi.

Gimana Part kali ini? Seru? bosen? komen ya.
maaf ya kalo kependekan atau kecepatan:(

Vommentnya kakak...

Papay!

Seeyou and enjoyyy

JEJE

𝓕𝓲𝓷𝓭 𝓜𝓮! - [Choosing Season 2]Where stories live. Discover now