DUA

18 3 0
                                    

Hari ini Citra tidak melihat gunungan pakaian kotor seperti biasanya. Sementara itu Ibu Citra duduk di kursi ruang tengah sambil menonton TV dengan santainya bersama Amel. Apakah hari ini tidak ada yang menggunakan jasa ibunya atau beliau memang sedang libur mencuci?

"Cucian lagi sepi ya, Bu?" tanya Citra.

Ibu Citra menoleh lalu menjawab. "Bukan sepi, Ibu udah nggak nyuci lagi."

Citra cukup terkejut dengan jawaban ibunya. "Kenapa?"

"Soalnya Ibu dapat pekerjaan baru. Lumayan, gajinya cukup buat makan dan biaya sekolah kalian," kata Ibu Citra dengan senyum lebar. "Jadi, kamu nggak usah bantu ibu nyuci atau nyeterika lagi."

Senyum Citra mengembang. Dia senang sekali mendengarnya. Dalam hati ia mengucap syukur atas jalan yang diberikan Tuhan pada keluarganya. "Alhamdulillah. Ibu kerja di mana?"

"Ibu kerja di salon," jawab Ibu Citra. "Makan gih. Lauknya di lemari tuh."

"Iya, Bu."

Citra melangkah ke dapur dengan senyum tersungging di bibirnya. Ia amat bersyukur karena ibunya telah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Citra berharap pekerjaan ibunya tetap lancar.

***

Pukul 23.00

Diciumnya kening Amel yang tengah tertidur pulas. Dipandangi wajah anaknya yang sedang terlelap dalam kedamaian itu. Wajah itu begitu cantik dan polos seperti malaikat. Hati Kasih miris melihat anaknya. Selama beberapa hari ini, dia telah memberi makan kedua anaknya yang tak berdosa dengan uang haram. Andai Kasih punya pilihan ia takkan pernah mau melakoni pekerjaan kotor ini. Namun untuk memberikan penghidupan bagi kedua anaknya dengan uang halal terasa sulit.

Kasih berpaling dari Amel dan mematut diri di depan cermin untuk memulas make up. Wajah polos keibuan yang teduh brubah menjadi wajah molek nan menggoda dalam beberapa menit. Dress mini berwarna merah marun membalut tubuhnya. Diam-diam ia bersyukur dengan bentuk badan yang tidak banyak berubah walau sudah memiliki dua anak. Setelah rapi Kasih menyambar tas berwarna perak dan berangkat kerja. 

Salon yang diceritakan kasih pada Citra hanyalah fiktif belaka. Itu adalah kebohongan yang dibuat tampak masuk akal untuk mengelabui kedua anaknya. Tidak mungkin ia memberitahu Citra dan Amel bahwa ia bekerja di bar, menghibur manusia-manusia laknat yang bersenang-senang dan memikirkan kenikmatan dunia. Memuaskan nafsu laki-laki hidung belang dan menebar pesona senyum palsu demi mendapatkan rupiah. Demi anak-anaknya.

***

Dari jendela kamarnya, Citra memandangi ibunya menjauh dari rumah. Walau tidak mengutarakannya secara langsung, Citra tidak mengerti pekerjaan ibunya. Aneh sekali ibunya mengatakan bekerja di salon mulai dari pukul sebelas malam hingga pukul empat pagi. Adakah orang yang pergi ke salon selarut itu? Lagipula, setahu Citra tak ada salon yang melayani pelanggan selama 24 jam nonstop.

Bodohnya Citra, ia juga tidak pernah menanyakan apa nama salon tempat ibunya bekerja. Seharusnya sebagai anak ia lebih tanggap dan tidak menelan mentah-mentah apa yang dikatakan ibunya. Sebetulnya Citra juga selalu merasa ada yang tidak beres dengan pekerjaan ibunya, namun untuk mencari tahu, Citra bingung. Tidak mungkin ia langsung menanyakan secara gamblang apakah ibunya benar-benar bekerja di salon atau tidak. 

Citra mundur dari jendela dan memaksa otaknya untuk kembali fokus mengerjakan PR. Bagaimanapun, Citra harus mencari tahu pekerjaan apa yang sebenarnya dilakoni sang Ibu. 

***

Siang ini cuaca cukup terik. Citra mempercepat langkahnya supaya segera sampai rumah. Ketika memasuki gang menuju rumahnya, hampir seluruh perhatian orang-orang yang sedang mengobrol di sekitar gang tertuju padanya. Bahkan Citra sempat mendengar beberapa orang ibu-ibu yang sedang duduk di depan rumah tampak sedang bergosip dengan menyebut nama ibunya. Dari cara mereka bicara dan memandang Citra, sepertinya mereka sedang bergunjing.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MirrorWhere stories live. Discover now