[38] Keterikatan

205 24 4
                                    

Jangan lupa vote dan commentnya><
Aku bakal segera selesaiin cerita ini..
Makasih yang sudah sabar banget nunggu dan mau baca cerita absurd ini❤⚘


❝Tapi tombak emas dan mahkota tidak akan ada arti bila tidak ada raja yang memakainya.❞

━━━━━🎈━━━━━


Galva menangis dalam diam, ia terluka. Bukan secara fisik melainkan batin. Perasaan bersalah, marah, takut bercampur jadi satu. Ia terlahir dengan emosi yang temperamental membuatnya kesulitan mengatur cara bersikap pada orang lain.

Galva awalnya tidak terlalu memerdulikan perasaan orang lain bila ia tanpa sadar bersikap kurang ajar. Namun kini, Galva menyesal karena tidak pernah mencoba bersikap lebih sabar dan baik.

Bila saja Galva tidak dingin, tidak sinis, tidak gampang marah, tidak mudah tersinggung, dan tidak egois, mungkin Galva masih bisa melihat gadis mungil yang cengeng dan galak di waktu bersamaan.

"Cahaya.." Galva kembali terisak menyebut nama tersebut.

Sudah sebulan berlalu semenjak kematian Cahaya dalam insiden tenggelam kapal yang mereka tumpangi untuk berlibur bersama. Galva menatap sembab bulan yang bertengger indah sendirian di tengah langit gelap gulita, untuk pertama kalinya ia merasa pedih luar biasa setelah kehilangan seseorang.

"Maaf" Air mata Galva tidak kunjung reda dan terus mengalir deras.

Ia menyesal telah bersikap semena-mena pada gadis itu. Ia menyesal membuat Cahaya terus menangis. Ia menyesal memperlakukan Cahaya layaknya budak yang seenak jidat bisa ia suruh. Ia menyesal membentak bahkan memarahi Cahaya karena hal kecil.

'Galva jangan! Itu buat tugas sekolah'

'Hiks-hiks Galva j-jahat hiks..'

'Aku udah bersihin semua kok!'

'J-jangan marah hiks.. Cahaya mi-minta maaf'

Galva menjambak rambutnya seraya menggeram ketika suara Cahaya teringa-iang di kepalanya. Jujur, Galva sengaja memperlakukan Cahaya seperti itu. Karena.. Galva mau melihat sisi lain Cahaya. Sisi dimana Galva ingin Cahaya membalas balik perlakuan kurang ajarnya.

'Kerjain tugasku atau pisau ini kutebas ke kau'

'Kau mau kelahi?  Hah?!'

'Kau pikir aku budakmu hah?!'

'Ga ada otak.'

Kepala Galva merunduk sambil tersenyum sedih mengingat balasan balik Cahaya. Galva sudah menduga bahwa Cahaya memiliki kepribadian ganda. Galva akan terus menyakiti Cahaya hingga dia menangis dan kemudian menunggu beberapa saat hingga Cahaya berbalik melawannya dengan cara yang lebih kasar dimana Galva lebih menyukai sifatnya yang seperti itu. Galva memang gila. 

The Revenge [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang