#04 : Regret

943 220 129
                                    

Suara pintu terbuka mendominasi pendengarannya. Matanya melihat sekeliling—cukup gelap sebab rumah hanya diterangi oleh lampu temaram. Setelah pintu ditutup, kakinya melangkah mendekati sofa. Di atas sofa, terlihat seorang lelaki yang umurnya lebih muda 2 tahun dari dirinya, sedang tertidur nyenyak. Mata yang terkatup rapat itu, memperlihatkan bulu matanya yang panjang dan lebat. Soobin tersenyum tipis setelah melihat wajah damai dari adiknya.

Dilihatnya televisi yang masih menyala, dan bermacam-macam snack berserakan di sekitar meja. Helaan napas terdengar. Mungkin saat pagi tiba ia akan membersihkannya.

Soobin mendaratkan bokongnya di atas lantai, dan memandang wajah adiknya yang tengah tertidur pulas. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah semua tindakannya sangat salah? Apakah setelah Beomgyu mengetahui apa yang dilakukannya diluar sana, ia akan membenci dirinya?

Kekhawatiran itu terus saja menghantam pikirannya tanpa belas kasihan. Semesta seolah membenci dirinya. Memberinya berbagai pilihan yang begitu sulit, hingga semua tindakannya akan berakhir salah.

Ditatapnya kedua telapak tangan miliknya. Tangan kotor ini baru saja membunuh seorang gadis tak bersalah yang baru berusia 15 tahun. Soobin sekali lagi bertanya pada dirinya, apakah tindakannya ini sangat salah? Namun ia tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan hal tersebut. Semua ini menyangkut rasa lapar, uang sekolah, dan nyawa adiknya.

"Kau sudah pulang?" Suara serak Beomgyu mengalihkan perhatiannya. Si bungsu menatapnya dengan sendu. Kantong matanya tampak menghitam—sama seperti dirinya. Sepertinya, semesta memang sangat membenci dua bersaudara ini. Memberikan mereka penderitaan yang teramat berat.

Soobin mengangguk, lalu tersenyum hingga memperlihatkan dua buah lubang yang terbentuk pada pipinya. "Kenapa kau sangat suka tidur di sofa?"

Bibir Beomgyu mengerucut. "Aku menunggumu asal kau tahu. Jadi, apakah kau sudah mendapatkan pekerjaan?" Beomgyu bertanya dengan mata berbinar, berharap bahwa kakaknya kali ini mendapatkan keberuntungan di hidupnya. Namun sayang, pertanyaan itu justru membuat Soobin mematung. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Tampak kedua alis itu kini saling bertautan. "Kenapa hanya diam? Kau tidak salah makan sesuatu yang mengakibatkanmu menjadi bisu, 'kan?"

Ekspresinya seolah menanti jawaban. Menanti sebuah kalimat yang akan keluar dari mulut kakaknya. Namun, kalimat yang dinanti tak kunjung keluar. Si sulung hanya terdiam, sembari menunduk. Menatap lantai sembari memikirkan dosa yang baru saja ia perbuat.

Apa yang harus ia katakan pada Beomgyu?

Soobin tidak mungkin menjawab bahwa ia baru saja masuk ke dalam sebuah komunitas yang menjual organ-organ manusia secara ilegal. Menculik sembarang orang, dan memutilasi mereka tanpa belas kasihan. Setelah itu, memotong-motong tubuh mereka lalu membakar potongan-potongan daging dan tulang itu guna menghilangkan jejak.

Tidak mungkin ia berkata jujur tentang pekerjaan tidak manusiawi yang baru saja dilakukan olehnya.

Dahi Beomgyu mengkerut kesal. "Kenapa tidak menjawab?! Hei— tunggu, aku belum pernah melihatmu memakai baju ini." Beomgyu mendudukkan dirinya, dan memandang Soobin dengan tatapan marah yang dibuat-buat. Entah apa tujuannya melakukan itu, namun yang pasti itu membuat Soobin tersenyum tipis—sangat tipis hingga Beomgyu tidak menyadarinya.

Soobin menggeleng pelan untuk menyadarkan dirinya dari pemikiran-pemikiran yang membebaninya sejak tadi. Mendongakkan kepala, dan membalas tatapan adiknya dengan tatapan yang sama. "Kenapa kau peduli?"

Kali ini Beomgyu mendengus sebal. Soobin sangat menyebalkan. "Oke, kali ini aku serius. Apa kau sudah mendapat pekerjaan? Dan baju siapa itu?" Beomgyu kembali melemparkan pertanyaan sembari melirik pakaian Soobin yang terlihat asing di penglihatannya. Tentu saja, sebab pakaian yang Soobin kenakan saat ini adalah milik Yeonjun. Tidak mungkin dirinya pulang dengan tubuh penuh darah sang korban. Oleh sebab itu, ia tadi sempat mampir ke apartemen Yeonjun untuk membersihkan diri sekaligus meminjam baju ganti.

"Ya, aku sudah mendapatkan pekerjaan." Soobin menarik kedua sudut bibirnya. Tersenyum tipis sembari menatap adiknya dengan tatapan lembut miliknya.

"Benarkah?! Kau bekerja sebagai apa?!" tanya Beomgyu sangat antusias.

"Aku ... menjadi sopir pribadi seorang pengusaha kaya. Tapi kau tidak perlu khawatir, dia membayar mahal untuk jasaku."

Sebuah kebohongan besar. Tapi, Soobin tak punya pilihan lain selain mengatakan kebohongan.

Ia belum siap jika nantinya Beomgyu akan melihatnya sebagai monster. Manusia kejam yang tega membunuh manusia lain dan menjual organ-organ mereka secara ilegal. Entah sudah berapa banyak dosa Soobin saat ini, namun ia tidak peduli. Prioritasnya hanya Beomgyu. Ini semua demi nyawa Beomgyu dan dirinya.

Beomgyu tersenyum lebar—memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan senang yang dirasakan. Setelah semua yang dilaluinya selama beberapa hari terakhir, akhirnya Tuhan sedikit berbaik hati pada kakaknya—memberikan si sulung pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Meskipun Beomgyu tidak tahu bahwa Soobin telah berbohong padanya.

Sebuah pelukan menyambut dirinya. Beomgyu memeluk Soobin dengan erat—seolah tak akan melepaskannya sampai esok hari. Memeluk tubuh bongsor itu, sembari memejamkan mata dan tersenyum lebar.

"Terimakasih, dan ... maaf." Tubuh itu bergetar. Soobin terkesiap, dan menjauhkan tubuh Beomgyu. Menatap dalam kedua netra basah milik si bungsu.

"Maaf ... Ini semua karena aku. Kau bahkan berhenti berkuliah untuk membayar uang sekolahku. Maaf, maafkan aku." Suara isakan tangisnya terdengar makin kuat. Air matanya turun semakin deras—mengalir membasahi pipi hingga turun ke dagu.

Soobin tidak tahu harus melakukan apa. Melihat adiknya begitu menangis saat dirinya mendapatkan sebuah pekerjaan haram, membuat dirinya merasakan rasa bersalah yang teramat dalam. Ia telah membohonginya.

Soobin merasa tidak pantas menerima ucapan terimakasih dan kata maaf dari Beomgyu. Sesungguhnya, ia adalah seorang iblis yang baru saja membunuh orang tak berdosa yang harusnya bisa hidup lebih lama. Namun karena dirinya, orang itu bertemu ajalnya lebih cepat dari yang seharusnya.

Ia baru membunuh satu manusia, namun itu cukup membuatnya dihantui oleh rasa bersalah dan penyesalan. Tidak bisa dibayangkan jika Soobin sudah membunuh belasan orang, atau mungkin puluhan orang nantinya.

Kedua tangannya terkepal tanpa diketahui oleh Beomgyu. Jika saja kedua orangtuanya tidak melakukan hal bodoh, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

Dirinya dan Beomgyu mungkin tidak akan terbebani oleh utang-utang milik kedua orangtua mereka. Tidak ada pilihan lain selain melakukan pekerjaan haram ini. Soobin harus menerimanya bagaimanapun juga. Keadaan yang memaksanya.

Malam itu dihabiskan Soobin dengan hanya berdiam diri menatap adiknya tanpa mengucap sepatah katapun. Dengan berbagai macam pikiran yang berkecamuk di dalam otaknya, dan dengan rasa bersalah yang terus ia rasakan.

Soobin sangat yakin, setelah mati nanti dirinya akan ditempatkan pada sebuah tempat panas yang disebut sebagai neraka.

Soobin sangat yakin, setelah mati nanti dirinya akan ditempatkan pada sebuah tempat panas yang disebut sebagai neraka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who's A LiarWhere stories live. Discover now