CHAPTER 08

216 146 176
                                    

"Untuk apa semua bunga itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Untuk apa semua bunga itu?"

Draven menatap Selena yang tengah fokus memetik bunga-bunga liar berwarna ungu yang terhampar di pinggiran jalan setapak yang mereka lewati. Entah untuk apa Draven sendiri pun tak mengerti. Ia hanya membiarkan saja tanpa berniat membantu.

"Untuk anak kelinci itu." tunjuknya pada seekor kelinci yang terbaring tak bernyawa di atas tanah.

"Dia sudah mati." Dave menelengkan kepalanya menatap kelinci itu tak paham.

Jadi maksud gadis itu ia akan memberi bunga untuk dimakan oleh kelinci yang sudah mati?? Pikirnya.

"Iya, aku akan menguburnya dan menabur bunga untuknya." jelas Selena sembari menggali lubang untuk mengubur tubuh anak kelinci itu.

"Laluu?" tanya Dave masih tak paham.

Menurutnya akan lebih baik jika membiarkan gumpalan bulu tak benyawa itu disana dan menjadi santapan hewan lain. Akan lebih berguna pikirnya.

"Diamlahh." pria itu menaikan alisnya mendengar ucapan gadis itu lalu berdecih.

"Jika kau lama maka kutinggal."

"Dasar kejam!, Tidakkah kau kasihan padanya?" tunjuk Selena pada kelinci kecil.

Pria itu hanya menatap pepohonan dengan tatapan kosong. Ia melipat kedua tangannya didada nampak tak terusik sama sekali.

"Tidak." jawabnya kemudian. Selena hanya mengangguk setuju dengan ucapan pria itu. Benar sekali!

"Aku merasa kasihan padanya." jemari ringkih itu mengelus bulu lembut milik kelinci perlahan.

"Tentu saja, kau yang membuatnya mati begitu." Selena melotot tak terima atas ucapan pria yang tengah memasang wajah sinisnya diatas kuda.

"Sudah kubilang kalau ini memang sudah waktunya untuk ia meninggal dunia." belanya. Draven tak lagi membalas dan memilih diam memperhatikan.

Dengan sabar ia menunggu gadis itu menguburkan tubuh kecil sang kelinci. Pria itu mulai sedikit menyadari banyak hal aneh terjadi padanya. Mungkin dikarenakan beban berat tugas yang ada dipundaknya.

Awalnya mereka menemukan kelinci itu dengan keadaan sekarat. Lalu gadis itu bersikeras untuk berhenti dan mengobati kelinci itu yang entah dengan apa dan bagaimana. Lalu tak lama kelinci itu tewas.

Mungkin karena kegagalan seorang gadis keras kepala dan sok tau. Yang berkali kali berkata "sudah waktunya".

Mereka melanjutkan perjalanannya menuju pemukiman penduduk yang kata pria itu tak jauh lagi. Matahari mulai condong kearah barat dan pemukiman penduduk belum juga terlihat.

Perut Selena sudah mulai terasa sakit karena menahan lapar terlalu lama. Ia meringis memegangi perutnya yang berbunyi. Tak lama sebuah apel merah dilempar oleh Dave mengenai perut Selena.

THE DAMNEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang