Kutaraja-02

871 133 16
                                    

Aku kehabisan napas, kepalaku berdengung. Tangisan ketakutan orang-orang di sekitarku -termasuk aku- membuat suasana semakin menakutkan.

Ini mimpi, tetapi rasa sakit di kepala dan lenganku adalah bukti bahwa kejadian tak masuk akal ini nyata. Dari mana aku mendapat luka-luka mengerikan ini saja tidak tau. Seingatku, pakaian yang ku ganti di tenda adalah sweater, bukannya kemben dari jarik batik yang ku kenakan ini.

Tempatnya gelap, ini malam. Padahal tadi masih jam sembilan pagi. Tidak ada tanjakan ekstrim yang berarti ini bukan di gunung, melainkan di hutan dengan tingkat kerapatan tinggi.

Tanpa memakai alas kaki, tangan kami di ikat dan ditodong dengan parang agar kami berjalan mengikuti ketiga pria gagah yang tengah menunggang kuda. Kemungkinan besar, mereka adalah pimpinan dari tindakan tidak bermoral ini. Kami di arak. Bagaimana di daerah ini manusia di anggap lebih hina dari binatang?

Air terus mengalir, membentuk anak sungai dari kelopak mata hingga membuat rasa asin saat tak sengaja air mataku masuk kedalam mulut. Aku semakin histeris kala beberapa ekor anjing hitam yang ukurannya tidak normal menggonggong, menggiring kami berjalan.

Ketiga orang yang menunggang kuda di depan kami berhenti, membuat langkah kami berhenti. Jika di hitung dari lamanya kami berjalan, mungkin lebih dari enam jam dari posisi awal tadi.

"Raden, mengapa berhenti?"

Pria yang menunggangi kuda disisi kiri mengambil suara, membuat yang dipanggil Raden menoleh tanpa ekspresi. Aku pun menunggu, apa lagi kiranya yang akan mereka lakukan untuk menyengsarakan kami yang bahkan tidak mereka kenal.

"Mari istirahat sejenak,"

Muncul sedikit kelegaan ketika mendengar kata-kata psikopat itu. Setidaknya aku bisa istirahat barang sejenak dan mencoba mengerti semua kejadian aneh ini.

Gadis disebelah kiriku terduduk, wajahnya pucat dan kerigat membanjiri tubuhnya. Mataku memanas, tidak terima dengan apa yang orang orang biadab itu lakukan.

Brengsek! Bajingan! Kaparatt!

Aku ikut terduduk, apakah kami akan di jual? Dijadikan dagangan prostitusi oleh orang-orang menjijikan ini?

"Mbak, sebenarnya ini ada apa?"

Akhirnya kata-kata yang sedari tadi berada di ujung lidah terlontar juga. Gadis di sampingku menyengkerit, lalu mengamati diriku dari atas hingga bawah membuatku merasa tidak nyaman.

"Namaku Parniti, bukan mbak"

Astajim, aku menganga. Ya ngarti kalau namanya bukan mbak. Aku tanya apa, dia jawabnya apa. Sebenarnya ini suku mana hingga hidupnya sangat primitif, kata-katanya sangat formal dan kuno, membuatku ingin menjerit muak.

"Kita akan diarak ke istana, "

Istana? Istana Laverna? Di seri Barbie:Fairytopia jaman bahuela itu?

Sinting!

Seingatku, indonesia adalah negara Republik dari berpuluh-puluh tahun yang lalu, mustahil dalam sehari berganti menjadi kerajaan kan? Kalau Juwan ada disini, dia pasti tertawa ngakak dengan pernyataan gadis bernama Parniti ini.

"Istana apa sih? Jangan ngawur deh!"

"Hus, jangan keras-keras," Mata Parniti melotot geram, telunjuknya menempel di bibir pertanda aku harus diam," Tentu saja ke istana kerajaan Tumapel, kemana lagi?"

Kuping. Kamu nggak salah denger kan? Tumapel? Tumapel itu berarti? Kutaraja? Kerajaan Singasari? Sumpah demi apa sampai dia dengan konyolnya mengarang cerita mengesalkan seperti itu? Siapa pula yang akan percaya dengan ucapannya,coba? Ngaco!

KutarajaWhere stories live. Discover now