16_YOU AND ME AT 4 AM

514 106 4
                                    

"Soojin-ah," panggil Chaeyoung lembut.

Ia mengamati bayi merah yang kini sedang berada di gendongan ibunya. Soojin yang belum berusia 24 jam. Pipinya yang kemerahan, tangan mungil, dan mulut yang sedang menyedot ASI. Gadis itu menyeka ujung matanya yang basah.

"Dasar cengeng." Jisoo berkomentar geli. Tangannya yang bebas menyeka air mata Chaeyoung. Tiba-tiba pandangannya meredup. Sedikit banyak, ia paham benar dengan apa yang tengah dirasakan oleh gadis itu.

Jisoo menyapu ke sekeliling. Ruangannya kini hanya ada Soojin, dirinya, dan juga Chaeyoung. Gadis yang tengah duduk di sampingnya itu semakin deras menangis. Entah mengapa ia menangkap makna lain. Chaeyoung tidak hanya menangis terharu untuk putri kecilnya, melainkan karena hal lain.

"Aku sudah bilang pada suamiku."

Seketika itu pula, Chaeyoung terbelalak. Ekspresinya nampak panik. "Semuanya, unnie?" Ia mengembuskan napas panjang mendapati Jisoo yang hanya mengangguk sebagai jawaban.

Mendadak ia seperti dibawa ke beberapa jam yang lalu. Di depan dinding kaca tempat Soojin yang baru lahir sedang dibersihkan. Perhatiannya kepada bayi merah itu dikejutkan oleh tatapan sendu Jungkook yang terpantul. Pemuda itu jelas sekali tengah memandanginya dari kejauhan.

"Aku tidak ingin kau terluka lagi, Chaeng."

"Tapi, bagaimana kalau-"

"Ya, kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Jangan terlalu terjebak dengan masa lalu, Chaeng-ah."

Jisoo tersenyum, menenangkannya. Wanita itu mengelus kepalanya dengan lembut. Senyum di bibir Chaeyoung kini juga muncul. Ia memilih untuk pamit selepas kedua orangtua Jisoo sampai. Namun, alih-alih menemukan Chanyeol atau Jin di depan ruangan tersebut. Ia justru menemukan orang lain yang tengah terduduk di kursi tunggu seraya melipat tangan.

"Chanyeol-hyung bilang kau pulang denganku," ucap Jungkook seraya bangkit. Ia kembali memakai masker dan topinya sebelum berjalan mendahului gadis itu.

Pukul 4 pagi. Chaeyoung jelas tidak mempunyai pilihan lain selain duduk di mobil yang sama dengan Jungkook. Walaupun tentu saja, di dalam mobil itu yang ada hanya keheningan. Namun, akan jauh lebih baik daripada menunggu Chanyeol kembali ke rumah sakit, bukan?

"kenapa duduk di belakang? Memangnya aku supirmu!"

Chaeyoung mendengus. Ia membanting pintu belakang sebelum sempat masuk ke dalam mobil. Berpindah untuk kemudian duduk di bangku depan. Di samping Jeon Jungkook yang kini hanya berkonsentrasi dengan setir dan jalanan yang masih gelap.

Seperti yang sudah ia duga sebelumnya, di dalam mobil ini hanya akan ada keheningan. Perlahan, Chaeyoung menolehkan kepala. Memandangi Seoul yang sepertinya enggan tertidur walaupun langit masih gelap. Kota ini sepertinya memang tidak pernah ingin istirahat sedikit pun. Berbeda dengannya yang ingin cepat-cepat kembali tertidur dan melupakan kenangan pukul 4 pagi hari ini.

"Jin-hyung sudah mengatakannya padaku," ucap Jungkook pelan. Namun, dirinya cukup yakin gadis di sampingnya masih bisa mendengar suaranya walaupun tidak merespon. "Tidak perlu berpura-pura tidur. Aku tahu, kau tidak bisa tidur nyenyak di mobil."

Menyerah dengan usahanya, Chaeyoung kembali menoleh. Kali ini kedua matanya kompak memperhatikan Jungkook. "Berhentilah mencampuri urusanku, Jeon Jungkook-ssi."

"Lihat siapa yang berbicara sekarang," Jungkook tersenyum miring. "Kau yang selalu membuat dirimu sendiri terlibat dalam masalah, Park Chaeyoung-ssi."

Chaeyoung mengembuskan napas kasar. Ia memilih kembali menghadap ke jendela. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak membuat kepalanya kembali memikirkan 'hal-hal tidak perlu' itu. Namun, tentu saja keinginannya tidak pernah terwujud jika dengan sadar dirinya sedang duduk di sebelah bagian dari 'hal-hal tidak perlu' itu sendiri.

Sementara di sisi lain, diam-diam Jungkook melirik ke arah Chaeyoung. Memperhatikan gerakan napas gadis itu yang turun-naik dengan cepat. Cukup untuk membuatnya paham dengan situasi yang kini sedang terjadi. Gadis itu tengah menangis.

Alih-alih berbelok menuju ke kompleks perumahan mereka, Jungkook membelok ke arah lain. Hingga kini mobil itu berhenti tak jauh dari pinggir sungai Han. Mereka berdua memang masih berada di dalam mobil. Dengan isak tangis Chaeyoung yang semakin terdengar, dan Jungkook yang hanya mampu terdiam.

Pemuda itu membuka dashboard mobil, mengulurkan sekotak tisu yang langsung disambut oleh Chaeyoung. Diam-diam ia tersenyum, ini kali pertama semenjak lima tahun lalu dirinya melihat Chaeyoung menangis. Jungkook tidak berbohong bahwa ada satu dari dirinya yang lega. Terutama ketika tersadar, gadis di sampingnya ini sedang tidak berpura-pura kuat lagi.

"Mau keluar?" tanya Jungkook. Ia hampir tertawa ketika Chaeyoung menoleh dengan mata sembap dan hidung merah.

"Kau bercanda?"

"Ayolah, sungai Han selalu menjadi tempat favoritmu, kan?" Favorit kita.

Chaeyoung memasukkan bekas tisu yang ia pakai ke saku mantelnya. "Tidak. Aku tidak ingin ada orang yang tahu kita ke sini."

"Hanya orang gila yang menghabiskan waktu di tempat ini pagi buta begini," timpal Jungkook sebelum melepas sabuk pengamannya yang membuka pintu mobil. Ia berjalan ke seberang dan membuka pintu untuk Chaeyoung.

Gadis itu masih bergeming meskipun tangan Jungkook terjulur. "Apa kau mau menjadi orang gila itu?"

Jungkook hanya tersenyum. Ia masih menunggu Chaeyoung untuk meraih tangannya. Dan, tidak butuh banyak waktu bagi pemuda itu merasakan dinginnya tangan gadis itu di tangannya.

Dua orang itu berjalan terpisah. Chaeyoung memimpin di depan, sementara Jungkook asyik mengamatinya dari belakang. Pemuda itu benar, hanya ada mereka berdua di tempat ini. Keduanya sempurna mirip sepasang orang gila yang menghabiskan waktu di tengah dinginnya udara pagi.

Sedang asyik Chaeyoung berjalan, ia terpaksa berhenti ketika sepasang lengan memeluknya dari belakang. Kedua lengan itu semakin erat memeluknya. Kini, ia bahkan bisa merasakan rahang si empunya lengan di pundaknya. Untuk beberapa lama kemudian, keduanya hanya terdiam.

"Maafkan aku," bisik Jungkook.

Ia merasa dibawa ke kenangan indah yang sempat menghampiri mereka bertahun-tahun lalu. Kembali dibawa ke masa-masa SMA yang penuh dengan kenangan manis. Jungkook dan Chaeyoung yang tidak pernah terpisahkan. Hingga kemudian, kejadian itu menghantam tanpa pernah mereka duga. Menjadikan Jungkook dan Chaeyoung yang tidak pernah ingin disatukan.

"Aku tidak bisa melindungimu," ucap Jungkook lagi. Kali ini dengan suara yang lebih lirih.

Chaeyoung terdiam. Angin pagi yang berembus membawa aroma lama. Menggoda hidungnya untuk terus membaui aroma ini kembali. 'Aroma Jungkook' begitu dulu dirinya kerap menyebut. Jungkook yang mampu membuatnya tenang hanya karena sentuhan lembut di kepala, atau kata-kata ajaib yang entah mengapa selalu berhasil. Masa kini kembali ia rasakan ketika merasakan lelehan air mata pemuda itu menembus kulit lehernya.

Ia melepas lengan Jungkook, lalu berbalik dan kembali meraih pemuda itu. Membiarkan pundaknya kini basah oleh air mata Jungkook. Dinginnya udara pagi seolah lenyap seketika. Mereka yang kini juga berbagi air mata, tidak lagi menyadari. Ada seseorang yang kini bersembunyi tak jauh dari mereka. Tak lupa sebuah lensa yang berkali-kali membidik keduanya.

- To Be Continued -

[END] THE GUY NEXT DOORWhere stories live. Discover now