11. "Pergi?"

5.6K 156 1
                                    

"Sejak kapan lo nikah sama Ica?" tanya Satria saat mereka telah keluar dari ruangan Ica dan duduk di depan ruangan Ica.

"Seminggu, tapi ini bukan pernikahan yang gue inginkan!" balas Arkan.

Satria mengerutkan dahinya tak mengerti. "Maksud lo?"

Arkan menoleh pada Satria dan tersenyum tipis. "Gue dijodohin sama bokap nyokap gue, dan cewek yang dijodohin sama gue itu dia,"

"Terus?"

"Ya gue nggak suka sama dia, gue nggak cinta sama dia,"

Satria tertawa pelan. "Lo nggak cinta sama dia? Bro, gue tau gimana rasanya dijodohkan dengan orang yang nggak kita kenal. Tapi yang lo harus tau lo beruntung bisa menjadi suami Ica, semua cowok yang ingin deketin dia tapi dia bersikap dingin dengan cowok yang ingin mendekatinya," jelas Satria.

Arkan menaikkan alis matanya sebelah. "Yang namanya cinta nggak bisa dipaksain bro,"

"Lo boleh hari ini nggak cinta sama dia, tapi suatu saat lo akan cinta sama dia. Hidup Ica sekarang menderita Kan, ditambah dengan penyakit itu. Gagal ginjal sulit untuk di sembuhkan kalaupun bisa itu sangat jarang, dan gue mah lo bahagiain Ica, kasih semangat biar Ica sembuh," ujar Satria dengan menatap kosong ke arah depan.

Arkan hanya diam saja saat mendengar ucapan Satria. Entah kenapa Arkan merasakan ada sesuatu yang berbeda di dirinya kala mendengar ucapan Satria.

"Kapan dia bangun dari koma?" tanya Arkan.

Satria menggeleng. "Gue nggak tau kapan dan gue berharap supaya dia cepat bangun dari komanya. Lo berdoa aja supaya Ica sembuh dan bangun dari komanya,"

Arkan mengangguk pelan.

"Gue permisi dulu!" pamit Satria pada Arkan.

Arkan diam tak menjawab ucapan Satria.

Saat hanyut dalam pikirannya Handphone Arkan berbunyi, Arkan melihat siapa yang menelponnya yang ternyata Jennie sang pujaan hati.

"Halo?" sapa Arkan.

"Halo sayang, kamu dimana?" tanya Jennie.

"Aku lagi di bandung nemuin rekan kerja," balas Arkan berbohong.

"Kok nggak ngajak aku sih? Kan bisa sekalian jalan-jalan sama kamu," rajuk Jennie.

Arkan terkekeh pelan. "Nanti aja ya aku ajak kamu jalan-jalan,"

"Bener ya? Awas bohong!"

Arkan menggigit bibirnya gemas saat mendengar ancaman Jennie yang menurutnya menggemaskan itu. "Iya sayang," balas Arkan lembut.

"Kangen," ujar Jennie lirih.

"Aku juga kangen banget sama kamu, sabar ya besok kita ketemu kok," balas Arkan.

"Okee, sayang aku tutup ya aku ngantuk mau tidur," pamit Jennie.

"Yaudah kamu tidur gih jangan lupa mimpiin aku, bye sayangku!"

Tut.

Seusai menelpon dengan Jennie, tiba-tiba pikiran Arkan tertuju pada ucapan Satria tadi.

"Huh ngapain sih gue mikirin cewek bodoh itu! Mending gue pulang aja, peduli amat gue sama dia!" gumam Arkan dan langsung melangkahkan kakinya untuk pulang.

👀👀👀

Tepat saat Arkan pulang, saat itu juga Ica menggerakkan tangannya pelan dan mengerjapkan matanya. "Arkan?" ujarnya sangat pelan hampir seperti berbisik.

Saat matanya telah sempurna terbuka, dada Ica sangat merasakan sesak dan sulit untuk bernafas. "Ya Allah kenapa dada aku sesak?" batin Ica.

"Jangan ambil aku sekarang Tuhan, aku masih ingin bersama Arkan. Beri aku kesempatan untuk agar Arkan bisa mencintaiku dan aku akan pergi dengan tenang," batin Ica lirih.

Ceklek.

Pintu ruang rawat Ica terbuka dan menampakkan sosok Arkan diambang pintu. Arkan yang tadinya sudah sampai di parkiran ia teringat tasnya tertinggal dan Arkan memutuskan untuk balik dan mengambil tasnya. Saat Arkan membuka pintu ruangan Ica, Arkan melihat Ica memegang dadanya dengan gemetar dan berusaha mengambil napas dengan susah payah.

Ica menoleh pada Arkan dengan kondisi yang sulit untuk bernafas dan menekan dadanya. "Arkan?" panggil Ica pelan.

Arkan tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang hatinya sangat ingin membantu Ica tapi disisi lain Arkan sangat membenci Ica.

Disaat kondisi seperti ini Arkan masih membenci Ica? Sungguh tega Arkan sebagai seorang suami.

"Tolong," lirih Ica berharap Arkan menghampirinya dan membantu dirinya.

"Sakit sekali Tuhan, tolong aku!" batin Ica dengan menangis.

Dan tak lama kemudian tubuh Ica kejang-kejang, Arkan yang melihat itu membulatkan matanya tak percaya dan langsung memanggil Satria untuk membantu Ica.

Satria beserta suster dan juga Arkan sedikit berlari untuk ke ruangan Ica, saat sampai diruangan mereka melihat Ica tak sadarkan diri lagi dengan tangan yang masih memegang dadanya dan alat pendeteksi jantung yang sudah bergaris lurus itu.

Satria buru-buru mengecek keadaan Ica dan memakai alat jantung agar Ica bisa terselamatkan.

"Ca, gue mohon lo bertahan ya. Gue janji akan bantu lo agar lo bisa sembuh, bertahan ya Ca gue sayang sama lo!" gumam Satria saat sedang memeriksa Ica.

Arkan menatap alat pendeteksi jantung yang sudah bergaris lurus tak percaya dan tanpa sadar jantung Arkan berdetak sangat cepat.

Selagi Satria menyelamatkan nyawa Ica, Arkan langsung menelpon keluarga Ica dan dirinya tersebut. Reaksi mereka tentu saja terkejut terutama orangtua Ica.

Arkan kembali ke ruangan Ica dan betapa terkejutnya ia saat melihat Satria melepaskan alat ditubuh Ica dengan menangis.

"Sat?" panggil Arkan pelan.

"Dia udah nggak ada Kan," ujar Satria dengan terisak-isak.

"Nggak mungkin Sat, lo bercanda kan?"

"UNTUK APA HAL KAYAK GINI GUE BERCANDAIN? LO PUAS KAN ORANG YANG NGGAK LO CINTA UDAH NGGAK ADA? PUAS LO?" bentak Satria.

Arkan diam tak bergeming dan menatap Ica yang sudah sangat pucat sekali.

Halo terimakasih yang sudah baca semoga suka ya!

Jangan lupa vote, komen, dan follow!

Jujur gais aku ngetik ini sambil ngebayangin kalau aku ada diposisi Ica huhu :-(

Ditunggu part selanjutnya!

Kamsahamnida

I Will Go Out Of Your LifeWhere stories live. Discover now