Tactic From Genius Wood

372 46 3
                                    

    "Rookwood sahabatku," sapa Antonin Dolohov mendekat kepadanya. Sang pemilik nama itu hanya mengeluarkan senyum kejamnya.

    "Terlihat jelas kau puas dengan hasilmu ini. Tidak sia-sia usahamu membangkitkan api dalam diri pelahap maut, meskipun Dark Lord sendiri sudah tidak bersama dengan kita lagi," imbuhnya sambil memutari berdirinya tubuh Augustus Rookwood.

    "Tentu sana Dolohov. Jika melibatkan Lord Voldemort pun belum tentu kita mendapat kebebasan seperti ini. Kau ingat? Beberapa tahun lalu saat peperangan terjadi, memang benar Lord memimpin pelahap maut, tetapi pelahap maut kala itu diisi oleh ketakutan luar biasa. Jika membantah perintahnya—"

    "Akan menerima kematian," sambung Antonin Dolohov pada perkataan Rookwood.

    Rookwood hanya tersenyum pahit, "itu sebabnya seseorang yang berkuasa bisa melakukan apa saja. Tidak terkecuali diri kita, Dolohov."

    Harry menatap Dedalus yang juga menguping dari balik jubah ghaib. Yang ia pikirkan kali ini adalah pelahap maut menginginkan kebebasan dari ketakutan selama ini. Apa itu sebabnya pelahap maut tidak banyak bereaksi terhadap dementor di Azkaban?

    Lain halnya dengan Draco dan Oliver yang mulai bergerak dengan bebas. Mereka berhasil sampai ke dasar istana. Bahkan kali ini mereka telah memasuki terowongan paling dasar dari kerajaan merpeople.

    "Keadaan semakin memihak kepada kita," ujar Draco sembari mengintip keadaan di luaran sana.

    Oliver mengangguk tanda menyetujui. "Aku yakin dengan apa yang kulakukan sebelumnya adalah benar."

    Mereka mulai menyusuri lorong-lorong yang gelap serta kotor akan lumut di lapisan dindingnya. Bukan hanya itu, isinya pun macam-macam. Mulai dari hewan-hewan kecil yang tidak berbahaya dan yang berbahaya mereka temukan di lorong istana itu.

    Baunya juga terasa menyengat. Dalam pikirnya, Sang Kapten Quidditch— beranggapan bahwa bau-bauan menyengat itu bersumber dari ikan-ikan kecil yang membusuk.

    "Aku merasa mual," keluhnya sambil memegang perut bagian lambung.

    Draco tersenyum kaku, "anggap saja kita berada di dekat kraken." Seketika itu Oliver melayangkan pandang 'apa kau bercanda?'.

    "Kalau tidak tahan dengan baunya kau bisa menutup hidungmu rapat-rapat. Dan tentang kraken itu— ku dengar lebih dari ini. Bau nafasnya setara dengan seribu mayat," jelas Draco memberitahukannya pada Oliver yang kini mengernyitkan alisnya.

    Bukankah itu gila? Siapa orang yang pernah bertemu dengan kraken dan memutuskan begitu saja bahwa bau nafasnya setara dengan seribu mayat?

    Tidak terasa pergerakan mereka begitu cepat menyusuri lorong hingga mereka sampai ke jalan naik tingkat atas dari istana tersebut. Kali ini Oliver sudah tidak merasa mual lagi.

    "Aku mendengar mereka berbincang. Sebaiknya kita tetap bersembunyi," lirih Draco penuh waspada. Oliver balas mengangguk.

    Kedua laki-laki yang menginjak dewasa itu dengan sigap bersembunyi di belakang dinding yang bertatahkan ukiran putri duyung di setiap jengkalnya. Mereka memandang satu sama lain dan berharap bahwa pelahap maut itu tidak mengetahui keberadaannya.

    "Tuan memanggil."

    "Tuan? Siapa yang kau sebut Tuan?" tanya pelahap maut dengan nada agak tidak mengenakkan.

    "Tentu saja Rookwood!" jawab kasar pelahap maut satunya.

    Lawan bicaranya terkekeh menyepelekan. "Kau bisa saja memanggilnya dengan sebutan Tuan, tetapi aku tidak akan melakukannya. Kau tahu? Rookwood mempermainkan kita— pada dasarnya dia hanya memanfaatkan keadaan. Lord Voldemort telah tiada dan tiba-tiba Rookwood naik tahta? Seperti itukah? Lord Voldemort bukan sembarang penyihir! Dan aku tidak akan memanggil Rookwood dengan sebutan Tuan atau Master atau Lord. Aku bukan pelayannya!"

    Mendengar itu Draco sedikit terkejut. Memang benar bahkan Augustus Rookwood tidak lebih hebat dari mendiang Severus Snape. Seandainya Snape masih hidup dan jika dia membela pihak kegelapan sudah pasti dia yang mewarisi gelar Lord. Tapi fakta terbaiknya adalah Severus Snape merupakan penyihir putih yang setia kepada Albus Dumbledore.

    "Kau sudah gila!"

    "Bukan gila. Kau yang gila. Orang mana yang mau diperalat dijadikan pelayan jika tidak mendapatkan bagian dari rahasia merpeople? Pikirkan itu! Bahkan jika kau tak waras sekalipun kau akan berpikir jauh lebih baik menginap di St.Mungo."

    Pelahap maut itu terdiam dan berdecak kesal. "Setelah kupahami— apa yang kau katakan ada benarnya. Jika ini adalah perintah Lord Voldemort aku akan lakukan sepenuh hati. Tapi jika Rookwood memerintah dan menguasai seluruh pelahap maut— itu tidak adil. Entah apa yang kau tanamkan kepadaku, tetapi aku menyetujui perkataanmu."

    "Aku tidak ingin Rookwood memperlakukan kita layaknya kita adalah pelayan dan dia Lord-nya. Sudah kuputuskan aku tidak memihak Rookwood."

    "Secepat itu? Kalau Rookwood tahu kau pasti akan dibunuh!"

    "Tidak akan kubiarkan dia membunuhku. Akulah yang pertama akan membunuhnya," ujarnya puas.

    "Aku akan meminta pendapat yang lain. Kau bisa mencari tempat untuk mendiskusikan ini."

    Setelah berbincang kemudian mereka pergi. Draco keluar dari persembunyian dan disusul oleh Oliver. "Ah ternyata mereka akan memberontak. Tujuan kita semakin dipermudah Draco," ucap Oliver yang menepuk bahu lawan bicaranya.

    Draco tersenyum, "kesempatan adalah emas. Kalau begitu kita akan memperburuk keadaan mereka."

    "Caranya?"

    Draco masih berpikir. Ia memikirkan sebuah rencana. Di sela-sela itu Oliver tersenyum padanya, "saatnya kita bermain Draco."

    "Bermain?"

    "Adu domba. Kau paham maksudku bukan?"

    "Tapi bagaimana rencanamu?"

    "Kau masih tidak memahaminya ternyata. Berbeda dengan Katie Bell-ku— ah.. dia sangat memahamiku dengan baik bahkan ia mengenalku lebih baik dari siapapun—"

    Draco berdehem pelan dan Oliver menatapnya awkward. "Er— tapi sudahlah tentang Katie Bell. Maksudku adalah kau paham kan antara ROOKWOOD dan WOOD?" tanya Oliver dengan serius.

    Draco sedikit terkejut dan berseru, "WOOD!"

    "Ya?"

    "WOOD!"

    "Hei aku mendengarmu— pendengaranku tidak buruk hanya karena usiaku agak jauh diatasmu!" gerutu Oliver memasang muka masam.

   "Jenggot Merlin kau— maksudku WOOD! Aku tidak sedang memanggil namamu— ya benar itu namamu tapi kau tadi mengatakan antara Rookwood dan Wood. Dan aku memahaminya," umpat Draco seraya menjelaskan hingga kedua tangannya mengikuti irama kekesalannya. Kemudian ia menempelkan telapak tangan kirinya di dahi dan sesekali memukul pelan dahinya.

    Oliver memutar kedua bola matanya. "Akhirnya kau paham musang kecil. Dalam nama Rookwood terdapat nama keluargaku. Wood dan Rookwood. Tentu saja aku berpikir lebih baik kita akan bermain peran- mengadu mereka dan kemudian kita menyelamatkan Hermione dan segera kembali ke permukaan. Ah.. dadaku rasanya sesak, akan ku makan gillyweedku dulu," terangnya sembari mengeluarkan tumbuhan dari dalam sakunya dan segera mengunyahnya.

    "Aku mengakui ini gila, tetapi ini adalah ide yang hebat. Kita akan mengatakan semua ini kepada Harry— tapi dimana dia dan Dedalus berada?"





———————————————————

REST IN PEACE

Untuk aktris Helen McCrory, beliau meninggal pada hari Jumat malam tanggal 16 April 2021 akibat kanker yang dideritanya.

Helen McCrory, sosok yang kita kenal dalam Wizarding World of Harry Potter dengan nama Narcissa Malfoy, yang merupakan istri dari Lucius Malfoy, dan ibu dari Draco Malfoy.

Author sekaligus pembaca dan penikmat film Harry Potter turut berduka cita atas meninggalnya Mrs. Helen.


Raise wand
/*

Dramione and The Secret of LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang