9. Disguised sadness

347 33 3
                                    

||BAB SEMBILAN||

"HEBAT juga kamu nyari cowok." Tiba-tiba Raharja datang ke kamar Jinan sembari menyeringai kagum.

Sementara, sang empu kamar sedang duduk di atas sofa dengan raut yang sulit diartikan. Lelah, lemah, lesu, malu, serta frustasi.

Iya, benar. Dia malu. Sangat malu karena Nova telah melihat keadaan rumahnya yang kumuh ini.

Udah pasti Nova makin ilfil sama gue. Batin Jinan.

"Dia temen Jinan," sahut Jinan seperti orang tidak punya gairah untuk menjawab.

Raharja tidak menggubris Jinan. Pria paruh baya itu justru bersandar pada pintu kayu kamar anaknya. Kemudian, posisi kakinya menyilang, serta tangannya yang bersedekap di depan dada.

"Kalau punya cowok kayak Nova, mendingan sekalian dimanfaatin. Minta ini-itu, pasti dikasih. Gunain paras kamu. Jangan pikirin harga diri. Terpenting semua yang kita mau bisa terealisasi."

Jinan tersenyum getir mendengar ucapan sang Ayah. Apalagi, Ayahnya mengucapkan hal tersebut tanpa merasa berdosa sama sekali. Buktinya, ia langsung pergi setelah melontarkan hal tersebut.

Embusan napas keluar dari mulut Jinan. Dilihatnya jam dinding yang terpatri di tembok kamar. "Udah jam lima, kok, Bunda belum pulang, ya?" gumamnya sedikit cemas.

Jasmine-Bunda dari Jinan memang bekerja sebagai tukang cuci-gosok atau ART di salah satu perumahan dekat tempat mereka tinggal. Biasanya, Jasmine pulang pukul lima. Tapi, sepertinya wanita itu sedang lembur hari ini.

Jinan pun bangkit dari kasurnya. Kemudian, ia mengambil ponsel yang terletak di atas nakas usang.

Perasaan malu kembali hinggap di benak Jinan. Wajah Nova terbayang. Apalagi, ekspresi lelaki itu setelah mengetahui rumah Jinan seperti apa.

"Huft... besok-besok, kayaknya gue emang harus tau diri, deh," beo Jinan lagi memperingatkan dirinya sendiri.

***

PLAK!!!

Bagai membalikkan telapak tangan, Raharja begitu mudah mendaratkan tamparan pada wajah anaknya hingga membuat kepala Jinan tertoleh ke samping dan secara spontan netranya tertutup sejenak. Berikut dengan melayangnya sebuah piring sebelum pecah dan hancur berantakan beserta isinya di lantai.

PRANG!!!

"KAMU MAU BIKIN AYAH CEPET MATI, HAH?! TIAP HARI KAMU KASIH MAKAN TELUR! KEASINAN PULA!" Kedua mata Raharja menatap nyalang. Emosinya tampak memuncak. Terlihat dari dadanya yang naik turun.

Napas Jinan sama memburunya seperti Raharja. Namun, bedanya Jinan ketakutan. Kepalanya yang semula tertoleh ke samping, kini menunduk ke bawah. Kedua tangannya yang gemetar mengepal di sisi tubuh. Bibir yang bewarna merah muda itu pun turut gemetar. Diikuti dengan isak yang sesekali ia tahan.

Cassanova (On Going)Where stories live. Discover now