Bab 3

8 2 0
                                    

Ghaida berusaha pura-pura tuli. Suara-suara berisik dari arah belakang bangkunya sejak tadi sungguh mengusik konsentrasi. Mulai dari bisik-bisik memanggil nama, menyodok punggung Ghaida dengan ujung pulpen sampai tendangan-tendangan kecil di kaki belakang kursi. Sungguh tak bisa khusyuk Ghaida mengerjakan soal ujian esai kimia. Dalam diam sambil merunduk, Ghaida berdoa semoga guru pengawas lekas bangkit dari mejanya dan berkeliling mengawasi kelas. Tapi apa daya, guru itu sibuk dengan telepon genggamnya bahkan sejak kertas soal dibagikan.

Tak habis akal. Ghaida menggeser maju kursinya ke depan. Harapan Ghaida, Tama akan berhenti meminta jawaban sambil menendangi kursinya.

"Ada apa, Ghaida?" Tanya guru pengawas saat derit suara kursi Ghaida tiba-tiba membuat kaget seisi ruangan.

"Atur posisi duduk, Bu." Jawab Ghaida sambil bergerak-gerak membenarkan posisi duduknya.

Sadar bila ia terlalu asyik dengan gawai, akhirnya guru muda itu bangkit dari meja dan berpatroli. Ghaida memanfaatkan momen ini untuk menyelesaikan soal ujian secepat mungkin lalu segera keluar dari ruangan dan bebaslah dia dari serangan si begundal Tama itu.

Saat sedang serius menulis rumus massa molekul relative, tiba-tiba Tama kembali menendang kursi Ghaida. Lembar jawabannya tercoret pulpen.

"Woi, bagi jawabannya!" Bisik Tama dari belakang.

Ghaida memutar bola mata lantas menghela napas dalam-dalam. Ya Allah, ganggung banget, sih. Beberapa kali ia mengembuskan napas untuk menenangkan diri lalu kembali melanjutkan menulis jawaban. Pelan-pelan ia tutupi coretan itu dengan correction pen.

Samar-samar Ghaida mendengar dekak-dekuk langkah sepatu guru pengawas mendekat. Dari suara kasak-kusuk di belakang, Ghaida dapat membayangkan Tama sedang mengatur posisi duduknya seolah tengah sok sibuk membaca soal.

"Kamu ngapain. Tam?" Tanya bu guru yang kini telah sampai di meja Tama.

"Ngerjain soal, Bu. Masa mau main bola." Tama tertawa garing. Ia menahan malu setelah sadar tak ada satu pun orang yang tertawa dengan guyonannya.

"Kirain lagi main sulap. Hebat juga kamu bisa baca soal dengan kertasnya terbalik."

Kali ini tawa pecah mengisi langit-langit kelas XII Ipa 1. Ghaida yang tadinya kesal jadi ikut terbatuk karena menahan tawa.

Suasana kembali lengang saat guru pengawas mengatakan masih ada waktu tiga puluh menit sebelum bel istirahat. Ghaida memeriksa ulang lembar jawabannya dengan cepat lalu bergegas bangkit dari kursi, mengumpulkan lembar jawaban di meja guru dan keluar dari ruangan. Seisi kelas berseru pelan dengan nada kagum. Hanya Tama yang menatap punggung Ghaida dengan mata memicing tajam.

***

Laman intranet itu sudah sejak sepuluh menit yang lalu menampilkan profil Medina. Entah sudah berapa kali Tama membaca ulang nama lengkap pegawai training itu. Di beberapa kesempatan Tama pernah mengetik berbagai kombinasi nama di kolom search pada laman google. Namun tak kunjung ia menemukan wajah orang yang samar-samar muncul di dalam ingatannya. Kendati demikian Tama yakin bahwa ia tak aksing dengan nama belakang Medina.

Akhirnya Tama lelah lalu menutup browser. Layar besar itu kembali menampilkan laman surel kantor. Seseorang mengetuk pintu ruangannya saat Tama baru saja meraih titipan surat dari personalia dari dalam laci meja. Medina muncul ragu-ragu dari balik pintu.

"Please keep it open." Pinta Tama saat Medina hendak menutup kembali pintu ruangannya.

Seperti biasa, wajah Medina nampak kikuk setiap kali Tama memintanya membiarkan pintu terbuka selama ia berada di ruangannya. Sebenarnya Medina sudah tahu tentang kebiasaan Tama yang sedikit aneh itu.

Sepotong Maaf Untuk GhaidaWhere stories live. Discover now