Bab 35 - The End of Us [END]

354 21 2
                                    

Melanjutkan hidup setelah Bibi Meelan pergi, ternyata jauh lebih sulit daripada yang aku bayangkan sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melanjutkan hidup setelah Bibi Meelan pergi, ternyata jauh lebih sulit daripada yang aku bayangkan sebelumnya. Banyak yang berubah. Perasaanku yang naik turun, hingga bagaimana caraku bersikap. Semula aku kira dengan adanya Kenayo, semua akan baik-baik saja. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Cinta tidak semudah itu mengusir duka mendalam yang kurasakan.

Perlahan dan tanpa sadar, aku mengusirnya dari keseharianku. Ajakannya selalu kutolak. Pesan dan panggilannya aku abaikan. Rasa bersalah kini bersarang, tetapi aku tidak ingin memberinya harapan tanpa tahu apakah itu benar berasal dari lubuk hati atau bukan. Sebab saat ini, yang kuinginkan hanya sendiri.

"Mila, sampai kapan kau akan begini? Aku yakin, Bibi Meelan juga tidak suka melihatmu sedih berlarut-larut," Pheya berkata lembut sembari mengusap pundakku.

"Aku masih butuh waktu, Pheya. Mengikhlaskan kehilangan untuk selama-lamanya itu, tidak semudah mengikhlaskan usainya hubungan percintaan," jawabku tanpa mengalihkan mata dari layar laptop.

Setelah wisuda, aku bertekad akan mencari pekerjaan di luar kota atau luar negeri. Sebisa mungkin aku ingin menyibukkan diri juga mencari suasana baru. Siapa tahu dengan begitu, kehidupanku akan berangsur normal. Namun, rencana ini masih rahasia. Aku belum berniat memberitahu siapa pun.

"Baiklah, aku paham. Tapi, berusahalah sedikit lembut pada Ken. Kau tahu kan, apa saja yang sudah ia lakukan demi membuatmu kembali tersenyum? Ken begitu mencintaimu, Mila. Ia pantas untuk bahagia. Apa kau sama sekali tidak mencintainya?" tanya Pheya putus asa.

"Aku juga mencintai Ken, Pheya. Tapi, untuk saat ini ... aku tidak bisa."

Pheya menatapku sedih, kemudian menghela napas panjang. "Okay, aku tidak akan membicarakan ini lagi. Tapi, setidaknya hubungi Ken untuk mengucapkan selamat ulang tahun, Mila. Aku yakin, kau pasti lupa kalau hari ini hari ulang tahunnya," ujar Pheya sebelum bangkit dan keluar dari apartemenku.

Kepergiannya menyisakanku yang termenung sambil memandangi pintu. Aku menghela napas berkali-kali. Meratapi hidupku yang tak kunjung membaik. Satu jam berikutnya aku masih diam di posisi yang sama. Masih melamun tanpa diiringi suara.

Hingga mendadak bunyi bel pintu mengagetkan. Aku berdiri tanpa bersuara selama beberapa detik. Ragu membuat siapa pun yang ada di balik pintu tahu, kalau aku ada di rumah. Saat bel kembali terdengar, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan mendekat ke arah sumber suara.

Pasti itu Pheya atau Nora. Hah... Mengapa mereka hobi sekali datang ke apartemenku?

Aku buka pintu tanpa memeriksa siapa yang ada di baliknya. Aku sudah sangat siap mengomeli kedua sahabat, tetapi begitu pintu terbuka, seketika aku diam mematung. Otakku pun seperti berhenti bekerja. Aku sama sekali tidak memperkirakan kedatangannya.

Lelaki itu saat ini ada di hadapanku. Berdiri dengan membawa sebuah plastik belanja besar berwarna putih yang membentuk sebuah kotak. Lelaki itu tidak berhenti menyunggingkan senyum untukku.

Between a Prince and a Businessman (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang