Bab 12 - The Chaos

254 42 5
                                    

Halo, Teman-teman!

Maaf, minggu lalu aku lupa upload bab baru. Jadi hari ini bakal double upload, ya!

Ditunggu~~~

Tidak butuh lama, Raja langsung menyempatkan waktu untuk bertemu denganku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak butuh lama, Raja langsung menyempatkan waktu untuk bertemu denganku. Saat ini aku sedang bersiap-siap, menunggu Liam menjemput. Hari ini akan menjadi kali keduaku mengunjungi Istana Atheya. Aku sempat mencari tahu mengenai silsilah keluarga Kerajaan tadi malam. Berjaga-jaga jika nanti bukan hanya Raja dan Ratu yang aku temui.

Selama ini aku memang tidak terlalu mengikuti berita mengenai keluarga kerajaan. Bahkan aku tidak seperti perempuan kebanyakan yang mengidolakan Liam. Aku tidak tertarik, sampai aku mengenal Liam secara langsung. Sang Pangeran bungsu. The most eligible bachelor in Atheya.

Walau ia masih berumur dua puluh dua tahun sama sepertiku, tetapi sejak kecil Liam sudah memiliki banyak penggemar. Mungkin lebih banyak daripada Kenayo. Karena itulah aku harus menyiapkan mental untuk menghadapi hari-hari yang lebih brutal.

Aku hampir menghabiskan teh hijau, saat bel pintu berbunyi. Aku segera berjalan menghampiri interkom, ingin memastikan apa benar Liam yang baru saja menekan bel.

Sedetik kemudian kedua mataku membola. Cangkir teh yang sedang kupegang langsung terlepas jatuh ke lantai. Pecahannya terlempar kemana-mana. Namun, mata ini tidak mampu beralih dari layar yang tengah menampilkan wajah seseorang yang sudah lama tidak kulihat.

Bahkan jariku masih mengambang di udara, ragu untuk bergerak. Aku melirik sekilas ke jam di dinding. Seharusnya sebentar lagi Liam akan sampai. Aku tidak ingin ia datang ketika ada lelaki lain yang bertamu ke apartemenku.

Otakku berpikir keras. Harus kubuka atau kubiarkan saja. Hingga tiba-tiba saja kakiku bergerak melangkah sendiri, maju mendekat ke pintu. Aku membukanya dengan perlahan, hingga wajah lelaki yang pernah mengisi hatiku muncul begitu jelas.

"Mila," panggil suara yang hampir empat bulan tidak pernah kudengar.

"Ken," balasku pendek. Aku tidak membalas tatapannya, melainkan pada lantai abu gelap yang menjadi pijakannya.

"Bisa aku berbicara denganmu sebentar?" tanyanya terdengar penuh kehati-hatian.

Kepalaku menggeleng tanpa ragu. Setidaknya akal sehatku masih memimpin sekarang. Aku tidak mau berada dekat lelaki ini lebih lama lagi.

"Maaf, Ken. Aku ada janji hari ini. Lebih baik kau pergi." Aku langsung menutup pintu, tetapi kaki Kenayo lebih dulu mengganjal. Ia juga menahan pintu dengan kedua tangannya.

"Aku janji hanya sebentar," mohonnya lagi. Kemudian aku kembali menggeleng tegas.

"Just go, Ken. I don't want to see you," lirihku.

"Please, Mila. Bisakah kita berbicara. Sebentar saja?"

"Too late, Ken. Pergilah. Aku benar-benar tidak bisa hari ini."

Between a Prince and a Businessman (TAMAT)Where stories live. Discover now