E M P A T B E L A S : "Membawanya Pergi"

1.4K 163 17
                                    

***

Mara dengan perasaan cemas menatap ke arah gerbang rumahnya dari jendela kamarnya. Dia berdiri di sana sejak papanya mendorongnya masuk ke dalam kamarnya sendiri lalu menguncinya dari luar. Karena itulah Mara tidak bisa membantu Satya yang ia yakini masih berada di luar gerbang itu. Adiknya itu, pasti tengah kedinginan sekarang, sejak hujan turun sangat deras hari ini.

Perasaan Mara tak keruan. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain hanya berdiri dan mengkhawatirkan adiknya dari tempatnya berada sekarang. Sesekali dia mengusap air matanya yang luruh dan membasahi pipinya. Ya. Hanya itu yang bisa Mara lakukan. Membuatnya merasa sangat tidak berguna.

Merasa Marah, Mara pun membenturkan keningnya sendiri pada teralis besi jendela kamarnya beberapa kali. Seolah dia sudah lupa dengan rasa sakit. Genggamannya yang memegang besi berukiran indah itu pun mengencang, hingga membuat buku-bukunya memutih.

"SIAL, SIAL, SIALLL!!!" Teriak Mara sambil mengulangi kegiatannya membenturkan keningnya kembali. Sampai keningnya sekarang memerah, tapi sepertinya Mara bahkan tidak mau perduli.

"Mara berpikirlah! Lakukan sesuatu! Adikmu bisa mati! Satya bisa mati jika terus-menerus berada di sana sekarang!" keluh Mara pada dirinya sendiri. Pemuda itu memejamkan mata. Sambil memikirkan cara bagaimana dia bisa membantu Satya. Dan ketika dia sudah sangat frustasi karena merasa tidak menemukan cara untuk membantu Satya, tiba-tiba Mara teringat pada seseorang. Membuatnya segera membuka mata lalu berbalik dan melesat menyambar ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Dengan gusar Mara mencari kontak seseorang yang sedang dipikirkannya. Dan tatkala menemukannya tanpa pikir panjang apapun lagi, Mara segera menghubungi nomor itu.

Beberapa saat menunggu. Dan beruntung, orang itu mau mengangkat telepon dari Mara.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba meneleponku?" semburan tak ramah Haikal lah yang Mara terima pertama kali ketika sambungan telepon terhubung. Biasanya Mara akan membalas dengan balasan yang lebih tak ramahnya. Tapi situasi sekarang tidak memungkinkan. Dia membutuhkan bantuan Haikal, jadi Mara tidak bisa membalasnya.

"Aku butuh bantuanmu!" ucap Mara to the point. Merasa tidak tepat untuk berbasa-basi sekarang.

Di seberang, Haikal bertanya bingung. "Mn? Tumben sekali? Kau sedang tidak kerasukan setan apapun kan?"

Mara menghela napas.Berusaha meredam kekesalannya. "Kalau kau ingin berdebat denganku lakukan nanti saja. Sekarang aku sangat membutuhkan bantuanmu."

Mungkin Haikal mulai merasakan firasat tak nyaman. Sebab suaranya mulai berubah. "Apa terjadi sesuatu?"

"Satya-"

"Kenapa Satya?!" terdengar Haikal menyambar tak sabaran ketika mendengar Mara menyebutkan nama adiknya.

Mara sudah ingin menangis, bahkan saat perkataannya belum keluar dari bibirnya. "Bi-bisakah kau membawanya pergi? Bisakah kau menolongnya, Haikal? A- aku tidak sanggup melihatnya.." Mara berbicara tersendat-sendat. Sebab dadanya sungguh sesak tatkala mengatakan kalimatnya dengan bayang-bayang Satya memenuhi pikirannya.

"A-apa maksudmu? Ada apa sebenarnya ini?! Hei katakan dengan jelas Mara!"

"Aku tidak bisa menjelaskannya padamu sekarang. Tapi yang ku ingin kau lakukan, tolong datanglah ke rumahku, dan bawa Satya pergi dari sini. Ku mohon tolong bawa dia pergi.. bawa dia pergi, sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.. bawa dia pergi.. ku mohon.."

"Aishhh- b-baiklah. Aku akan segera ke sana."

Dan begitulah obrolan itu usai saat Haikal memutuskan sambungan teleponnya. Sementara tangan Mara yang sejak tadi memegangi ponsel ke dekat telinganya terkulai jatuh bak tak ada tenaga. Bahkan ponsel ditangannya pun terlepas dan tergeletak dilantai beberapa saat kemudian. Sedang Mara mulai menangis lagi. Ulu hatinya terasa sangat perih memikirkan apa yang baru saja dilakukannya. Dia merasa benar-benar tidak berguna untuk adiknya, ketika dia meminta bantuan orang lain untuk membantu Satya. Dia abang Satya, tapi meminta bantuan orang lain untuk menolong adiknya. Benar-benar menyedihkan. Benar-benar tidak berguna. Benar-benar abang yang tidak bisa diandalkan adiknya.

THE BRIGHTEST STAR [END]Where stories live. Discover now