BAGIAN EMPAT BELAS

455 67 6
                                    


INSIDEN pesawat jatuh beberapa hari yang lalu mau tidak mau memberi bekas dalam ingatan Dzahira. Sejauh ini ia selalu memandangi Alvin lekat kalau ada kesempatan, tiap ditanya ada apa, dengan tampang polosnya Dzahira menjawab hanya ingin memastikan bahwa suaminya itu nyata, bukan arwah gentayangan.

Ia tidak membayangkan jika seumur hidupnya akan dihantui rasa bersalah, kalau Alvin benar-benar meninggalkannya. Selain itu, dari kejadian ini, ia juga bersyukur insiden itu membuat ayah juga mama Alvin melunak, tidak seperti biasa selalu menelpon untuk menanyakan pekerjaan.

Hari ini tante Wulan, beserta suaminya om Rio juga Putri kembali berkunjung. Dengan membawa dan membicarakan segudang pekerjaan yang jujur saja membuat Dzahira sedikit kesal.

Yang tertangkap dalam pendengaran Dzahira, om Rio membahas tentang tawaran proyek baru, meskipun masih di daerah Jawa Timur, namun perlu di tempuh selama empat jam jika perjalalanan menggunakan mobil.

"Kejauhan By, selesain yang ada dulu," usulnya untuk kali pertama Dzahira ikut campur urusan pekerjaan Alvin.

Tentu aksi ini mendapat tatapan sinis dari tante Wulan berserta gengnya. Alvin tidak memberikan jawaban, mungkin ia perlu menimbangkan bersama ayahnya terlebih dahulu.

"Kamu Jumat ini jadi ke Wonosobo, Vin?"

Dzahira sontak menoleh kepada Alvin, matanya berbicara mempertanyakan apa maksud pertanyaan dari tante Wulan. Ia tidak tau sama sekali bahwa empat hari lagi Alvin akan pergi.

"Insya Allah tante," sahut Alvin kepada tante Wulan, namun tatapannya membalas Dzahira yang nampak menuntut penjelasan.

"Aku ikut," ucap Dzahira yakin, tanpa ragu.

"Ikut?"

Dzahira mengangguk. "Aku ikut kamu," ulang Dzahira penuh penekanan.

"Zaa, aku paling dua hari doang di sana, terus balik lagi."

"Terus balik ke sini juga paling sehari dua hari? Habis itu balik lagi ke sana? Begitu?"

"Iya sayang, makanya kasian kamunya bolak-balik Zaa. Aku cuma sebentar, urusan selesai aku langsung pulang, aku janji," terang Alvin terus terang tidak setuju jika Dzahira ikut serta.

"Karena itu aku mau ikut By, akuㅡ" tegas Dzahira, kemudian memberikan jeda pada ucapannya.

"Aku pengen temenin kamu, aku takut," lirih Dzahira menurunkan volume suaranya.

Dipandanginya Dzahira yang tengah merunduk memainkan jari-jarinya, Alvin berpikir sejenak hingga akhirnya. "Yasudah boleh, kalau kamu ikut kita sekitar dua minggu atau lebih di sana, aku selesaikan sampai clear. Bagaimana?" usul Alvin.

Dzahira sontak mendongak, kali ini ia yang berpikir, terlihat jelas ada keraguan ketika ia nampak menggigit bibir bawahnya. "Kenapa sayang?" tanya Alvin.

"Kerjaan aku," lirih Dzahira.

"Ohiya astagfirullah, mau izin dulu?" tawar Alvin.

Dzahira menggeleng, "Aku nggak enak ninggalin selama itu."

"Kamu kerja Dzahira?" Tante Wulan besama om Rio, juga Putri yang sedari tadi hanya jadi penonton akhirnya ikut bersuara.

"Iya Tante."

"Kerja di mana?" selidik tante Wulan lagi. Terdengar aura-aura ketidak sukaan seperti biasa.

"Ngajar juga bantu kelola bagian administrasi panti di depan," jelas Dzahira, tante Wulan berㅡoh setelahnya.

"Terus gimana sayang?" tanya Alvin kembali pada pembahasan sebelumnya.

"Menurut kamu gimana? Apa, aku berhenti aja?" ucap Dzahira ragu, mata Alvin nampak melebar mendengar ucapan istrinya.

DETERMINASIWhere stories live. Discover now