4 - Pengungkapan Perasaan

217 53 12
                                    

"Ah, filmnya udah selesai," ujar Bram ketika film kartun yang ia tonton bersama Bastian kini menampilkan nama-nama pemain dan orang-orang yang terlibat di filmnya.

Bram menunduk untuk melihat Bastian. "Eh, udah tidur ternyata," katanya melihat adik kecilnya itu tertidur pulas di pangkuannya.

"Pantesan dari tadi gak ada suaranya," kata Bram lagi sambil menggendong Bastian dengan hati-hati. Ia melangkah menuju kamarnya dan meletakkan Bastian dengan pelan di atas tempat tidur. Setelah mengusap lembut kepala Bastian, Bram pun keluar dari kamar tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

"Btw, tuh cewek kemana dari tadi?" gumam Bram sambil menoleh kesana-kemari. Film yang ia nonton bersama Bastian tadi berdurasi dua jam, dan selama itu pula ia tak melihat batang hidung Rhea.

'Apa dia masih belum selesai ngeberesin kamar mainnya Bastian?' pikir Bram sambil melangkah santai menuju kamar main adiknya.

Tiba di depan kamar main Bastian, Bram dengan perlahan mendorong pintu kamar.

"Lho? Dia—" Bram berdiri di ambang pintu dengan tangan yang masih memegang knop pintu dan memandang lurus ke dalam kamar.

"Dia gak mati, 'kan?"

Bram mendapati Rhea yang tengah menelungkup tanpa bergerak sedikitpun.

"Apa Bastian terlalu nyiksa dia tadi?" gumam Bram sambil melangkah mendekat pada Rhea.

"Hei, hei!"

Bram mengguncang-guncang bahu Rhea, tapi tak ada respon apapun dari cewek itu.

"Dia tidur apa pingsan, sih?"

Bram menatap Rhea selama beberapa saat, lalu kemudian tersenyum miring. Sebuah ide muncul di kepalanya. Ia bergegas keluar dari kamar itu menuju kamarnya. Dengan cepat, ia menyambar ponsel dan earphone miliknya lalu kembali menuju kamar main Bastian.

Tiba di kamar main sang adik, Bram langsung mendekat ke arah Rhea. Dengan perlahan, ia memasang earphone miliknya di kedua telinga Rhea. Ia lalu mengambil ponselnya dan mencari beberapa lagu rock. Senyum Bram melebar ketika mendapati lagu yang ia cari. Langsung saja, ia menaikkan volume ponselnya hingga hampir full dan memainkan lagu rock itu.

Rhea sontak saja tersentak kaget dan segera membelalak mendengar lagu rock yang sangat memekakkan kedua telinganya itu. Dengan cepat, ia melepas earphone yang terpasang di kedua telinganya.

"Pfffffttttttt .... Hahahaha!" Bram tertawa puas melihat reaksi Rhea.

Rhea menoleh menatap Bram dengan tajam. Brengsek.

Dalam sekali gerakan, Rhea mendudukkan dirinya dan menatap Bram. "Kakak mau buat orang jadi budek, ya?!" kesalnya.

"Elo kan emang udah budek. Gue tambah dikit gak papa, 'kan?" santai Bram, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Rhea menganga menatap Bram tak percaya. Wah, serius. Nih cowok bener-bener, deh!

"Salah lo sendiri. Gue udah bangunin lo dari tadi, tapi lo masih molor aja."

Tapi bisa, kan ngebanguninnya gak gitu juga?!

"Pulang, gih," kata Bram dengan datar.

Sebelah alis Rhea terangkat. "Saya udah boleh pulang?"

"Kenapa? Lo masih mau tinggal di sini?" tanya balik Bram.

Rhea menggeleng dengan cepat berkali-kali. "Enggak. Kalau gitu saya pulang dulu!" katanya lalu segera berdiri dan berjalan keluar kamar dengan cepat.

Love RubikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang