🦋 18 🦋

29 16 3
                                    

Hari minggu di kampung halaman rasanya sangat berbeda dengan minggu-minggu di perantauan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari minggu di kampung halaman rasanya sangat berbeda dengan minggu-minggu di perantauan. Tidak ada yang berubah selama dia pergi. Bunga mawar masih terawat dengan baik, tidak ada rumput liar yang merusak pemandangan di halaman rumah Amanda. Pasti Tio mati-matian mengurus bunga itu di tengah-tengah kemarau seperti ini.

Amanda memetik setangkai bunga mawar, mencium wanginya.

Amanda menghitung berapa banyak kelopak bunga mawar tersebut. Jika jumlah kelopak tersebut genap, maka dia akan mendapatkan kabar baik. Jika hasilnya ganjil, maka sebaliknya hal buruk akan terjadi. Itu sudah menjadi kebiasaan Amanda selama ayahnya pergi. Dia berharap kelopak genap tersebut adalah pertanda bahwa Papanya akan pulang.

Jepit kupu-kupu masih setia terdiam di helaian rambut Amanda. Rambut bob yang hitam legam tersebut bergoyang tertiup angin. Bibir ranumnya tersenyum, manis sekali seperti gula jawa.

"Lihat, kabar baik apa yang bakalan gue terima sekarang?" Amanda bergumam setelah menghitung kelopak mawar yang berjumlah genap.

"AMANDA!!" Teriakan Tania mengagetkan Amanda, dia menolehkan kepalanya ke arah pintu.

"Apa Ma?"

"Siap-siap, putranya Bibi Mirta sebentar lagi mau datang." Amanda berjalan mendekati Tania, diusapnya pundak mamanya dengan lembut.

"Mama tahu kan, Amanda itu gak bakalan suka sama pria lain selain Arga. Mama jangan berharap lebih ya."

Tania menatap Amanda dengan melas, "tapi Manda, kamu sudah tidak muda lagi. Mama gak mau kamu jadi perawan tua. Ayolah Amanda, berpikir untuk apa kamu menunggu cinta moyetmu itu?!"

Tania melangkah pergi, pikirannya benar-benar kalut. Pagi ini entah kenapa ucapan Bibi Kun kemarin membuatnya cemas.

"Tania, Amanda itu sudah tidak muda lagi. Umurnya sudah 26 tahun, aku sering kesal padanya bukan karena dia ada salah. Aku hanya tidak habis pikir dengan jalan pikirnya, untuk apa dia terus-menerus menunggu pria yang batang hidungnya saja tidak pernah dia lihat lagi? Besok, kau pastikan dia menerima lamaran anaknya Mirta. Amanda sudah seperti anakku sendiri, jangan biarkan dia terus terbelenggu oleh masa lalunya itu. Bagaimana kalau dia tidak akan menikah? Sibuk menunggu Si Arga, Arga itu?

Amanda sudah cukup umur untuk menikah, jangan biarkan dia menjadi perawan tua. Bayangkan kalau dia belum menikah sampai usianya empat puluh tahun? Tidak akan ada yang mau dengan perawan tua, Tania. Aku tahu itu, karena aku mengalaminya seorang diri. Pikirkan itu baik-baik, Tania." ujar Bibi Kun sebelum pamit meninggalkan rumah Amanda.

Tania berbalik, menatap tajam Amanda yang masih di ambang pintu.

"Siap-siap dan jangan sampai kau menolak anaknya Bibi Merta atau Mama akan nekat melakukan hal diluar dugaanmu."

Morphos Wounds [Tidak Dilanjutkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang